Pepatah berkata, sekali Anda berkata bohong, maka Anda harus mempersiapkan kebohongan berikutnya. Hal ini ternyata memiliki penjelasan yang cukup ilmiah. Orang yang berbohong cenderung kecanduan dan melakukannya lagi. Apa saja yang menyebabkan orang berbohong secara psikologi? Apa yang membuat kebohongan tersebut menjadi candu?
Apa alasan orang berbohong?
Bohong sering dikaitkan dengan perbuatan yang negatif dan berdosa. Tentunya tak ada orang yang mau disebut pembohong. Namun kenyataannya, kita semua pasti pernah melakukannya beberapa kali.
Orang-orang mengatakan bahwa ia terpaksa berdusta demi menghindari konflik atau situasi yang tidak menyenangkan. Sebagai contoh, mungkin Anda pernah berdusta hanya karena tidak ingin dimarahi oleh orang tua.
Situasi yang serupa bisa terjadi setelah Anda dewasa. Anda mungkin saja berbohong tentang harga barang yang Anda beli agar tidak memicu pertengkaran dengan pasangan.
Terkadang, orang-orang berdusta untuk menjaga perasaan orang lain. Anda mungkin akan berpura-pura menyukai masakan seorang teman walau sebenarnya Anda merasakan hal yang sebaliknya. Ini Anda lakukan supaya teman tersebut tidak merasa sakit hati.
Namun, kebohongan juga bisa dilakukan dengan tujuan memanipulasi orang lain demi mendapatkan keuntungan. Mereka ingin mencoba mengendalikan situasi dan memberi pengaruh untuk mendapat reaksi yang diinginkan.
Ada kalanya, orang-orang ingin mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain atas sesuatu yang sebenarnya belum mereka miliki atau lakukan. Mereka pun berbohong mengenai pencapaian tersebut.
Apapun alasannya, fakta adalah yang paling baik untuk didengar. Lagi pula, Anda harus berhati-hati. Sekali berbohong, bisa membuat Anda kembali mengulanginya di kemudian hari.
Lalu mengapa orang berbohong berkali-kali?
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience menunjukkan bagaimana orang-orang tak cukup melakukan kebohongan hanya satu kali.
Dalam penelitian ini, para ahli melihat dan menganalisis otak seseorang yang sedang berbohong. Penelitian ini melibatkan 80 relawan dengan membuat beberapa skenario dan mengetes tingkat kebohongan dari masing-masing peserta.
Para ahli menyatakan bahwa kebiasaan berbohong tergantung dengan respons otak individu. Saat seseorang berdusta, maka bagian otak yang paling aktif dan bekerja ketika itu adalah amigdala. Amigdala merupakan area otak yang berperan penting dalam mengatur emosi, perilaku, serta motivasi seseorang.
Hasil penelitian meta-analisis lebih lanjut oleh Current Opinion of Behavioral Science juga menunjukkan bahwa berbohong terkait dengan aktivasi di daerah dorsolateral dan ventrolateral korteks prefrontal, insula anterior, dan lobulus frontalis superior.
Ketika orang berdusta untuk pertama kalinya, maka amigdala akan menolak perilaku yang Anda lakukan dengan menimbulkan respon emosi. Respons emosi ini dapat berupa rasa takut yang muncul ketika berkata bohong.
Namun bila ketakutan tersebut tak terbukti, maka amigdala akan menerima perilaku itu dan kemudian tidak lagi mengeluarkan respon emosi. Inilah yang membuat Anda berbohong lagi tanpa takut orang lain akan mengetahui kenyataannya.
Current Opinion of Behavioral Science juga menjelaskan bahwa hasil penelitian meta-analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa berbohong itu terkait dengan aktivasi di daerah dorsolateral dan ventrolateral korteks prefrontal, insula anterior dan lobulus frontalis superior.
Otak Anda melawan ketika berbohong, tetapi beradaptasi
Sebenarnya, tak hanya hati nurani yang terusik, otak juga bisa melawan ketika Anda berbohong. Ketika Anda mengatakan kebohongan, fisik Anda mulai mengalami perubahan, seperti detak jantung yang jadi lebih cepat, berkeringat lebih banyak, bahkan hingga gemetaran.
Ini artinya otak Anda merespons kebohongan yang Anda ucapkan sebelumnya. Kebohongan membuat otak Anda melawannya dengan menimbulkan berbagai perubahan kondisi tubuh.
Namun jika Anda melakukannya berkali-kali, apalagi ketika kebohongan pertama berhasil, maka otak justru beradaptasi dengan kebohongan yang Anda lakukan.
Otak mengira bahwa tidak masalah jika berbohong satu kali, sehingga otak akan beradaptasi dan lama kelamaan tidak ada lagi perubahan fungsi tubuh ketika Anda bohong.
Selain itu, hal tersebut menandakan bahwa respons emosional Anda terhadap kebohongan kian berkurang, sehingga ada akhirnya, Anda akan terus melakukan kebohongan.