backup og meta

Mengenal Spermatogenesis, Proses Pembentukan Sperma

Mengenal Spermatogenesis, Proses Pembentukan Sperma

Sperma merupakan bagian dari air mani yang dikeluarkan pria saat ejakulasi. Sel sperma dapat membuahi sel telur wanita untuk membentuk zigot, cikal bakal janin. Pembentukan sperma di dalam testis melalui berbagai tahapan. Proses pembentukan sperma ini dinamakan spermatogenesis.

Apa itu spermatogenesis?

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma di dalam testis pria. Spermatogenesis sendiri berasal dari kata ‘spermato’ yang memiliki arti benih dan ‘genesis’ yang berarti pembelahan.

Sel sperma diproduksi pada bagian tubulus seminiferus di dalam testis.

Di dalam dinding tubulus, banyak sel yang tersebar secara acak yang disebut sel sertoli. Sel ini berfungsi untuk memberikan makanan untuk sel sperma yang belum matang. 

Ketika sel sperma telah matang (spermatogonia), spermatogonium (sel induk sperma) memperbanyak diri dengan cara mitosis dan meiosis atau pembelahan sel.

Memahami proses spermatogenesis

proses pembentukan sperma, spermatogenesis

Dari spermatogonium atau sel induk sperma, sel akan berubah menjadi spermatosit primer secara mitosis.

Setelah itu, spermatosit primer membelah secara meiosis menjadi spermatosit sekunder yang berukuran sama. 

Pada tahap meiosis kedua, spermatosit sekunder membelah diri lagi menjadi empat spermatid dengan bentuk dan ukuran yang sama. 

Spermatid merupakan hasil pembelahan sel tahap akhir sebelum akhirnya berubah menjadi sel sperma yang matang (spermatozoa).

Spermatozoa akan bergerak ke dalam epididimis, tabung penyimpan sperma yang terhubung dengan testis.

Spermatozoa akan siap dikeluarkan bersama dengan air mani ketika seorang pria mengalami ejakulasi.

Selama proses spermatogenesis, lebih dari 300 juta spermatozoa akan diproduksi setiap harinya.

Namun, dari sebanyak itu hanya ada sekitar 100 juta sel sperma yang berhasil matang dengan sempurna pada proses pembentukan akhir.

Menurut National Institutes of Health, proses pembentukan spermatozoa menjadi sel sperma matang, yang mampu membuahi sel telur, membutuhkan waktu sekitar 2,5 bulan.

Faktor-faktor yang memengaruhi spermatogenesis

Menurut sebuah ulasan terbitan Seminars in cell & developmental biology (2016), beberapa faktor berikut dapat memengaruhi proses pembentukan sperma.

1. Pengaruh lingkungan

Semenjak zaman Kekaisaran Romawi, paparan bahan kimia seperti timbal diduga dapat memengaruhi spermatogenesis. 

Saat ini, hasil studi in vitro pada sel tumbuhan dan uji pada hewan memperlihatkan efek negatif paparan bahan kimia tersebut pada sistem reproduksi pria. 

Namun, penelitian yang dilakukan pada manusia belum menunjukkan bukti yang kuat mengenai dampak paparan zat kimia pada proses reproduksi pria. 

2. Faktor genetik 

Kelainan genetik menyumbang 15 – 30% kasus ketidaksuburan (infertilitas) pria.

Ketidaksuburan pria memang tidak diturunkan secara genetik.  Namun, ada sejumlah kondisi genetik yang bisa menjadi penyebab kemandulan.

Kondisi ini seperti gangguan kromosom yang bisa memengaruhi spermatogenesis seperti sindrom klinefelter, infertilitas kromosom Y, dan masalah genetik lainnya.

3. Obesitas

Obesitas bisa mengakibatkan hiperestrogenisme yakni kelebihan hormon estrogen. Kondisi ini bisa memengaruhi proses produksi sperma. 

Hormon estrogen yang meningkat menyebabkan penurunan kadar hormon testosteron. Kadar testosteron yang rendah bisa menghambat spermatogenesis.

4. Diabetes

Diabetes mellitus menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, termasuk testis. Kerusakan testis akan memengaruhi proses spermatogenesis, terutama pembentukan sperma yang sehat.

Gangguan yang berkaitan spermatogenesis

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan sejumlah gangguan yang berkaitan dengan spermatogenesis, di antaranya sebagai berikut.

