Kerap merasa sedih atau kehilangan rasa percaya diri? Memiliki emosi negatif seperti kedua hal tersebut memang hal yang normal. Namun, emosi negatif yang muncul secara konsisten hampir setiap hari dapat menandakan gangguan depresi persisten atau distimia.
Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan jika Anda memiliki gangguan depresi persisten? Haruskah Anda segera mengunjungi psikolog? Temukan jawabannya melalui uraian berikut.
Apa itu distimia?
Distimia atau gangguan depresi persisten (PDD) adalah jenis gangguan depresi ringan atau sedang yang berlangsung lama.
Seseorang dengan PDD akan merasa muram, sedih, hampa, atau gejala depresi lainnya hampir setiap hari dalam jangka waktu yang lama.
Gejala yang dialami seseorang dengan distimia memang tidak separah gangguan depresi mayor. Meski begitu, PDD tentu akan sangat mengganggu aktivitas harian Anda.
Pasalnya, gangguan ini kerap menyebabkan penurunan harga diri, perasaan putus asa, dan kesulitan untuk merasakan kebahagiaan sehari-hari.
Tanda dan gejala distimia
Berdasarkan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi Ke-5 (DSM-5), gejala utama PDD pada orang dewasa adalah memiliki suasana hati yang buruk selama minimal dua tahun.
Sementara itu, anak-anak atau remaja cenderung menunjukkan sikap mudah tersinggung selama minimal satu tahun alih-alih gangguan suasana hati.
Kondisi tersebut biasanya tidak menghilang lebih dari dua bulan selama periode depresi. Selain itu, mereka setidaknya akan merasakan dua dari berbagai gejala distimia berikut.
- Nafsu makan kurang atau justru berlebihan.
- Insomnia (susah tidur) atau hipersomnia (tidur berlebihan).
- Mudah lelah.
- Perasaan rendah diri.
- Sulit konsentrasi atau mengambil keputusan.
- Muncul perasaan putus asa.
Jika Anda merasakan gejala depresi, bahkan yang tidak tertulis di atas, jangan ragu untuk segera mengunjungi psikolog.
Anda tidak perlu menunggu sampai gejala berlangsung selama dua tahun untuk berkonsultasi dengan psikolog.
Penyebab distimia
Sama seperti kebanyakan gangguan kesehatan mental, penyebab distimia tidak diketahui secara pasti.
Namun, risiko seseorang untuk mengalami gangguan depresi persisten bisa meningkat jika terdapat salah satu atau beberapa faktor risiko berikut.
- Gangguan fungsi otak, khususnya yang berkaitan dengan perubahan neurotransmiter.
- Riwayat keluarga dengan kondisi serupa atau jenis depresi lainnya.
- Peristiwa traumatis dalam hidup, termasuk pengalaman kehilangan orang tercinta atau tingkat stres yang tinggi.
Diagnosis distimia
Saat mendiagnosis pasien yang mengalami gejala distimia, dokter atau psikolog harus memastikan bahwa kondisi yang mereka alami bukan disebabkan oleh gangguan mental lainnya atau pengaruh zat tertentu.
Pasalnya, gejala depresi persisten memang bisa menyerupai atau muncul bersamaan dengan gejala depresi mayor, bipolar, dan gangguan kepribadian.
Oleh karena itu, sampaikan segala hal yang Anda rasakan dan sejak kapan Anda mulai mengalaminya kepada dokter atau psikolog.
Di samping melakukan tanya-jawab terkait gejala dan riwayat kesehatan, dokter mungkin juga meminta Anda melakukan tes darah atau urine untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain.
Pengobatan distimia
Setiap orang dengan distimia bisa menerima perawatan yang berbeda. Namun, perawatan gangguan depresi persisten biasanya dilakukan dengan menggabungkan pengobatan dan psikoterapi.
1. Obat-obatan
Menurut laman Mayo Clinic, seseorang dengan PDD biasanya diberikan obat antidepresan dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), trisiklik (TCA), atau serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI).
Antidepresan biasanya mulai menunjukkan hasil setelah dikonsumsi selama 4–6 minggu. Pastikan untuk tidak berhenti minum obat kecuali atas izin dokter, meskipun Anda sudah merasa membaik.
2. Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah jenis psikoterapi yang paling sering dijalani oleh seseorang dengan distimia.
Jenis terapi ini akan membantu seseorang dengan PDD untuk memahami kesalahan pola pikirannya sehingga mereka bisa mengubah respons atau perilakunya.
CBT juga akan membantu mengelola pemicu stres Anda. Agar hasilnya optimal, pastikan untuk selalu mengikuti jadwal terapi yang sudah diberikan.
Demi mendukung hasil perawatan dengan obat-obatan dan terapi, dokter biasanya juga meminta Anda menjalani gaya hidup sehat.
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti yang bisa digunakan untuk mencegah gangguan depresi persisten. Satu cara terbaik yang bisa Anda lakukan adalah menjalani gaya hidup sehat, baik secara fisik maupun mental.
Selain itu, jangan takut untuk datang ke psikolog demi memastikan kesehatan mental Anda. Ini bukanlah hal yang seharusnya membuat Anda malu.
Sebaliknya, kesadaran akan kesehatan mental adalah sesuatu yang seharusnya dimiliki semua orang.
Kesimpulan
- Distimia adalah jenis gangguan depresi ringan hingga sedang yang berlangsung lama. Gejalanya memang tidak seburuk gangguan depresi mayor, tetapi tetap tak boleh dibiarkan.
- Gejala utama distimia pada orang dewasa adalah suasana hati yang buruk selama dua tahun. Sementara itu, gejala yang tampak pada anak-anak dan remaja adalah sikap mudah tersinggung selam satu tahun.
- Pengobatan gangguan depresi persisten biasanya menggabungkan pemberian obat dan psikoterapi, khususnya jenis CBT.