Makan seharusnya menjadi aktivitas untuk memenuhi kebutuhan gizi sekaligus energi. Namun, tidak bagi seseorang yang mengidap gangguan makan pica.
Seseorang yang mengalami gangguan makan ini justru lebih suka makan makanan, benda, atau zat tidak bergizi yang bahkan membahayakan tubuh.
Bagaimana kondisi ini bisa terjadi? Adakah tindakan tertentu yang bisa mengatasinya? Simak ulasan berikut untuk mengetahui jawabannya.
Apa itu pica?
Pica disorder adalah gangguan makan yang membuat seseorang suka mengonsumsi makanan yang tidak bergizi atau benda bukan makanan yang membahayakan tubuh, seperti kertas dan rambut.
Seseorang bisa dianggap mengidap pica disorder jika terus melakukan kebiasaan tersebut setidaknya selama satu bulan.
Mengutip dari laman National Eating Disorder, kondisi ini hanya bisa didiagnosis pada anak-anak di atas dua tahun.
Pasalnya, kebiasaan memasukkan benda-benda ke dalam mulut pada anak di bawah dua tahun merupakan bagian dari perkembangan, bukan gangguan makan.
Tanda dan gejala pica
Gejala utama dari pica adalah suka makan makanan yang tidak bergizi atau bermanfaat bagi kesehatan, misalnya makan es batu.
Bahkan, kebanyakan pengidap gangguan makan ini lebih suka makan benda atau zat yang bukan makanan.
Melansir dari Cleveland Clinic, berikut adalah contoh benda yang kerap dimakan pengidap pica.
- Bedak.
- Abu.
- Kapur.
- Arang.
- Tanah.
- Ampas kopi.
- Cangkang telur.
- Kotoran.
- Rambut, tali, atau benang.
- Es batu.
- Cat kering.
- Kertas.
- Kerikil.
- Makanan hewan.
- Sabun mandi.
- Kain.
Selain itu, pengidap gangguan makan pica umumnya juga memiliki gangguan kesehatan seperti berikut.
- Anemia.
- Infeksi cacing gelang (ascariasis).
- Gangguan pencernaan.
- Ketidakseimbangan elektrolit.
- Detak jantung tidak beraturan (aritmia).
- Gangguan kesehatan gigi dan mulut.
- Keracunan timbal.
- Penyumbatan usus halus atau usus besar.
Penyebab pica
Sampai saat ini, penyebab gangguan makan pica belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa kondisi berikut dinilai menjadi faktor yang meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap gangguan makan ini.
- Ibu hamil yang ngidam.
- Stres atau kecemasan.
- Usia anak-anak.
- Trauma masa kecil, seperti pelecehan dan penelantaran.
- Keterbatasan ekonomi.
- Genetik atau gangguan perkembangan sejak di dalam rahim.
- Budaya dan kepercayaan, seperti makan ampo (camilan dari tanah liat atau lempung) di Tuban, Jawa Timur.
- Gangguan perkembangan, seperti retardasi mental dan autisme.
- Masalah kesehatan mental seperti skizofrenia, trikotilomania, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan dermatilomania.
- Masalah kesehatan akibat kekurangan zat gizi tertentu, seperti anemia defisiensi zat besi.
Tahukah Anda?
Nama pica diambil dari spesies burung murai Eurasia. Burung ini memang dikenal suka makan benda-benda yang tidak lazim seperti pasir, kapur, dan sebagainya.
Diagnosis pica
Umumnya, pengidap gangguan makan pica datang ke dokter karena mengalami masalah akibat pola makannya, bukan karena pola makan tidak wajar yang mereka miliki.
Oleh karena itu, pasien harus menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan dokter dengan jujur untuk mempermudah proses diagnosis gangguan makan ini.
Dokter biasanya menanyakan makanan apa saja yang sering dikonsumsi oleh pasien dan sudah berapa lama kondisi itu terjadi.
Untuk memastikan diagnosis, dokter juga bisa melakukan beberapa tes tambahan seperti berikut.
- Tes anemia.
- Tes darah untuk mengetahui kadar timbal.
- Rontgen untuk mengetahui kondisi usus.
- Tes feses untuk mencari keberadaan parasit.
- Tes diagnostik dengan elektrokardiogram (EKG).
Peran pendamping sangat dibutuhkan jika pemeriksaan dilakukan pada anak-anak atau seseorang dengan gangguan mental dan perkembangan.
Pengobatan pica
Pada kasus tertentu, misalnya gangguan makan karena hamil atau pada anak-anak, pica umumnya bersifat sementara sehingga bisa hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan.
Meski begitu, tetap perlu menerima pengobatan jika makanan atau benda yang dikonsumsinya membahayakan.
Selain itu, dokter umumnya mengobati pasien berdasarkan pada gejala yang ia alami. Contohnya, jika pasien datang dengan keracunan timbal, dokter akan mengobati keracunannya terlebih dahulu.
Setelah keracunan timbal teratasi, pasien akan diobati sesuai dengan masalah kesehatan yang mendasarinya.
Sebagai contoh, jika pica disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan zat besi, dokter akan meresepkan suplemen zat besi untuk mengatasinya.
Sementara itu, jika pica disebabkan oleh gangguan perkembangan atau mental, dokter akan merujuk pasien ke psikolog atau psikiater. Pada kasus ini, pengobatan biasanya dilakukan melalui terapi.
Setiap orang bisa membutuhkan waktu yang berbeda untuk pulih dari pica disorder. Maka dari itu, penting untuk mengikuti saran perawatan dari dokter.
Selain pengobatan dengan terapi dan obat, dokter umumnya juga menyarankan perawatan rumahan bagi pasien.
Contohnya adalah dengan pengaturan pola makan, penerapan gaya hidup sehat, dan pengelolaan stres yang tepat.