1. Sindrom klinefelter

Sindrom Klinefelter merupakan salah satu gangguan kromosom langka yang dapat terjadi saat masa kehamilan.

Kondisi ini menyebabkan testis menjadi berukuran lebih kecil. Produksi testosteron pun menjadi lebih rendah. Beberapa orang bahkan tidak menghasilkan sperma sama sekali. 

2. Infertilitas kromosom Y

Infertilitas kromosom Y menyebabkan pria menghasilkan sel sperma yang lebih sedikit, sel sperma yang berbentuk tidak normal, atau tidak memproduksi sel sperma yang matang. 

Kelainan spermatogenesis ini dapat mengakibatkan ketidaksuburan pada pria. Pria yang menderita kondisi ini kesulitan atau tidak bisa memiliki anak.

Cara meningkatkan kualitas sperma

meningkatkan kualitas sperma, manfaat vitamin D

Gaya hidup sehat dapat melancarkan proses pembentukan sperma dan menentukan produksi sperma yang sehat.

Jika Anda dan pasangan berencana untuk memiliki momongan, Anda bisa mencoba beberapa cara berikut  untuk meningkatkan kualitas sperma.

  • Berhentilah merokok.Kebiasaan merokok bisa menurunkan jumlah sperma dan meningkatkan risiko cacat morfologis spermatozoa.
  • Perbanyak konsumsi makanan penyubur sperma, yakni sumber vitamin E, vitamin C, vitamin A, folat, dan seng.
  • Jaga berat badan tetap ideal dengan olahraga rutin untuk menghindari obesitas yang bisa menghambat proses pembentukan sperma.
  • Jaga kebersihan penis. Selalu bersihkan penis Anda sebelum dan sesudah berhubungan intim.

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sperma di dalam testis.

Faktor genetik, masalah kesehatan seperti obesitas, dan gaya hidup bisa memengaruhi kualitas dan kuantitas sperma yang dihasilkan dari proses tersebut.

Menerapkan pola makan sehat, aktif bergerak, dan menjauhi kebiasaan merokok membantu menjaga sistem reproduksi dan kesehatan pria secara keseluruhan.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Bundhun, P.K., Janoo, G., Bhurtu, A. et al. Tobacco smoking and semen quality in infertile males: a systematic review and meta-analysis. BMC Public Health 19, 36 (2019). https://doi.org/10.1186/s12889-018-6319-3

Neto, F. T., Bach, P. V., Najari, B. B., Li, P. S., & Goldstein, M. (2016). Spermatogenesis in humans and its affecting factors. Seminars in cell & developmental biology, 59, 10–26. https://doi.org/10.1016/j.semcdb.2016.04.009 

SF, Gilbert. (2000). Developmental Biology. 6th ed. Sunderland (MA): Sinauer Associates. NBK10095.

Klinefelter syndrome. (2018). Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program Retrieved April 25, 2022 from, https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/8705/klinefelter-syndrome

Testes. National Institutes of Health. Retrieved April 25, 2022 from, https://training.seer.cancer.gov/anatomy/reproductive/male/testes.html 

Spermatogenesis. University of Wyoming. Retrieved April 25, 2022 from, http://www.uwyo.edu/wjm/repro/spermat.htm

Spermatogenesis. Encyclopedia Britannica. Retrieved April 25, 2022 from, https://www.britannica.com/science/spermatogenesis

Klinefelter syndrome. MedlinePlus. Retrieved April 25, 2022 from, https://medlineplus.gov/genetics/condition/klinefelter-syndrome/ 

Y chromosome infertility. MedlinePlus. Retrieved April 25, 2022 from, https://medlineplus.gov/genetics/condition/y-chromosome-infertility/

Versi Terbaru

19/05/2022

Ditulis oleh Ilham Fariq Maulana

Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Diperbarui oleh: Angelin Putri Syah


Artikel Terkait

Umur Berapa Pria Dianggap Paling Subur dan Kualitas Spermanya Paling Baik?

10 Kebiasaan yang Bisa Menjadi Penyebab Sperma Sedikit


Ditinjau secara medis oleh

dr. Andreas Wilson Setiawan, M.Kes.

Magister Kesehatan · None


Ditulis oleh Ilham Fariq Maulana · Tanggal diperbarui 19/05/2022

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan