Lubang kencing pria normalnya terletak pada ujung penis. Namun, lubang ini bisa terletak pada bagian bawah batang penis pada pengidap hipospadia. Lantas, bagaimanakah penanganan untuk masalah kesehatan pria ini?
Ditinjau secara medis oleh dr. Andreas Wilson Setiawan · General Practitioner · None
Lubang kencing pria normalnya terletak pada ujung penis. Namun, lubang ini bisa terletak pada bagian bawah batang penis pada pengidap hipospadia. Lantas, bagaimanakah penanganan untuk masalah kesehatan pria ini?
Hipospadia atau hypospadia adalah kelainan ketika bukaan uretra atau lubang kencing terdapat pada bagian bawah penis, bukan pada ujung penis seperti seharusnya.
Uretra merupakan saluran yang mengalirkan urine keluar dari kandung kemih melalui penis. Pada pengidap hipospadia, lubang uretra terletak di bagian bawah batang penis.
Kelainan bawaan lahir ini bisa tergolong ringan hingga berat, tergantung dari letak lubang uretra. Jika tidak ditangani dengan benar, salah satu dampaknya adalah masalah kesuburan pada pria.
Oleh sebab itu, pengidap hipospadia harus berkonsultasi dengan dokter untuk bisa mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Tanda-tanda hipospadia biasanya sudah dapat terlihat sejak bayi lahir dan masih berada di rumah sakit. Namun, dalam sebagian kasus, kelainan ini tidak begitu berat dan tidak terlihat.
Gejala hipospadia yang paling utama adalah ketika ujung uretra tidak berada pada ujung penis. Lubang kencing bahkan bisa terletak di dekat kepala penis.
Namun, dalam beberapa kasus, lubang uretra mungkin terletak pada bagian tengah dan bawah penis hingga area skrotum atau kantong buah zakar.
Pengidap kelainan penis ini mungkin mengalami tanda dan gejala lain, meliputi:
Mungkin ada tanda dan gejala lain yang tidak disebutkan di atas. Apabila Anda memiliki kekhawatiran terhadap gejala tertentu, konsultasikan dengan dokter Anda.
Lubang kencing seharusnya terletak pada ujung penis. Namun, bayi laki-laki dengan hipospadia memiliki lubang kencing yang berada pada sisi bawah batang penis.
Penyebab hipospadia tidak diketahui pasti. Namun, para ahli menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan.
Dilansir dari situs Boston’s Children Hospital, kelainan penis ini disebabkan oleh kerusakan hormon.
Ketika penis berkembang di dalam kandungan, ada hormon tertentu yang berperan penting untuk membentuk uretra dan kulup.
Kerusakan pada hormon tersebut dapat mengganggu pembentukan penis secara sempurna sehingga menyebabkan hipospadia pada bayi laki-laki.
Beberapa kondisi berikut ini dapat meningkatkan risiko bayi laki-laki terlahir dengan hipospadia.
Proses tumbuh dan kembang anak akan terganggu bila hipospadia tidak segera diobati sejak dini. Hal ini bisa membawa masalah saat anak belajar buang air kecil di toilet.
Lubang uretra yang tidak berada pada ujung penis kemungkinan membuat orang-orang dengan hypospadia memiliki batang penis yang melengkung.
Kondisi ini membuat mereka kesulitan untuk kencing sehingga harus buang air kecil dalam posisi jongkok atau duduk.
Setelah beranjak dewasa, hipospadia dapat menimbulkan kelengkungan abnormal saat penis ereksi. Kondisi ini bisa mengganggu mereka saat harus berhubungan intim.
Meski tidak memengaruhi fungsi seksual pria, kelainan lubang kencing ini bisa mempersulit pria untuk memiliki keturunan.
Pasalnya, akan lebih sulit untuk air mani dan sperma memasuki rahim setelah ejakulasi. Dengan demikian, peluang terjadinya pembuahan juga semakin kecil.
Hipospadia jarang terlihat pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan USG (ultrasound) janin selama kehamilan.
Umumnya, dokter baru dapat menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan fisik tepat setelah bayi lahir.
Setelah mendiagnosis hipospadia, dokter akan merujuk bayi ke ahli bedah dengan spesialisasi dalam kelainan genital dan kemih (urologi anak) untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pembedahan merupakan tindakan utama dalam pengobatan hipospadia. Tindakan ini dilakukan supaya kondisi dan fungsi penis menjadi normal seperti seharusnya.
Dokter akan membuat lubang kencing baru pada kepala penis. Pembedahan korektif ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin, yakni saat bayi laki-laki berusia 6–12 bulan.
Meski begitu, pembedahan dapat pula dilakukan saat anak-anak atau dewasa bila kondisi tidak tidak terdeteksi setelah bayi baru lahir.
Kebanyakan pasien langsung pulang usai operasi. Pasien biasanya memerlukan kateter urine, yakni saluran buatan dari plastik untuk membantu mengalirkan urine dari penis.
Setelah operasi, biasanya urine akan bercampur dengan darah. Dokter akan memberikan obat pereda nyeri dan antibiotik untuk mencegah infeksi pascaoperasi.
Kateter bisa dokter lepas dalam waktu 10 hari. Umumnya, Anda hanya membutuhkan dua kali kontrol setelah pembedahan dilakukan.
Setelah pembedahan, pasien diharapkan memiliki fungsi penis dan kehidupan intim yang normal.
Beberapa perubahan gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda untuk memulihkan hipospadia adalah sebagai berikut.
Selain itu, Anda perlu segera menghubungi dokter bila mengalami efek samping pasca-operasi.
Hal ini termasuk demam, keluar nanah dari penis, tidak ada urine yang keluar dari kateter lebih dari satu jam, atau urine merembes dari bagian penis yang lain.
Para peneliti masih melakukan riset lebih lanjut mengenai penyebab sekaligus tindakan medis untuk mencegah kelainan ini.
Meski begitu, Anda tetap bisa melakukan langkah pencegahan, termasuk konsultasi kehamilan, pemenuhan kebutuhan gizi saat hamil, dan pemeriksaan kandungan rutin.
Ibu hamil sebaiknya berhati-hati ketika menggunakan obat atau bahan-bahan tertentu yang bisa mengganggu kinerja dan kestabilan hormon dalam tubuh.
Anda juga bisa mengurangi risiko bayi mengidap kelainan ini dengan cara berikut.
Apabila Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, konsultasikanlah dengan dokter untuk mendapatkan solusi terbaik dari masalah Anda.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar