backup og meta

5 Cara Menghadapi Anak Tidak Naik Kelas Plus Penyebabnya

PenyebabCara menghadapiCara mencegah

Anak tidak naik kelas bisa menjadi pengalaman yang mengecewakan bagi anak itu sendiri maupun orangtua. Kondisi ini sering kali berdampak pada kepercayaan diri, hubungan sosial, dan semangat belajar anak. Lantas, apa yang menyebabkan tidak naik kelas? Apa yang harus dilakukan ketika anak tidak naik kelas? Ketahui selengkapnya di bawah ini. 

5 Cara Menghadapi Anak Tidak Naik Kelas Plus Penyebabnya

Penyebab anak tidak naik kelas

Anak tidak naik kelas atau mengalami retensi kelas dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor sosial dan ekonomi

Faktor sosial dan ekonomi berpengaruh cukup besar terhadap kemungkinan anak tinggal kelas. Kondisi sosial ekonomi yang rendah sering kali berdampak pada kesiapan anak untuk sekolah.

Anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah mungkin tidak menerima stimulasi yang cukup atau pembelajaran keterampilan sosial yang diperlukan untuk mempersiapkan mereka menghadapi lingkungan sekolah.

Selain itu, tingkat pendidikan orangtua berpengaruh. Anak-anak dengan ibu yang berpendidikan rendah lebih cenderung berisiko tidak naik kelas.

Masalah seperti pola asuh yang buruk, kurangnya pengawasan, dan kurangnya panutan yang baik juga dapat menghambat perkembangan akademik anak.

2. Faktor kesehatan dan perkembangan anak

Faktor kesehatan dan perkembangan anak memiliki peran penting dalam menentukan keberhasilan akademik, termasuk kemungkinan seorang anak tidak naik kelas. 

Masalah kesehatan umum pada anak, seperti gangguan pendengaran, cacat bicara, berat badan lahir rendah, dan enuresis (mengompol), berkaitan dengan peningkatan risiko tinggal kelas.

Selain itu, penelitian dalam jurnal Remedial and Special Education menunjukkan bahwa anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa memiliki risiko lebih besar tidak naik kelas.

Kondisi fisik seperti postur tubuh yang sangat pendek akibat defisiensi hormon pertumbuhan atau sindrom Turner juga dikaitkan dengan tingkat retensi kelas yang lebih tinggi.

3. Faktor psikologis dan perilaku

Faktor psikologis dan perilaku pada anak juga memiliki hubungan yang kuat dengan risiko tidak naik kelas.

Masalah perilaku seperti malas belajar, hiperaktivitas, kurang perhatian, perilaku merusak (disruptif), serta perilaku agresif dan kenakalan, dapat meningkatkan risiko tinggal kelas.

Jika mereka tidak naik kelas, gangguan kecemasan dan kurang perhatian terhadap sekitar dapat bertahan atau bahkan memburuk, terutama jika hal ini terjadi pada usia dini.

Selain itu, tinggal kelas dapat menyebabkan penurunan keinginan untuk bersosialisasi dan keterlibatan di sekolah, bahkan meningkatkan risiko putus sekolah di kemudian hari.

4. Faktor akademik dan lingkungan sekolah

Bukan hanya dari diri sendiri dan keluarga, faktor akademik dan lingkungan sekolah bisa meningkatkan risiko anak tidak naik kelas.

Prestasi akademik yang rendah, terutama dalam membaca dan matematika, bisa menjadi tolok ukur utama risiko anak tinggal kelas.

Dari lingkungan sekolah, faktor-faktor seperti ukuran kelas yang besar, kurangnya dukungan dari guru, dan desain ruang kelas yang tidak memadai dapat memengaruhi kinerja akademik siswa.

Kurangnya pengawasan dari guru mungkin juga bisa membuat anak suka tidur di kelas dan pada akhirnya ia tidak belajar dengan optimal.  

Selain itu, kurangnya partisipasi orangtua dalam kegiatan sekolah dan hubungan yang kurang baik antara siswa dan guru dapat meningkatkan kemungkinan anak tidak naik kelas.

[embed-health-tool-vaccination-tool]

Cara menghadapi anak tidak naik kelas

tidur di kelas

Menghadapi anak yang tidak naik kelas memang tidak mudah, tapi ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk membantunya agar tetap semangat dan bisa belajar lebih baik ke depannya.

Berikut ini cara-cara yang dianjurkan.

1. Berikan bantuan belajar yang lebih fokus

Anak yang tinggal kelas sering butuh bantuan tambahan. Misalnya, anak ikut les atau kelas tambahan, belajar dengan guru privat, atau belajar dalam kelompok kecil.

Dengan cara ini, anak bisa lebih mudah memahami pelajaran yang sulit, yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan prestasi akademiknya.

2. Kerja sama orangtua dan guru

Orangtua dan guru harus saling berkomunikasi dan bekerja sama. Misalnya, orangtua bisa tanya ke guru tentang apa saja yang anaknya perlu perbaiki, lalu bantu di rumah.

