Ada banyak pilihan obat batuk untuk anak, tapi apakah Anda pernah membaca kandungan yang ada di dalam obat tersebut sebelum membelinya? Tentu saja, obat batuk untuk anak berbeda dengan orang dewasa. Maka dari itu, Anda juga harus jeli dan pintar dalam memilihnya. Ada baiknya tanyakan terlebih dahulu pada dokter jenis obat batuk mana yang sesuai untuk si Kecil. Pasalnya, ada kandungan obat batuk untuk anak yang mesti diwaspadai orangtua, yaitu kodein.
Apa itu kodein dalam obat batuk untuk anak?
Codeine atau kodein adalah senyawa opiat (produk turunan dari opium) yang memiliki sifat untuk mengurangi rasa sakit (analgesik) dan pereda batuk (antitusif).
Kandungan kodein dalam obat batuk ini bekerja dengan cara memengaruhi sistem saraf pusat sehingga Anda tidak merasakan sakit dan batuk bisa berkurang.
Kodein adalah salah satu kandungan yang dapat mengatasi rasa sakit ringan hingga sedang.
Oleh karena kodein ini termasuk ke dalam jenis opium atau opioid alias narkotika, maka kandungannya di dalam obat batuk anak masih memicu pro dan kontra.
Di Indonesia sendiri, awalnya kodein disetujui sebagai analgesik dan antitusif untuk dewasa dan anak-anak.
Namun, pada Maret 2016, Badan POM mengeluarkan peringatan kontraindikasi baru, yaitu kandungan kodein dalam obat batuk dapat meningkatkan risiko gangguan pernapasan.
Kontroversi kodein dalam obat batuk anak
American Academy of Pediatrics (AAP) tidak lagi merekomendasikan penggunaan kodein pada anak-anak karena dapat menyebabkan anak kesulitan bernapas, overdosis, dan bahkan kematian.
AAP mengatakan bahwa risiko kodein ini terjadi karena kandungan tersebut terlalu aktif menekan sistem pernapasan.
Akibatnya, kodein yang terlalu aktif bisa menekan refleks batuk hingga menyebabkan pernapasan anak pun terganggu.
Risiko tersebut terutama lebih rentan terjadi pada anak dengan masalah pernapasan, seperti asma dan emfisema paru, yang terlalu sering menggunakan obat antitusif.
Sementara itu, pada Juli 2015, Food and Drug Administration, Amerika, atau setara dengan Badan POM di Indonesia menyampaikan hal yang sama.
Menurt FDA, kandungan kodein dalam obat batuk anak bisa menyebabkan gangguan pernapasan pada anak sehingga dilarang untuk digunakan bagi anak di bawah 12 tahun.
Maka dari itu, untuk mencegah risiko ini terjadi, Badan POM Indonesia juga mengeluarkan beberapa peringatan terkait siapa saja yang boleh dan tidak boleh menggunakan obat batuk dengan kandungan kodein di dalamnya.
Obat batuk yang mengandung kodein tidak boleh digunakan oleh seseorang dengan kondisi berikut ini.
- Anak-anak di bawah 12 tahun.
- Ibu menyusui.
- Ibu hamil aterm (usia kehamilan ibu antara 38—42 minggu).
- Pasien dengan masalah parnapasan akut atau kronik, tanpa adanya alat resusitasi.
- Pasien usia 12—18 tahun (remaja) untuk indikasi analgesik.
Tak cuma obat batuk, kodein juga ada dalam pereda nyeri
Bukan hanya di dalam obat batuk, diketahui bahan kodein juga terkandung dalam obat pereda nyeri.
Oleh karena itu, ketentuan dan larangan penggunaan kodein untuk anak juga berlaku pada obat pereda nyeri.
Bila ada kandungan kodein di dalam obat penghilang nyeri, maka anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusui tidak dianjurkan untuk meminumnya.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Pediatric melaporkan bahwa telah terjadi 2 kasus fatal dari penggunaan kodein dalam obat penghilang rasa nyeri.
Pada Juni 2013, European Medicines Evaluation Agency alias BPOM di benua Eropa, merumuskan beberapa hal terkait penggunaan kodein dalam obat penghilang nyeri untuk anak, yaitu sebagai berikut.
- Hanya boleh diberikan pada anak di atas 12 tahun yang alami sakit sedang dan akut.
- Boleh diberikan jika obat penghilang nyeri lain, seperti ibuprofen atau paracetamol, tidak manjur.
- Tidak boleh diberikan pada anak di bawah 18 tahun yang mengalami sleep apnea, karena dapat menimbulkan gangguan pernapasan yang lebih parah.