Tak hanya anak-anak yang punya kebiasaan pilih-pilih makanan atau picky eating. Remaja dan orang dewasa pun bisa mengalami hal yang serupa, lho. Bedanya, picky eater pada orang dewasa bisa menjadi tanda gangguan mental. Simak penjelasannya berikut ini.
Picky eating pada orang dewasa terkait gangguan mental
Anak-anak punya kecenderungan untuk menjadi seorang picky eater. Kebiasaan pilih-pilih makanan ini termasuk wajar pada masa tumbuh kembang anak dan akan hilang seiring bertambahnya usia.
Meski begitu, kebiasaan ini mungkin bertahan hingga beranjak remaja dan dewasa, seperti yang diulas pada studi dalam Journal of Nutrition Education and Behavior (2021).
Penelitian yang dilakukan pada 488 mahasiswa dari Midwestern University tersebut menemukan bahwa 190 orang atau sekitar 39% dari keseluruhan partisipan memiliki kecenderungan perilaku picky eating.
Selain itu, para peneliti juga menemukan bahwa remaja picky eater cenderung mengalami fobia sosial (social anxiety disorder) dibandingkan mereka yang tidak.
Mereka umumnya membatasi asupan serat, terutama yang berasal dari sayuran sehingga ini juga dikaitkan dengan kualitas hidup yang lebih rendah.
Meski begitu, tetap diperlukan studi lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang menyebabkan picky eater pada orang dewasa, misalnya terkait pola makan dan gangguan mental lainnya.
Hubungan picky eating dan ARFID
Orang dewasa yang pilih-pilih makanan bisa membaik sering waktu asalkan memperoleh dukungan dari orang di sekitarnya. Jika tidak ditangani, kebiasaan ini bisa menimbulkan gangguan makan yang disebut ARFID.
ARFID atau avoidant restrictive food intake disorder merupakan salah satu diagnosis baru dalam buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Sebelumnya, gangguan makan ini dikenal sebagai selective eating disorder.
Kondisi ini mirip dengan anoreksia nervosa karena pengidapnya sama-sama membatasi jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi.
Bedanya, pengidap ARFID tidak merasakan adanya kekhawatiran pada bentuk atau ukuran tubuh mereka.
Dikutip dari National Eating Disorders Association, gejala ARFID dapat terlihat dari sisi fisik, perilaku, atau psikologis seperti berikut.
- Membatasi atau kurang nafsu makan pada jenis makanan tertentu. Kondisi ini bisa memburuk dari waktu ke waktu.
- Hanya memakan makanan dengan tekstur tertentu.
- Takut tersedak atau muntah saat makan.
- Penurunan berat badan yang drastis.
- Gangguan pencernaan, seperti kram perut, sembelit, dan refluks asam lambung.
- Ketidakteraturan siklus menstruasi.
- Pusing dan ingin pingsan.
- Gangguan tidur.
- Kulit kering, rambut menipis, dan kuku rapuh.
- Kelemahan otot.
- Penyembuhan luka yang lebih lambat.
- Gangguan kekebalan tubuh.
Pada orang dewasa, ARFID bisa menyebabkan ketidakseimbangan asupan gizi (malnutrisi), tekanan darah rendah, depresi, dan gangguan kecemasan.
Kondisi ini juga memengaruhi hubungan sosial karena pengidapnya kesulitan makan dengan orang lain dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan.
Sama halnya dengan pengobatan gangguan makan lain, ARFID bisa ditangani dengan terapi kognitif dan perilaku (cognitive behaviour therapy/CBT).
Pada dasarnya, pengobatan untuk gangguan makan sangat beragam. Setiap pasien akan menjalani perawatan yang sesuai dengan diagnosis gangguan makan dan keparahan kondisinya.
Apa tujuan terapi CBT pada pengidap gangguan makan?
Terapi kognitif dan perilaku (CBT) bertujuan untuk menormalkan kembali pola makan dengan mengubah pemahaman tentang perilaku yang negatif dan tidak sehat.
Cara mengatasi orang dewasa yang pilih-pilih makanan
Tidak semua kasus picky eater pada orang dewasa berkaitan dengan ARFID. Kondisi ini bisa membaik bila pengidapnya mendapatkan dukungan dari orang di sekitarnya.
Berikut beberapa cara yang bisa Anda coba untuk mengatasi masalah pilih-pilih makanan pada orang dewasa.
1. Motivasi diri untuk mengubah perilaku makan
Kebiasaan picky eating pada orang dewasa bisa menyebabkan renggangnya hubungan dengan orang lain.
Ini mungkin terjadi saat para picky eater menolak untuk makan makanan tertentu. Orang lain mungkin jadi sakit hati karena sudah menyiapkan makanan untuknya.
Untuk mengubah perilaku makan ini, cobalah mulai memotivasi diri dengan memikirkan bahwa kondisi ini bisa memperburuk hubungan Anda dengan orang lain.
2. Mulailah sedikit demi sedikit
Setiap orang punya caranya sendiri untuk mengatasi gangguan makan ini. Akan tetapi, cobalah untuk mengatur pola makan dengan cara yang semenyenangkan mungkin.
Jelaskan kondisi yang Anda alami kepada orang terdekat agar mereka mendukung perubahan yang hendak Anda lakukan dan tidak menghakimi.
Mulailah dari sesuatu yang kecil, jangan terburu-buru untuk memaksa diri Anda makan sepiring penuh makanan yang tidak disukai. Cukup dengan porsi kecil terlebih dahulu.
3. Kombinasikan makanan
Masaklah makanan yang tidak disukai dengan mengombinasikannya bersama makanan yang Anda sukai. Ini membuat makanan tersebut tampak lebih meyakinkan untuk dimakan.
Misalnya, Anda tidak suka makan wortel. Cobalah untuk membuat resep olahan wortel dengan mencampurkannya bersama daging ayam untuk dijadikan bakso atau nugget.
4. Kreasikan menu makanan
Sebagian orang dewasa yang picky eater juga tidak menyukai metode memasak tertentu. Oleh sebab itu, cobalah kreasikan makanan dengan mengubah cara masaknya.
Anda bisa mencoba memanggang sayuran yang biasa disayur, seperti wortel atau terong. Ini dipercaya membuat sayuran jadi lebih lembut dan terasa manis.
5. Teruslah mencoba
Mengubah perilaku orang dewasa yang pilih-pilih makanan tentu tidaklah instan. Terlebih bila penyebab gangguan makan ini sudah berlangsung lama dan jadi sebuah kebiasaan.
Teruslah mencoba makanan baru hingga Anda menyukainya. Tak perlu langsung mengunyah atau menelannya, cukup makan sedikit atau mencicipi rasanya terlebih dahulu.
Tidak semua orang mampu mengatasi picky eating yang dialaminya sendiri. Pengidap masalah ini sangat membutuhkan dukungan dan perhatian khusus dari lingkungan di sekitarnya.
Jangan ragu untuk konsultasi dengan dokter atau psikolog, terlebih bila perilaku picky eater pada orang dewasa mulai mengganggu kesehatan mental atau fisik pengidapnya.