Guru juga bisa kasih saran bagaimana cara belajar yang cocok untuk anak.

3. Libatkan tenaga ahli jika perlu

Terkadang, anak tidak naik kelas karena masalah emosi atau perilaku.

Jika ini terjadi, sebaiknya minta bantuan dari psikolog anak atau konselor sekolah agar bisa cari tahu masalahnya dan bantu cari solusinya.

4. Bangun hubungan baik antara anak dan guru

Anak akan lebih semangat sekolah jika merasa nyaman dengan gurunya.

Jadi, penting sekali untuk menciptakan suasana sekolah yang mendukung, di mana anak merasa dihargai dan didukung.

5. Jangan langsung ambil keputusan untuk tinggal kelas lagi

Menahan anak di kelas yang sama belum tentu selalu jadi solusi terbaik. Pasalnya, hal ini justru bisa membuat anak tidak percaya diri dan minder.

Sebaiknya, fokus pada memberi bantuan tambahan agar anak bisa mengejar ketertinggalannya tanpa harus mengulang kelas, misalnya dengan remedial atau perbaikan nilai.

Cara mencegah anak tidak naik kelas

perkembangan kognitif anak adalah

Agar anak terhindar dari risiko tidak naik kelas, ada baiknya bantu ia mencegahnya sedari awal. Berikut cara mudah mencegah anak tidak naik kelas.

  • Bantu sejak awal. Jika anak mulai kesulitan belajar, segera beri bantuan seperti bimbingan tambahan atau belajar kelompok kecil.
  • Sesuaikan cara mengajar. Guru bisa menyesuaikan cara mengajar agar cocok dengan gaya belajar anak.
  • Dukung emosinya. Anak yang merasa didukung dan nyaman di sekolah lebih semangat belajar.
  • Berikan waktu belajar ekstra. Jika anak butuh waktu belajar tambahan untuk memahami pelajaran, anak bisa ikut kelas tambahan setelah sekolah atau saat libur.
  • Latih guru dengan baik. Guru yang terlatih akan lebih siap membantu anak yang kesulitan belajar.

Dengan dukungan yang tepat dari orangtua dan guru, anak bisa belajar lebih optimal sehingga terhindar dari kemungkinan tinggal di kelas yang sama pada tahun ajaran berikutnya.

Kesimpulan

  • Anak tidak naik kelas bisa disebabkan oleh faktor sosial ekonomi, kesehatan dan perkembangan, perilaku, serta lingkungan sekolah.
  • Untuk menghadapinya, orangtua bisa memberi bantuan belajar tambahan, bekerja sama dengan guru, serta melibatkan tenaga ahli bila perlu.
  • Mencegahnya bisa dilakukan sejak dini, seperti memberi bimbingan saat anak mulai kesulitan, menyesuaikan metode belajar, dan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan mendukung.
  • Dukungan dari orangtua dan guru sangat penting agar anak tetap semangat dan mampu mengejar ketertinggalannya.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Choo, A. L., King, C. J., & Barger, B. (2024). Remedial and Special Education. https://doi.org/10.1177/07419325241274574

Ferguson, H., Bovaird, S., & Mueller, M. (2007). The impact of poverty on educational outcomes for children. Paediatrics & child health12(8), 701–706. https://doi.org/10.1093/pch/12.8.701

González-Betancor, S. M., & López-Puig, A. J. (2016). Grade Retention in Primary Education Is Associated with Quarter of Birth and Socioeconomic Status. PloS one11(11), e0166431. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0166431

Schwartz, S. (2022). What Does Research Say About Grade Retention? A Few Key Studies to Know. Retrieved 4 June 2025 from https://www.edweek.org/leadership/what-does-research-say-about-grade-retention-a-few-key-studies-to-know/2022/11

Yang, M.-Y., Chen, Z., Rhodes, J. L. F., & Orooji, M. (2018). A longitudinal study on risk factors of grade retention among elementary school students using a multilevel analysis: Focusing on material hardship and lack of school engagement. Children and Youth Services Review88, 25–32. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2018.02.043

‌Kremer, K. P., Flower, A., Huang, J., & Vaughn, M. G. (2016). Behavior problems and children’s academic achievement: A test of growth-curve models with gender and racial differences. Children and youth services review67, 95–104. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2016.06.003

Galéra, C., Melchior, M., Chastang, J. F., Bouvard, M. P., & Fombonne, E. (2009). Childhood and adolescent hyperactivity-inattention symptoms and academic achievement 8 years later: the GAZEL Youth study. Psychological medicine39(11), 1895–1906. https://doi.org/10.1017/S0033291709005510

Versi Terbaru

12/06/2025

Ditulis oleh Reikha Pratiwi

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro, Sp.A

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

Belajar dengan Sistem Kebut Semalam (SKS), Apakah Efektif?

10 Cara Seru Mengajarkan Anak Belajar Membaca


Ditinjau oleh dr. Patricia Lukas Goentoro, Sp.A · Kesehatan Anak · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) · Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Diperbarui 12/06/2025

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan