Pegal-pegal atau lelah tentu merupakan hal yang wajar setelah Anda beraktivitas. Namun, bagi pengidap hipokondria, kondisi ini bisa diartikan sebagai gejala penyakit parah.
Tidak jarang, pengidap hipokondria atau hipokondriasis bahkan merasa sakit parah, padahal tubuh mereka tidak menunjukkan gejala apa pun. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Berikut penjelasannya.
Apa itu hipokondria?
Hipokondria adalah gangguan kecemasan yang membuat seseorang percaya bahwa ia mengidap penyakit serius atau mencemaskan kesehatannya secara berlebihan.
Kecemasan berlebihan terhadap kondisi kesehatan pada pengidap hipokondriasis bahkan sering kali tidak hilang meski dokter sudah menyatakan bahwa mereka dalam keadaan sehat.
Beberapa orang dengan hypochondria mungkin memang memiliki penyakit fisik. Namun, mereka akan merasa kondisinya lebih parah dari yang sebenarnya karena gangguan kecemasan ini.
Jika tidak segera diatasi, kondisi yang termasuk dalam kategori gangguan kecemasan ini tentu bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.
Tanda dan gejala hipokondria
Seseorang dengan hipokondria akan merasa bahwa gejala ringan yang mereka miliki merupakan tanda penyakit serius. Sebagai contoh, pegal-pegal karena beraktivitas bisa diartikan sebagai kanker tulang.
Selain ketakutan berlebih terhadap kondisi kesehatan, berikut adalah gejala hipokondria yang cukup umum.
- Berulang kali memeriksa kondisi tubuh, seperti mengukur tekanan darah atau suhu tubuh.
- Berusaha menghindari tempat atau lingkungan tertentu karena khawatir tertular penyakit.
- Menghabiskan waktu untuk mencari informasi terkait gejala yang dialami.
- Periksa ke dokter berulang kali meski hasil pemeriksaan selalu negatif.
- Mengartikan kondisi tubuh normal, seperti berkeringat sebagai gejala penyakit.
- Sering menceritakan kondisi kesehatannya pada orang lain.
Seseorang dengan hypochondria setidaknya akan mengalami berbagai gejala tersebut selama enam bulan.
Penyebab hipokondria

Sama seperti jenis gangguan kecemasan lainnya, sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab hipokondriasis.
Namun, beberapa kondisi berikut dinilai bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami hipokondria.
- Trauma masa kecil, misalnya menjadi korban pelecehan atau penelantaran.
- Stres ekstrem.
- Riwayat hypochondria atau gangguan kecemasan lainnya dalam keluarga.
- Riwayat sakit di masa kecil.
- Tumbuh dengan anggota keluarga yang sakit selama masa kanak-kanak.
- Gangguan kejiwaan lain, seperti kecemasan atau depresi.
- Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan.
- Kematian anggota keluarga atau kerabat dekat.
- Gangguan persepsi atau kondisi ketika seseorang merasakan sensasi yang tidak sesuai kenyataannya.
Komplikasi hipokondria
Jika tidak segera diatasi, hipokondria bisa menyebabkan berbagai komplikasi seperti berikut.
- Hubungan dengan orang-orang di sekitar seperti rekan kerja, pasangan, atau keluarga yang terganggu.
- Produktivitas menurun.
- Masalah finansial karena terlalu sering pergi ke dokter, bahkan saat tidak memiliki gejala gangguan kesehatan.
- Pemberhentian kerja karena terlalu banyak menghindari bertemu dengan orang lain.
- Peningkatan risiko gangguan mental lainnya, seperti depresi, gangguan kepribadian, hingga gangguan somatoform.
Diagnosis hipokondria
Mengutip laman Cleveland Clinic, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan bahwa tidak ada penyakit lain yang mendasari kondisi Anda.
Dokter akan menyarankan pemeriksaan lanjutan untuk kesehatan mental jika pasien dinilai mengidap hipokondria. Dokter akan mengawali pemeriksaan dengan berbagai pertanyaan berikut.
- Gejala yang Anda alami.
- Riwayat kesehatan keluarga.
- Kejadian traumatis atau stres berat yang pernah dialami.
- Obat-obatan yang pernah atau sedang dikonsumsi.
Melalui hasil tanya-jawab tersebut, dokter akan mendiagnosis kondisi Anda dengan mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5).
Pengobatan hipokondria
Tujuan pengobatan hypochondriasis adalah meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengontrol gejala.
Berikut adalah beberapa macam pengobatan yang kerap diberikan pada pasien hipokondria.
1. Terapi psikologi (psikoterapi)
Salah satu jenis psikoterapi yang umum dilakukan untuk mengatasi hipokondriasis adalah terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy/CBT).
Melalui CBT, terapis bisa membantu Anda mengenali sumber kecemasan yang berlebih dan secara bertahap mengubah respons Anda terhadap suatu gejala yang muncul.
2. Penggunaan obat-obatan
Antidepresan, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), merupakan salah satu obat yang kerap diresepkan pada pasien gangguan kecemasan, termasuk hipokondriasis.
Dokter bisa memberikan obat lain sesuai gejala yang Anda alami, misalnya antimania untuk gangguan mood.
Perawatan rumahan untuk hipokondria

Demi membantu proses pengobatan dari dokter, pasien hipokondria mungkin juga dianjurkan untuk menerapkan beberapa kebiasaan berikut selama berada di rumah.
- Cari tahu cara mengatasi stres, contohnya dengan relaksasi.
- Hindari penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang.
- Aktif secara fisik.
- Patuhi rencana pengobatan.
- Tidur yang cukup.
- Makan makanan bergizi.
Pencegahan hipokondria
Sampai saat ini, tidak ada cara khusus yang bisa Anda lakukan untuk mencegah hipokondria. Namun, beberapa upaya berikut bisa membantu menurunkan risikonya.
- Periksa ke dokter jika merasa cemas dengan kondisi tubuh.
- Hindari terlalu banyak membaca informasi tentang kesehatan jika hal ini justru membuat Anda cemas berlebihan.
- Jangan mendiagnosis diri sendiri (self–diagnosis) saat mengalami gejala tertentu.
Pemeriksaan kesehatan secara rutin (medical check-up), tetapi tidak berlebihan juga bisa mengurangi risiko hipokondria. Pemeriksaan ini akan memberikan gambaran kondisi kesehatan Anda secara berkala.
Kesimpulan
- Hipokondria adalah gangguan kecemasan yang membuat seseorang khawatir secara berlebihan dengan kondisi kesehatannya.
- Ditandai dengan anggapan bahwa gejala minor atau bahkan kondisi tubuh yang sehat merupakan gejala penyakit parah.
- Tidak diketahui apa penyebab pastinya. Namun, beberapa kondisi, seperti trauma masa kecil, stres ekstrem, dan gangguan kejiwaan lain dinilai bisa meningkatkan risikonya.
- Umumnya diatasi dengan terapi psikologi. Jika dibutuhkan, dokter bisa memberikan obat sesuai gejala yang menyertainya.