backup og meta

7 Cara Bijak untuk Menghilangkan Kebiasaan Berbohong

7 Cara Bijak untuk Menghilangkan Kebiasaan Berbohong

Tidak hanya kepada orang lain, terkadang Anda juga bisa berbohong kepada diri sendiri. Jika dibiarkan, kebiasaan ini akan membawa dampak buruk dalam kehidupan Anda. Yuk, ketahui berbagai cara menghilangkan kebiasaan berbohong berikut ini!

Beragam cara menghilangkan kebiasaan berbohong

Kebohongan sering kali dikaitkan dengan perbuatan negatif. Biasanya, hal ini dilakukan untuk menghindari konflik atau situasi yang tidak menyenangkan.

Anda mungkin saja menganggap sepele kebohongan kecil, layaknya seorang anak yang suka berbohong. Meski begitu, perilaku ini pada akhirnya bisa berubah menjadi kebiasaan.

Makin lama Anda berbohong, makin sulit bagi Anda untuk berhenti melakukannya. Untungnya ada beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk menghindari perilaku ini.

Berikut ini adalah beberapa cara bijak untuk menghilangkan kebiasaan berbohong.

1. Ketahui alasan Anda suka berbohong

introvert hangover

Awalnya, Anda harus memahami penyebab orang berbohong. Apakah kebohongan ini muncul dari keinginan untuk menghindari konflik atau menyembunyikan sesuatu dari orang lain?

Menyadari penyebabnya bisa membantu Anda mencari solusi yang tepat. Dengan mengetahui alasan di balik perilaku ini, Anda bisa lebih sadar saat dorongan untuk berbohong muncul.

2. Biasakan diri untuk jujur dalam hal kecil

Mulailah dengan hal-hal sederhana, misalnya mengakui bila Anda terlambat datang ke kantor karena bangun kesiangan alih-alih menyalahkan lalu lintas yang macet.

Melatih kejujuran pada situasi kecil dapat membantu Anda membangun pola pikir yang lebih terbuka. Seiring waktu, kebiasaan jujur akan menjadi bagian dari kehidupan Anda.

3. Berlatih berpikir sebelum berbicara

Kebiasaan berbohong kerap muncul secara spontan. Tanyakan terlebih dahulu pada diri sendiri, “Apakah ini benar dan perlu dikatakan?”, sebelum memberi respons terhadap suatu hal.

Berpikir sejenak sebelum berbicara akan membantu Anda untuk berkomunikasi dengan lebih bijak. Hal ini juga sekaligus menjadi cara untuk menghindari perilaku dusta yang merugikan.

4. Dengarkan kata hati

Berusaha mendengarkan kata hati juga bisa menjadi cara lain untuk menghilangkan kebiasaan berbohong.

Contohnya, saat teman Anda meminta pendapat tentang pakaiannya, sampaikanlah pendapat Anda dengan jujur. Anda bisa berkata, “Menurutku warna lain lebih cocok untukmu,” daripada pura-pura menyukainya.

Kejujuran ini mungkin terkesan akan menyakiti perasaan orang lain. Meski demikian, bila Anda sampaikan dengan lembut, hal ini justru akan menunjukkan perhatian dan kepedulian Anda.

5. Hindari situasi yang mendorong untuk berbohong

Kebiasaan berbohong muncul saat Anda mengalami situasi yang sulit dan terpojok. Guna mengakalinya, cobalah untuk menghindari situasi-situasi yang membuat Anda terpaksa berbohong.

Misalnya, Anda harus menjemput pasangan pada pukul delapan malam. Agar tidak terlambat, usahakan untuk bersiap-siap jauh sebelum waktunya tiba.

Jika datang terlalu mepet waktu janjian, Anda kemungkinan akan berbohong pada pasangan dengan alasan jalanan macet dan lain sebagainya.

6. Jangan takut mengakui kesalahan

memaafkan orang yang dibenci

Kebiasaan berbohong sering kali berakar dari ketakutan untuk mengakui kesalahan. Ingat bahwa semua orang pernah membuat kesalahan dan mengakuinya adalah tanda kedewasaan. 

Menurut studi dalam jurnal Frontiers in Psychology (2019), orang yang menerima permintaan maaf cenderung mampu percaya kembali dengan orang yang menyakitinya.

Mengakui kesalahan tidak hanya mampu membangun kembali kepercayaan, tetapi juga bisa membantu menghilangkan kebiasaan berbohong.

7. Mintalah dukungan dari orang terdekat

Beri tahu orang terdekat tentang niat Anda untuk mengurangi kebiasaan berbohong. Dukungan dari teman, pasangan, atau orangtua dapat membantu menghentikan perilaku negatif ini.

Contoh hal sederhana yang bisa Anda lakukan adalah meminta mereka untuk mengenali ciri orang yang berbohong, seperti nada bicara yang berubah atau menghindari kontak mata.

Jadi, jika sewaktu-waktu Anda menunjukkan ciri-ciri tersebut, mereka bisa memberikan pengingat agar Anda tidak otomatis berbohong.

Tidak mudah memang menghilangkan kebiasaan berbohong. Pada beberapa kasus, kebiasaan ini bisa menjadi tanda dari gangguan psikologis yang disebut mitomania.

Seseorang yang mengidap mitomania punya dorongan yang kuat untuk terus berbohong tanpa alasan yang jelas. Kondisi ini pun tidak dapat dikendalikan oleh pengidapnya.

Apabila Anda kesulitan untuk menghindari perilaku dusta ini, ada baiknya konsultasikan dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan bantuan yang tepat.

Kesimpulan

  • Kebiasaan berbohong muncul karena dorongan untuk menghindari konflik atau situasi yang menimbulkan rasa tidak nyaman.
  • Beberapa cara untuk menghilangkan kebiasaan bohong yakni melatih kejujuran dari hal kecil, berpikir sebelum berbicara, dan tidak takut untuk mengakui kesalahan.
  • Jika perilaku ini masih berlanjut dan sulit dikendalikan, Anda dapat berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mendapatkan bantuan yang tepat.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

The truth about lying. (2016). Association for Psychological Science. Retrieved November 21, 2024, from https://www.psychologicalscience.org/observer/the-truth-about-lying

The truth about lying. (n.d.). University of Rochester Medical Center. Retrieved November 21, 2024, from https://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?contenttypeid=1&contentid=528#

How to recognize the signs that someone is lying. (2023). Simply Psychology. Retrieved November 21, 2024, from https://www.simplypsychology.org/how-to-tell-if-someone-is-lying.html

Kainth, T., & Gunturu, S. (2024). Pseudologia Fantastica. StatPearls Publishing. Retrieved November 21, 2024, from https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK606104/

Ma, F., Wylie, B. E., Luo, X., He, Z., Jiang, R., Zhang, Y., Xu, F., & Evans, A. D. (2019). Apologies repair trust via perceived trustworthiness and negative emotions. Frontiers in Psychology, 10. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.00758

Garrett, N., Lazzaro, S. C., Ariely, D., & Sharot, T. (2016). The brain adapts to dishonesty. Nature neuroscience, 19(12), 1727–1732. https://doi.org/10.1038/nn.4426

Jenkins, A. C., Zhu, L., & Hsu, M. (2016). Cognitive neuroscience of honesty and deception: A signaling framework. Current Opinion in Behavioral Sciences, 11, 130-137. https://doi.org/10.1016/j.cobeha.2016.09.005

Versi Terbaru

11/12/2024

Ditulis oleh Satria Aji Purwoko

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

Diperbarui oleh: Edria


Artikel Terkait

Tak Perlu Takut, Ini Cara Bicara Jujur ke Orangtua

Menghukum Anak Karena Berbohong Justru Akan Membuatnya Berbohong Lagi


Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 21 jam lalu

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan