Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya zat besi bagi tumbuh kembang anak, SGM Eksplor menggelar diskusi yang menghadirkan sejumlah pakar di bidang kesehatan dan gizi.
Acara ini dihadiri Prof. Dr. dr. Rini Sekartini, Sp.A(K), ahli tumbuh kembang pediatri sosial; Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi, pakar gizi; serta Anggi Morika Septie, Head of Brand SGM Eksplor.
Acara dimulai dengan sambutan yang disampaikan Arif Mujahidin, Corporate Communications Director SGM Eksplor.
Defisiensi zat besi dan tantangan gizi di Indonesia
Dalam sambutannya, Arif menyoroti tantangan besar yang dihadapi Indonesia terkait pemenuhan gizi anak.
Menurutnya, Indonesia menghadapi triple burden malnutrition, yaitu gizi lebih, gizi kurang, dan hidden hunger atau kelaparan tersembunyi.
Salah satu permasalahan utama yang diangkat adalah defisiensi zat besi yang dapat menyebabkan anemia dan gangguan kognitif pada anak.
Beberapa negara seperti Chile, Meksiko, dan India telah berhasil menekan angka defisiensi zat besi melalui intervensi gizi.
“Chile, pada saat itu, pemerintahnya melakukan intervensi menggunakan formulated milk yang dicampur dengan iron.” ujar Arif.
Ia juga menyoroti rendahnya konsumsi daging di Indonesia, yang hanya mencapai rata-rata 9 gram per minggu.
Angka tersebut ternyata jauh di bawah rekomesndasi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk konsumsi daging sebesar 350 – 500 gram per minggu.
Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab defisiensi zat besi pada anak.
Anemia defisiensi besi pada anak dan upaya pencegahannya
Prof. Dr. dr. Rini Sekartini dalam paparannya menjelaskan bahwa anemia sering kali disalahartikan sebagai tekanan darah rendah, padahal kondisi ini justru lebih berkaitan dengan kurangnya zat besi dalam tubuh.
Dampak anemia pada anak tidak hanya terbatas pada kelelahan dan kurangnya energi, tetapi juga menghambat perkembangan kognitif, motorik, dan sosial-emosional anak.
“Gejala anemia pada anak sering kali tidak disadari oleh orangtua. Anak yang tampak lesu, kurang aktif, dan mengalami gangguan pola makan bisa jadi mengalami defisiensi zat besi,” jelas Prof. Rini.
Sebagai langkah pencegahan, ia menekankan pentingnya ASI eksklusif bagi bayi dan pemeriksaan kesehatan anak secara rutin untuk mendeteksi anemia sejak dini.
Suplementasi zat besi diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan untuk pengentasan defisiensi zat besi.
Sumber zat besi yang penting
Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi membahas tentang optimalisasi asupan zat besi untuk mencegah anemia pada anak.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia masih mengalami masalah kekurangan zat besi, terutama pada anak di bawah 5 tahun.
Zat besi dapat diperoleh dari sumber hewani dan nabati. Sumber hewani seperti daging merah, daging ayam, dan ikan mengandung zat besi heme, yang lebih mudah diserap oleh tubuh.
Sumber nabati seperti bayam dan kacang-kacangan mengandung zat besi non-heme, yang memerlukan bantuan vitamin C untuk diserap oleh tubuh.
Sementara itu, dr. Dian sempat memaparkan penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia masih kekurangan asupan zat besi.
Paparan tersebut juga menunjukkan bahwa penambahan susu pertumbuhan yang diperkaya dengan zat besi dapat meningkatkan pemenuhan kecukupan asupan zat besi harian.