weight: 400;”>Baca semua artikel tentang coronavirus (COVID-19) di sini.
Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Setelah hampir dua bulan tidak memiliki kasus baru, pemerintah kota Beijing, Tiongkok pekan lalu melaporkan kemunculan kembali kasus COVID-19 di wilayahnya. Otoritas kesehatan setempat menanggapi ini dengan mewajibkan tes asam nukleat bagi orang-orang yang berisiko tinggi terjangkit COVID-19.
Beijing secara resmi mengumumkan lebih dari 100 kasus baru COVID-19 pada Minggu (14/6). Ini merupakan klaster penularan pertama yang dilaporkan setelah kota tersebut memberlakukan lockdown selama hampir dua bulan.
Sumber penularan dan seberapa luas cakupannya masih diselidiki. Meski begitu, ada bukti kuat bahwa penularan berawal dari aktivitas masyarakat di pasar grosir Xinfadi. Laporan terbaru menyebutkan ada 67 kasus COVID-19 baru di pasar tersebut.
Guna mencegah gelombang kedua COVID-19, otoritas kesehatan Beijing melakukan tes asam nukleat pada lebih dari 200.000 orang yang mengunjungi pasar Xinfadi hingga 30 Mei. Pelaksanaan tes COVID-19 ini melibatkan lebih dari 79 institusi di seluruh penjuru kota.
Pada Minggu (15/6), Beijing kembali mengadakan tes asam nukleat pada 75.499 sampel dengan 59 orang dinyatakan positif. Jika ditambah dengan kasus sebelumnya, total kasus di Tiongkok kini mencapai 83.181 orang dengan 177 kasus aktif.
Saat ini, lebih dari 8.000 pedagang di pasar Xinfadi sudah diperiksa dan terus dipantau kondisinya. Sebanyak 3.852 orang yang berkontak dekat dengan pasien masih berada dalam pengawasan medis, sedangkan 392 orang sudah dinyatakan aman.
[covid_19]
Selain mendeteksi kasus baru COVID-19, para peneliti di Beijing juga menggunakan tes asam nukleat untuk mengetahui asal virus tersebut. Coronavirus yang ditemukan di pasar Xinfadi ternyata merupakan kasus impor dari Eropa.
Pemerintah setempat kini telah menutup pasar Xinfadi dan lima pasar lain yang sejenis. Mereka juga kembali membatasi perjalanan udara setelah menemukan 17 kasus positif pada penumpang.
Beberapa gejala COVID-19 sangat mirip gangguan pernapasan umum. Di sisi lain, banyak pula pasien COVID-19 yang tidak bergejala sehingga tidak terdeteksi. Oleh sebab itu, diperlukan tes khusus yang bisa mendeteksi penyakit ini secara akurat.
Secara umum, ada dua jenis tes yang digunakan untuk mendiagnosis COVID-19. Tes pertama adalah rapid test atau tes antibodi. Metode ini tidak mendeteksi SARS-CoV-2 secara langsung, melainkan antibodi pasien COVID-19 yang dibentuk sistem imun setelah terkena virus.
Menurut American Society for Microbiology, tes antibodi dapat menunjukkan siapa yang pernah terinfeksi virus, tapi tidak memberitahu apakah virus tersebut masih ada. Tes ini juga perlu diulang karena antibodi bisa saja baru terbentuk setelah tes dilakukan.
Metode kedua untuk mendeteksi COVID-19 adalah tes asam nukleat. Tes ini dilakukan dengan melihat bahan genetik (RNA) virus pada sampel lendir hidung dan tenggorokan. Jika terdapat RNA pada sampel, berarti virus masih ada dan pasien dinyatakan positif.
Menyusul banyaknya laporan kasus baru, kota Beijing memperluas cakupan tes asam nukleat hingga lebih dari 90.000 sampel setiap hari. Badan pengendalian penyakit kota tersebut kini fokus melakukan tes asam nukleat pada orang yang dinilai berisiko tinggi terjangkit COVID-19.
Berikut kriterianya:
Begini Prosedur Tes Swab COVID-19 yang Katanya Bikin Sakit dan Geli
Semua orang yang baru tiba di Beijing akan menjalani karantina selama 14 hari terlebih dulu. Setelah itu, barulah mereka menjalani tes asam nukleat untuk memastikan ada atau tidaknya infeksi COVID-19.
Tes asam nukleat adalah salah satu metode andalan untuk mendiagnosis COVID-19. Di Beijing ataupun wilayah lain dengan risiko penyebaran yang tinggi, tes ini amat berguna untuk mendeteksi kasus baru sehingga laju penularan dapat ditekan.
Tidak hanya Beijing, negara mana pun dapat diterpa gelombang kedua COVID-19 jika lengah dalam mencegahnya. Anda dapat berperan aktif dengan menerapkan physical distancing dan menaati protokol kesehatan.
Catatan
Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Patricia Lukas Goentoro
General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar