backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

1

Tanya Dokter
Simpan

Tidur yang Sehat, Dengan Lampu Menyala atau Mati?

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri · General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Adinda Rudystina · Tanggal diperbarui 03/12/2020

    Tidur yang Sehat, Dengan Lampu Menyala atau Mati?

    Tidur merupakan salah satu aktivitas yang wajib kita lakukan dan dengan waktu yang tepat. Orang dewasa membutuhkan 7-8 jam untuk tidur, sedangkan anak-anak dan remaja membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam. Melewati waktu tidur tentu tidak baik untuk tubuh dan dapat merusak sistem sirkulasi pencernaan pada tubuh. Tidak hanya itu, penerangan saat Anda tidur pun akan berakibat buruk pada kesehatan. Jadi, bagaimana Anda biasa tidur? Dengan lampu menyala atau mati?

    Pentingnya tidur tanpa menggunakan lampu sekecil apapun cahayanya telah diteliti oleh para ahli. Menurut Joyce Walsleben, PhD., anggota asosiasi dosen di New York University School of Medicine, meskipun kita tertidur, cahaya tetap dapat terdeteksi oleh kelopak mata dan otak kita tidak akan memproduksi melatonin. Walsleben juga berkata bahwa kita membutuhkan kegelapan dalam kamar segelap kegelapan yang masih bisa kita hadapi tanpa menyandung sesuatu (masih bisa mendeteksi keberadaan benda-benda).

    Apa dampaknya jika kita tidur dengan lampu menyala?

    1. Meningkatkan kemungkinan terkena kanker

    Cahaya lampu di malam hari merupakan faktor risiko yang signifikan untuk mengembangkan kanker payudara, menurut para peneliti yang mengkaji data dari 1.679 perempuan dan menerbitkan hasil penelitian mereka di Chronobiology International. Namun ilmuwan lain berpendapat bahwa setiap gangguan pada ritme sirkadian dapat memicu pelepasan hormon stress dan inilah yang dapat meningkatkan risiko kanker.

    2. Cahaya buatan membuat badan gemuk

    Sirkulasi tubuh 24 jam kita mengontrol beberapa hormon seperti, ghrelin, insulin dan serotonin yang berpengaruh kepada nafsu makan, penyimpanan lemak, dan mood. Oleh karena itu, hal-hal yang mengganggu sirkulasi bisa menyebabkan kegemukan, diabetes tipe 2, dan depresi. Bahkan, dokter dan ilmuwan juga menjadi khawatir akan penemuan kasus ini oleh American Medical Association.

    3. Menyebabkan insomnia

    Beberapa ahli percaya bahwa menyalakan lampu pada malam hari dapat menyebabkan efek biologis. Sebuah studi di Harvard menemukan bahwa pencahayaan lampu kamar pada larut malam yang berasal dari lampu pijar dapat mengurangi tingkat melatonin, sehingga kita menjadi sulit tertidur.

    Bukan hanya lampu yang di atas kepala kita saja yang membahayakan, namun seluruh tingkat pencahayaan yang dapat ditemukan di rumah pada malam hari seperti layar komputer, televisi, dan tablet elektronik dapat menekan sekresi melatonin.

    Pada tahun 2011 lalu, sebuah studi menyarankan bahwa pencahayaan yang dihasilkan oleh layar komputer 5 jam sebelum tidur dapat memengaruhi ritme sirkadian dengan menunda pelepasan melatonin.

    4. Mempengaruhi menstruasi

    Penelitian melapokan bahwa rotasi shift pekerja, mengakibatkan naiknya tingkat pencahayaan pada malam hari, dan mempengaruhi siklus menstruasi pekerja wanita. Penelitian tersebut melibatkan 71.077 wanita yang berpartisipasi dalam Nurse Health Study II. Sekitar satu dari lima partisipan bekerja pada shift malam selama paling tidak 1 bulan dalam 2 tahun sebelum studi tersebut diselenggarakan. Semakin banyak waktu shift kerja yang dihabiskan, semakin tidak teratur siklus menstruasi mereka.

    5. Menyebabkan depresi

    Gangguan tidur sangat terkait dengan risiko depresi dan pengalaman depresi. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Molecular Psychiatry menunjukkan bahwa pencahayaan di malam hari, meskipun redup dan hanya setara dengan lampu tidur, dapat meningkatkan perubahan fisiologis seperti yang terjadi pada hewan pengerat. Pada hamster, cahaya redup di malam hari memicu perilaku seperti depresi dan perubahan pada otak. Hal ini dapat terjadi akibat ritme sirkadian yang terganggu dan juga penekanan melatonin, menurut Tracy Bedrosian, seorang kandidat PhD pada departemen ilmu saraf di The Ohio State University di Colombus. Kabar baiknya adalah bahwa gejala akan menghilang ketika kondisi pencahayaan normal kembali.

    BACA JUGA:

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Tania Savitri

    General Practitioner · Integrated Therapeutic


    Ditulis oleh Adinda Rudystina · Tanggal diperbarui 03/12/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan