Pernahkah Anda merasa takut saat berada di dalam ruang sempit, seperti elevator atau terowongan? Jika rasa takut tersebut cukup intens, Anda mungkin memiliki kondisi yang disebut claustrophobia.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang fobia satu ini, simak ulasan berikut.
Apa itu claustrophobia?
Claustrophobia adalah rasa takut yang berlebihan atau tidak masuk akal terhadap ruangan sempit dan tertutup.
Beberapa tempat yang terasa menakutkan bagi seseorang dengan klaustrofobia adalah lift, terowongan, kereta bawah tanah, dan toilet umum.
Seseorang dengan jenis gangguan kecemasan ini bahkan bisa mengalami ketakutan hanya dengan memikirkan ruangan sempit atau membayangkan sedang berada di dalamnya.
Seseorang bisa dinilai memiliki claustrophobia jika mengalami kecemasan yang intens terhadap ruang tertutup selama setidaknya enam bulan.
Tanda dan gejala claustrophobia
Serangan panik merupakan gejala yang paling sering muncul pada seseorang ketika menghadapi fobianya.
Selain kecemasan yang luar biasa, serangan panik pada seseorang dengan fobia juga bisa menimbulkan gejala fisik berupa:
- keringat berlebih,
- tubuh mendadak panas atau kedinginan,
- sesak napas,
- denyut jantung cepat,
- mual,
- gemetar,
- nyeri dada,
- sakit kepala dan pusing,
- perasaan ingin pingsan,
- mati rasa atau kesemutan,
- mulut kering,
- keinginan untuk pergi ke toilet,
- telinga berdengung, dan
- kebingungan atau disorientasi.
Tak jarang, fobia juga membuat seseorang takut kehilangan nyawanya. Sebagai contoh, claustrophobia akan membuat seseorang berpikir bahwa lift yang dinaikinya akan terjatuh.
Gejala fobia biasanya muncul selama 5–30 menit. Dengan begitu, tak heran jika kondisi ini membuat seseorang yang mengalaminya tersiksa.
Oleh karena itu, rasa takut atau kecemasan intens yang dirasakan seseorang dengan fobia sebaiknya tidak diabaikan.
Apa penyebab claustrophobia?
Sampai saat ini, penyebab fobia belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini biasanya berasal dari peristiwa traumatis, terutama yang dialami selama masa kanak-kanak.
Berikut adalah beberapa kejadian traumatis yang dinilai bisa menyebabkan claustrophobia.
- Terjebak di dalam ruang tertutup untuk waktu yang lama.
- Pernah menjadi korban perundungan atau kekerasan.
- Terjebak dalam turbulensi parah saat bepergian dengan pesawat terbang.
- Terjebak di terowongan saat berkendara.
Selain itu, seseorang yang memiliki keluarga dengan claustrophobia atau jenis fobia lainnya juga dinilai lebih berisiko mengalami kondisi ini.
Bagaimana cara mengatasi claustrophobia?
Dengan perawatan yang tepat, semua jenis fobia bisa diatasi. Oleh karena itu, jangan malu untuk mencari pertolongan medis ketika Anda tidak bisa mengendalikan gejala fobia.
Berbekal kemauan yang kuat, berikut adalah beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengatasi ketakutan akan ruangan sempit dan tertutup.
1. Flooding
Laman Better Health Channel menyebutkan bahwa terapi flooding merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengatasi klaustrofobia.
Saat menjalani terapi ini, pasien akan diminta untuk berada di dalam ruangan sempit yang menjadi pemicu dari perasaan takut dan serangan panik.
Anda akan diminta untuk terus berada di dalam ruangan tersebut sampai serangan panik berakhir.
Tujuan dari metode ini adalah menyadarkan pasien bahwa ruangan sempit tidak akan menimbulkan bahaya atau menyakitinya.
2. Counter-conditioning
Jika pasien merasa belum mampu menjalani terapi flooding, metode lain yang patut dicoba adalah counter-conditioning.
Pada metode ini, terapis akan mengajarkan pasien untuk membayangkan atau melakukan sesuatu yang menyenangkan saat bertemu pemicu fobia.
Dengan begitu, pasien diharapkan bisa mengaitkan situasi yang menakutkan tersebut dengan sesuatu yang menyenangkan.
Metode ini dianggap berhasil jika pasien mampu menghadapi situasi yang menyebabkan fobia tanpa merasa cemas atau khawatir.
3. Modelling
Terapi modelling dilakukan dengan cara memberikan contoh kepada pasien tentang bagaimana cara menghadapi rasa takut saat berada di situasi yang memicu klaustrofobia.
Pasien akan diminta untuk mengingat langkah-langkah yang dicontohkan kepadanya. Semakin fokus pasien dalam memerhatikan contoh, semakin baik hasilnya.
Setelah itu, pasien akan diminta untuk melakukan sendiri langkah-langkah tersebut. Selama terapi ini, harus ada sesuatu yang menjadi motivasi bagi pasien agar ia dapat mengulang kembali apa yang ia contoh.
4. Cognitive behavioral therapy (CBT)
Saat menjalani terapi CBT, seseorang dengan claustrophobia akan diminta untuk mengubah pola pikirnya sehingga bisa memberikan respons yang berbeda ketika berada di ruang sempit.
Selain itu, terapis biasanya juga mengajarkan beberapa cara untuk menyalurkan stres, seperti dengan berolahraga, menulis buku harian, hingga latihan pernapasan.
5. Penggunaan obat-obatan
Selain terapi, seseorang dengan masalah kesehatan mental ini juga bisa menerima perawatan dengan obat-obatan.
Namun, pengobatan ini tidak bertujuan menyembuhkan rasa takut, melainkan meredakan gejala yang menyertai.
Sebagai contoh, dokter bisa memberikan antidepresan untuk mengurangi kecemasan. Selain itu, ada pula beta blocker untuk mengatasi masalah pada jantung.
Meski bagi beberapa orang ruangan sempit terasa biasa saja, Anda tidak perlu malu jika merasa sangat ketakutan ketika berada di dalamnya.
Namun, demi mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, Anda sebaiknya tetap menerima perawatan. Pasalnya, fobia mungkin membuat Anda harus menghindari kondisi tertentu yang sebenarnya Anda butuhkan.
Kesimpulan
- Claustrophobia adalah ketakutan dan kecemasan yang berlebihan terhadap ruang sempit, seperti lift, kamar mandi, dan terowongan.
- Serangan panik adalah gejala umum klaustrofobia. Kondisi ini juga kerap disertai gejala fisik, seperti keringat dingin, mual, gemetar, hingga disorientasi.
- Penyebab claustrophobia adalah peristiwa traumatis, terutama selama masa kanak-kanak, seperti terjebak di terowongan dan menjadi korban perundungan.
- Klaustrofobia bisa diatasi dengan psikoterapi flooding, counter-conditioning, modelling, dan CBT.