Irritable bowel syndrome (IBS) atau sindrom iritasi usus besar bisa terjadi tidak hanya pada orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Penyakit ini membuat perut nyeri, diare, mual, sampai muntah. Agar lebih jelas, berikut ulasan seputar gejala, penyebab, sampai cara mengatasi IBS pada anak.
Apa itu IBS pada anak?
Irritable bowel syndrome (IBS) termasuk gangguan pencernaan anak yang biasa terjadi.
Namun, kondisi ini tetap membuat ibu khawatir karena anak menjadi rewel dan tidak nyaman.
Mengutip dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease (NIDDK), IBS adalah gejala yang terjadi bersamaan karena gangguan pada kerja usus besar.
IBS bisa terjadi karena gangguan pada cara kerja usus, tetapi tidak ada kerusakan jaringan.
Gejala IBS pada anak
Keluhan sindrom iritasi usus besar sering anak-anak rasakan pada usia sekolah dasar.
Melansir dari John Hopkins Medicine, gejala IBS pada anak meliputi:
- diare,
- sembelit,
- diare yang bergantian dengan sembelit,
- perut kembung,
- terdapat lendir pada feses,
- mual muntah,
- penurunan berat badan anak, dan
- merasa perut tetap penuh meski sudah buang air besar.
Anak-anak yang mengalami sindrom iritasi usus besar merasa tidak bisa berhenti buang air besar.
Kalau gejalanya perut kembung, ia akan merasa perutnya begah dan tidak nyaman.
Penyebab IBS pada anak
Hal yang menjadi penyebab sindrom iritasi usus besar pada anak masih belum pasti. Namun, faktor yang berbeda bisa menentukan penyebab yang berbeda juga pada anak.
Berikut beberapa penyebab penyakit IBS yang bisa terjadi pada anak.
1. Gangguan saluran pencernaan
Irritable bowel syndrome bisa terjadi ketika terjadi masalah kontraksi pada usus besar.
Normalnya, otot usus besar akan kontraksi untuk menyerap air dan melunakkan tekstur feses. Kontraksi juga berguna untuk mendorong feses keluar dari anus.
Pada anak dengan kondisi IBS, kontraksi terjadi secara tidak normal. Intensitas kontraksi usus bisa terlalu sering atau banyak, terlalu cepat, atau terlalu lambat.
Kontraksi yang terlalu sering bisa membuat anak diare, sedangkan terlalu lambat dapat membuat anak sembelit.
2. Parasit
Mengutip dari situs resmi Universitas Indonesia, penyebab IBS pada remaja Indonesia tidak semua dikarenakan gangguan fungsi pencernaan.
Gangguan pada organ pencernaan karena parasit juga berperan dalam memicu sindrom iritasi usus besar, seperti parasit Blastocystis hominis, dan peradangan usus pada 50% remaja dengan IBS.
Parasit Blastocystis hominis adalah protozoa yang berada di usus. Parasit ini kerap menyebabkan diare sampai mual dan muntah.
3. Masalah tertentu
Gangguan pencernaan pada anak tidak hanya bisa terjadi karena masalah pada perut, tetapi kesehatan mental juga turut memengaruhinya.
Stres secara mental dan emosional bisa menjadi penyebab IBS pada anak. Saat anak stres, pola makannya terganggu sehingga bisa memicu peradangan dan gangguan usus besar.
4. Pola makan yang buruk
Makanan yang anak makan bisa memicu timbulnya sindrom iritasi usus besar.
Beberapa jenis makanan yang bisa memicu irritable bowel syndrome adalah:
- makanan tinggi lemak,
- minuman manis yang membuat anak diare, dan
- makanan pedas.
Jenis makanan tersebut bisa berbeda pada setiap anak sehingga orangtua tidak bisa menyamakan kasus si Kecil dengan yang lain.
Cara mendiagnosis IBS pada anak
Anak yang mengalami sakit perut, sembelit, atau diare tidak berarti menderita sindrom iritasi usus besar.
Namun, bila anak mengalami gejala-gejala tersebut dalam waktu yang lama, misalnya hitungan minggu sampai bulan, bisa jadi itu adalah IBS.
Dokter bisa mendiagnosis sindrom iritasi usus besar bila anak mengalami nyeri perut setidaknya empat kali dalam satu bulan bersamaan dengan gejala lain.
Ambil contoh, sakit perut memburuk atau membaik setelah buang air besar.
Kalau sakit perut hilang saat sembelit juga hilang, anak tidak mengalami IBS tetapi gangguan pencernaan.
Tidak ada pemeriksaan khusus dari sindrom ini sehingga dokter akan mendiagnosis dari gejala yang anak rasakan.
Mengutip dari John Hopkins Medicine, IBS bukan penyakit melainkan sindrom atau sekelompok gejala yang terjadi bersamaan.
IBS juga tidak merusak usus anak. Jadi, saat dilakukan pemeriksaan fisik dan tes lain mungkin tidak menunjukkan kerusakan.
Cara mengatasi IBS pada anak
Mengobati sindrom iritasi usus besar bisa dengan berbagai cara, tergantung dari gejalanya.
Umumnya, dokter akan mengobati nyeri perut bila anak mengalami konstipasi atau sembelit.
Agar lebih jelas, berikut perawatan untuk mengatasi IBS pada anak.
1. Probiotik
Untuk mengobati sindrom iritasi usus besar, dokter biasanya merekomendasikan probiotik sebagai pereda gejala IBS.
Probiotik adalah mikroorganisme yang membantu mencegah dan menanggulangi penyakit.
Probiotik ini mirip dengan mikroorganisme yang ada di saluran cerna sehingga membantu sistem pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh.
Para peneliti masih mempelajari penggunaan probiotik sebagai obat sindrom iritasi usus besar. Dosis probiotik biasanya tergantung pada kondisi dan usia anak.
Bicarakan dengan dokter tentang seberapa banyak probiotik yang perlu anak konsumsi dan durasi konsumsinya.
2. Obat-obatan
Dalam beberapa kasus, dokter bisa merekomendasikan obat-obatan untuk membantu meringankan gejala IBS pada anak.
Mengutip dari National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, beberapa obat yang dokter resepkan yaitu:
- suplemen serat,
- antispasmodik (meredakan kejang otot),
- antidepresan.
Selain dari pola makan, IBS bisa terpicu dari stres sehingga orangtua perlu memantau kesehatan mental anak.
Coba cari tahu apakah anak merasa stres dari sekolah atau lingkungan lain.
Bukan hanya itu, kurang tidur juga bisa memicu stres sehingga mengganggu pencernaan anak.
Kesimpulan
- Irritable bowel syndrome (IBS) termasuk gangguan pencernaan pada anak yang biasa terjadi.
- Gejala IBS pada anak meliputi diare, sembelit, perut kembung, lendir pada feses, mual dan muntah, serta penurunan berat badan anak.
- Penyebab IBS pada si Kecil beragam, mulai dari gangguan saluran pencernaan, parasit, masalah tertentu seperti stres, hingga pola makan yang buruk.
- Irritable bowel syndrome pada anak dapat diobati dengan penggunaan probiotik, hingga obat-obatan seperti suplemen serat, antidepresan, hingga antispasmodik.
[embed-health-tool-vaccination-tool]