Tahukah Anda bahwa sperma membutuhkan waktu pematangan selama lebih dari dua bulan sebelum akhirnya siap dikeluarkan? Dalam dunia medis, proses ini disebut sebagai spermatogenesis.
Bagaimana kondisi tersebut berlangsung? Adakah hal tertentu yang bisa menghambat pembentukan sperma? Simak uraian berikut untuk menemukan jawabannya.
Apa itu spermatogenesis?
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma di dalam testis, tepatnya di bagian tubulus seminiferus. Spermatogenesis sendiri berasal dari kata ‘spermato’ yang berarti benih dan ‘genesis’ yang berarti pembelahan.
Sperma yang berada di dalam dinding tubulus dan belum matang akan mendapat nutrisi dari sel sertoli. Karena itulah, sel sertoli dibutuhkan untuk proses pematangan sperma.
Ketika sel sperma telah matang (spermatogonia) dan siap dikeluarkan, spermatogonium (sel induk sperma) akan memperbanyak diri dengan cara mitosis dan meiosis atau pembelahan sel.
Memahami proses spermatogenesis
Spermatogenesis berawal dari spermatogonium atau sel induk sperma yang menjadi spermatosit primer secara mitosis.
Setelah itu, spermatosit primer membelah secara meiosis menjadi spermatosit sekunder yang berukuran sama.
Pada tahap meiosis kedua, masing-masing spermatosit sekunder membelah diri lagi menjadi empat spermatid dengan bentuk dan ukuran yang sama.
Spermatid merupakan hasil pembelahan sel tahap terakhir sebelum akhirnya berubah menjadi sel sperma yang matang atau spermatozoa.
Spermatozoa kemudian akan bergerak ke dalam epididimis, yaitu tabung penyimpan sperma yang terhubung dengan testis. Pada tahap ini, spermatozoa sudah siap dikeluarkan bersama air mani ketika pria mengalami ejakulasi.
Selama tahapan spermatogenesis, lebih dari 300 juta spermatozoa diproduksi setiap harinya. Namun, hanya ada sekitar 100 juta sel saja yang berhasil matang sempurna dan mencapai tahap pembentukan akhir.
Menurut National Institutes of Health, proses pembentukan spermatozoa menjadi sel sperma matang yang mampu membuahi sel telur membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan.
Berbeda dengan wanita yang produksi sel telurnya berhenti saat menopause, spermatogenesis adalah proses yang berlangsung seumur hidup, kecuali Anda memiliki kondisi kesehatan tertentu.
Faktor-faktor yang memengaruhi spermatogenesis
Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam Seminars in Cell & Developmental Biology (2016), berikut adalah beberapa kondisi yang dapat memengaruhi proses pembentukan sperma melalui spermatogenesis.
1. Lingkungan
Paparan berbagai bahan kimia, seperti timbal telah diduga dapat memengaruhi spermatogenesis.
Sejauh ini, hasil studi in vitro pada hewan telah menunjukkan efek negatif paparan bahan kimia tersebut pada sistem reproduksi pria.
Meski penelitian lebih lanjut pada manusia masih dibutuhkan, tak ada salahnya untuk meminimalkan paparan bahan kimia di kehidupan sehari-hari.
2. Genetik
Kelainan genetik diperkirakan menjadi penyebab pada sekitar 15–30% kasus ketidaksuburan (infertilitas) pria. Infertilitas memang bukanlah kondisi yang diturunkan secara genetik.
Namun, beberapa kondisi genetik bisa menjadi penyebab kemandulan. Contohnya, sindrom klinefelter yang disebabkan oleh adanya kromosom X tambahan. Pada laki-laki, sindrom klinefelter bisa menyebabkan masalah kesuburan.
3. Obesitas
Tahukah Anda bahwa obesitas bisa meningkatkan risiko hiperestrogenisme? Ini adalah kondisi ketika tubuh Anda memproduksi terlalu banyak hormon estrogen. Akibatnya, proses produksi sperma mungkin terganggu.
Hormon estrogen yang meningkat bisa menyebabkan penurunan kadar testosteron. Padahal, testosteron sangat dibutuhkan dalam proses spermatogenesis.
4. Diabetes
Beragam masalah kesehatan, seperti diabetes memang telah dikaitkan dengan penurunan kualitas dan kuantitas sperma.
Karena itulah, beberapa orang dengan diabetes mungkin lebih sulit memiliki sperma yang sehat. Dalam kondisi ini, peningkatan kualitas sperma perlu dilakukan dengan mengatasi kondisi medis yang mendasari.
Gangguan yang berkaitan spermatogenesis
Studi sebelumnya juga menyebutkan sejumlah gangguan yang berkaitan dengan spermatogenesis. Berikut adalah beberapa di antaranya.
1. Sindrom Klinefelter
Meski sudah terjadi sejak dalam kandungan, sindrom Klinefelter sering kali baru disadari ketika sudah dewasa. Salah satu gejala gangguan kromosom ini adalah ukuran testis yang kecil dan gairah seksual yang rendah.
Selain dari sisi penampilan, sindrom Klinefelter berpengaruh pada proses produksi sperma. Karena itulah, beberapa orang dengan kondisi ini memiliki jumlah sperma lebih sedikit atau bahkan tidak ada (azoospermia).
2. Sindrom Jacob
Normalnya, pria memiliki kromosom seks XY. Akan tetapi, sindrom Jacob akan membuat pria memiliki kromosom Y tambahan sehingga menjadi XYY.
Meski tidak memengaruhi bentuk Mr. P, kondisi ini tetap berisiko membuat testis menghasilkan sel sperma yang lebih sedikit, berbentuk tidak normal, atau tidak matang sempurna.
Spermatogenesis memang proses yang berlangsung secara alami. Namun, bukan berarti tidak ada upaya yang bisa dilakukan untuk memperbaiki atau setidaknya menjaganya.
Penerapan pola hidup sehat merupakan cara meningkatkan kualitas sperma yang paling mudah dicoba dan bisa segera dilakukan. Jika memiliki kekhawatiran tertentu terkait kesuburan pria, jangan ragu memeriksakannya ke dokter.
Kesimpulan
- Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma di dalam testis. Proses ini berasal dari kata spermato yang beraryi benih dan genesis yang berarti pembelahan.
- Proses spermatogenesis berasal dari induk sperma (spermatogonium) yang membelah menjadi spematosit primer, sekunder, spermatoid, lalu menjadi spermatozoa. Kecuali spermatosit primer, pembelahan terjadi secara meiosis.
- Proses spermatogenesis bisa dipengaruhi lingkungan, genetik, obesitas, dan kondisi kesehatan seorang pria.
[embed-health-tool-bmi]