Berfoto selfie kini nebhadu aktivitas yang tak boleh terlewatkan, baik saat kumpul dengan teman atau menonton konser musisi kesukaan. Namun, nyatanya kebiasaan foto selfie secara berlebihan dapat menimbulkan dampak buruk, terutama bagi kesehatan mental.
Apa itu selfie?
Fenomena selfie kian populer sejak kehadiran ponsel pintar dan media sosial. Bahkan, istilah ini sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia, yakni swafoto.
Secara harfiah, selfie atau swafoto adalah potret diri yang diambil sendiri menggunakan kamera ponsel atau kamera digital, biasanya untuk diunggah ke media sosial.
Aktivitas ini pada dasarnya dapat membawa manfaat positif, terutama bagi kalangan anak muda. Melakukan foto selfie membantu mereka untuk:
- mencari tahu dan mengenal lebih jauh tentang diri sendiri,
- mengabadikan dan membagikan peristiwa menarik yang dialami,
- terhubung dengan orang terdekat, seperti teman, keluarga, atau pasangan, dan
- bersenang-senang dan mengekspresikan diri secara bebas.
Di balik setiap manfaat, tentu terdapat risiko yang harus Anda tanggung. Berfoto selfie secara berlebihan mungkin menimbulkan dampak buruk bagi diri sendiri.
Para pakar psikologi pun mulai mencoba mencari tahu dampak fenomena kecanduan berfoto selfie, atau dikenal dengan istilah selfitis.
Selfitis, perilaku seseorang yang kecanduan selfie
Istilah selfitis atau kecenderungan berfoto selfie secara berlebihan pernah dibahas dalam studi yang diterbitkan International Journal of Mental Health and Addiction (2017).
Studi yang dilakukan oleh Dr. Mark Griffiths dan rekan peneliti dari Nottingham Trent University ini menilai perilaku selfie berdasarkan data yang bersumber dari wawancara terhadap 225 mahasiswa di India.
Hasilnya, para peneliti menetapkan Selfitis Behavior Scale (SBS), yakni skala yang digunakan untuk mengetahui tingkat keparahan selfitis yang seseorang alami.
Adapun skala SBS membagi perilaku ini ke dalam tiga kategori sebagai berikut.
- Borderline selfitis: mengambil setidaknya tiga selfie dalam sehari tanpa mengunggah foto tesebut ke media sosial.
- Acute selfitis: mengambil setidaknya tiga selfie dalam sehari, lalu menggunggahnya ke media sosial.
- Chronic selfitis: tidak bisa menahan keinginan mengambil selfie sepanjang waktu dan mengunggah setidaknya enam foto dalam sehari.
Dampak buruk foto selfie secara berlebihan
Pada dasarnya, selfitis bukanlah gangguan mental. Istilah ini tidak dijelaskan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) yang merupakan panduan untuk mendiagnosis gangguan mental.
Namun, jika tidak segera ditangani, berikut sejumlah dampak buruk yang mungkin terjadi akibat kecanduan selfie.
1. Meningkatkan risiko gangguan mental
Foto selfie dan media sosial terkadang membuat seseorang mulai membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini tentu bisa memperparah stres dan depresi yang telah dialami.
Dikutip dari Child Mind Institute, remaja yang perfeksionis dan fokus mengubah penampilannya setelah melihat citra baik di media sosial lebih berisiko mengalami gangguan makan.
2. Menumbukan citra tubuh negatif
Seseorang dengan selfitis lebih mungkin memiliki citra tubuh yang negatif. Ia bisa merasa cemas pada penampilan tubuh dan mulai berpikir bila dirinya memiliki kelainan tertentu, padahal tidak.
Kondisi psikologis yang disebut body dysmorphic disorder ini mungkin saja muncul setelah seseorang menerima komentar buruk tentang bentuk tubuh pada unggahan selfie-nya.
3. Merusak hubungan dengan orang lain
Banyak orang sepakat kalau mem-posting selfie ke media sosial cenderung dapat menghasilkan likes dan komentar yang lebih banyak. Namun, ini bisa menjadi bumerang bila dilakukan secara berlebihan.
Kecanduan selfie bisa saja merusak hubungan dengan orang terdekat Anda. Mereka mungkin akan sering mengabaikan Anda atau mulai berkomentar bila merasa terganggu.
4. Mengundang kejahatan siber
Tak jarang, Anda tidak memperhatikan privasi diri sendiri ketika bermain media sosial. Mungkin Anda pernah dengan sengaja atau tidak mengambil foto tiket perjalanan atau kartu identitas.
Hal ini tentu meningkatkan risiko Anda untuk menjadi korban kejahatan siber (cyber crime). Foto ini bisa disalahgunakan, salah satunya untuk melakukan tindak penipuan.
Tips mengatasi kecanduan selfie
Selfitis umumnya terjadi bersamaan dengan kecanduan media sosial. Maka dari itu, salah satu cara untuk mengatasi gangguan ini yakni dengan membatasi akses ke media sosial.
Anda dapat melakukan detoks media sosial (social media detox) dengan mengurangi akses ke media sosial atau menghentikannya sama sekali dari aktivitas sehari-hari.
Jadwalkan detoks selama beberapa minggu atau bulan. Sembari itu, Anda dapat mencari hal-hal lain yang disukai dalam kehidupan nyata, seperti mulai berolahraga atau melakukan hobi.
Pada awalnya, detoks media sosial tentu akan sulit dijalani. Akan tetapi, lama-kelamaan kebiasaan sehat ini bisa menghindarkan Anda dari dampak selfie dan penggunaan media sosial yang berlebihan.
Apabila Anda sudah mencoba berbagai cara dan belum berhasil mengatasi kecanduan, tak ada salahnya mencoba konsultasi dengan psikolog untuk menemukan solusi terbaik.
Kesimpulan
Kecanduan selfie atau selfitis tentu bisa menimbulkan dampak buruk, seperti memicu stres dan depresi, merusak hubungan dengan orang lain, hingga memancing kejahatan siber. Detoks media sosial bisa menjadi salah satu cara ampuh untuk mengatasi masalah perilaku ini.