Selama di dalam rahim, janin akan dilindungi oleh cairan ketuban yang mengelilinginya. Lantas, apa jadinya jika jumlah air ketuban terlalu sedikit? Kondisi yang disebut oligohidramnion ini memang bisa mengganggu kehamilan.
Lalu, apa tindakan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan jumlah cairan ketuban? Adakah gejala yang bisa dirasakan saat jumlahnya berkurang? Cari tahu jawabannya lewat uraian berikut.
Apa itu oligohidramnion?
Oligohidramnion adalah kondisi ketika jumlah cairan ketuban yang melindungi bayi di dalam kandungan terlalu sedikit.
Padahal, air ketuban memiliki punya penting untuk melindungi janin dari benturan dan tekanan. Cairan berwarna bening kekuningan ini juga mengandung nutrisi, antibodi dan hormon yang mendukung perkembangan janin.
Meski begitu, bukan berarti semua ibu hamil dengan air ketuban sedikit pasti mengalami oligohidramnion.
Menurut laman American Pregnancy Association, sekitar 8% wanita hamil cenderung memiliki cairan ketuban kurang dari angka normal dengan 4% di antaranya didiagnosis oligohidramnion dan paling sering terjadi di trimester tiga.
Gejala oligohidramnion
Oligohidramnion sering kali tidak bergejala. Bumil pun biasanya tidak merasakan tanda-tanda fisik khusus saat mengalaminya.
Dokter akan mencurigai oligohidramnion jika melihat beberapa kondisi berikut.
- Keluar cairan dari Miss V. Ini mungkin menandakan kebocoran cairan ketuban.
- Rahim berukuran lebih kecil dari yang seharusnya.
- Gerakan janin tidak cukup aktif.
- Pertambahan berat badan selama kehamilan terlalu rendah.
Akan tetapi, berbagai kondisi tersebut bisa menjadi gejala masalah kehamilan lainnya. Supaya bumil mendapatkan penanganan yang tepat, pastikanlah kondisinya ke dokter kandungan.
Apa penyebab oligohidramnion?
Oligohidramnion bisa terjadi karena kurangnya produksi cairan ketuban atau kondisi tertentu yang menyebabkan penurunan cairan ketuban yang diproduksi.
Berikut adalah berbagai kondisi yang bisa menjadi penyebab air ketuban Ibu terlalu sedikit.
- Gangguan fungsi ginjal yang mengganggu produksi cairan ketuban.
- Ketuban pecan dini (PROM).
- Gangguan plasenta, seperti solusio plasenta yang bisa menyebabkan proses daur ulang cairan pada janin terganggu.
- Gangguan pada janin, seperti hambatan pertumbuhan intrauterin atau kelainan genetik.
- Penyumbatan saluran urine atau kandung kemih pada janin.
- Kondisi ibu hamil, seperti tekanan darah tinggi, hipoksia, diabetes, dehidrasi, atau preeklampsia.
- Twin-to-twin transfusion syndrome atau hamil kembar identik yang berbagi plasenta.
- Obat-obatan tertentu, seperti obat penurun tekanan darah dan penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE).
- Kehamilan lewat tanggal atau di atas 42 minggu.
Risiko janin yang mengalami oligohidramnion
Oligohidramnion yang terjadi sebelum janin berusia 24 minggu memiliki risiko komplikasi kehamilan yang lebih tinggi. Mulai dari cacat lahir, keguguran, dan bayi lahir mati.
Sementara itu, komplikasi yang paling sering terjadi saat oligohidramnion muncul di trimester tiga adalah kelahiran prematur.
Kekurangan cairan ketuban di trimester akhir mungkin juga menyebabkan beberapa permasalahan berikut.
- Prolaps tali pusat.
- Aspirasi mekonium.
- Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin yang terhambat.
Untuk meminimalkan berbagai risiko tersebut, dokter biasanya menyarankan persalinan caesar.
Cara diagnosis oligohidramnion
Dokter akan mendiagnosis oligohidramnion dengan pemeriksaan jumlah cairan ketuban melalui ultrasonografi (USG). Jumlah cairan ketuban biasanya mulai diperiksa sejak usia kehamilan 24 minggu.
Proses diagnosis bisa menggunakan dua metode, yaitu amniotic fluid index (AFI) atau maximum vertical pocket (MPV).
Melalui perhitungan AFI, tinggi cairan ketuban seharusnya berada di rentang 2–8 cm. Perhitungan dengan MPV sebenarnya sama dengan AFI, hanya saja dokter akan memeriksa jumlah air ketuban di empat 4 bagian rahim yang berbeda.
Bumil akan dinyatakan memiliki oligohidramnion jika jumlah cairan ketubannya di bawah 50 mililiter (ml) saat usia kandungannya berada dalam rentang 32–36 minggu.
Dokter mungkin juga mengetahuinya di akhir trimester kedua saat indeks cairan ketuban kurang dari 5cm.
Cairan ketuban memang akan semakin berkurang seiring mendekati waktu persalinan. Akan tetapi, jumlahnya seharusnya masih berada di angka 800 ml pada minggu ke-34 kehamilan.
Cara mengatasi oligohidramnion
Dokter akan melakukan penanganan terhadap oligohidramnion berdasarkan usia kehamilan. Jika usia kehamilan sudah memasuki 37 minggu, dokter mungkin akan menyarankan persalinan lebih awal.
Sementara itu, janin yang masih kurang bulan akan mendapatkan pemantauan secara ketat. Bumil biasanya akan diminta menjalani tes non-stres untuk memantau aktivitas janin.
Berikut adalah cara memperbanyak air ketuban pada bumil dengan oligohidramnion sambil menunggu janin cukup bulan dan siap dilahirkan.
- Infus amnio: Pemberian cairan tambahan (tanpa kandungan hormon dan antibodi) melalui leher rahim. Akan tetapi, cairan ini tetap bisa melindungi janin dan menjaga perkembangannya.
- Amniosentesis: Injeksi cairan dengan jarum tipis, langsung ke kantung ketuban. Tindakan ini biasanya diberikan sebelum melahirkan.
- Rehidrasi ibu hamil dengan cairan oral atau melalui infus.
Sampai saat ini, tidak ada cara khusus untuk mencegah oligohidramnion. Meski begitu, Ibu bisa mengurangi risikonya dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan memenuhi nutrisi harian kehamilan.
Kekurangan cairan ketuban memang kondisi yang cukup serius. Akan tetapi, dalam kebanyakan kasus, oligohidramnion bisa diatasi.
[embed-health-tool-due-date]