Salah satu subvarian baru COVID-19, Omicron XBB, diketahui telah masuk ke Indonesia. Hingga Kamis (25/10), setidaknya sudah ada delapan kasus COVID-19 dengan subvarian tersebut di tanah air.
Seberapa parah subvarian ini? Apa saja gejalanya?
Gejala COVID-19 subvarian Omicron XBB
Menurut hasil observasi pemerintah Indonesia, gejala subvarian Omicron XBB terbilang ringan. Gejalanya mungkin akan terasa seperti saat Anda mengalami flu biasa.
Berikut beberapa gejala yang bisa menjadi tanda Anda terserang COVID-19 subvarian Omicron XBB.
- Batuk.
- Hidung meler.
- Demam.
- Nyeri otot.
- Tubuh terasa lelah.
- Sakit kepala.
- Nyeri.
- Mual dan muntah.
- Sesak napas.
Apabila Anda mengalami gejala di atas, segeralah memeriksakan diri ke dokter. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan penanganan yang tepat.
Awal munculnya COVID-19 subvarian Omicron XBB di Indonesia
Kasus XBB pertama kali ditemukan di Indonesia pada 26 September 2022. Subvarian ini diketahui menginfeksi seorang wanita yang baru kembali dari Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Hingga saat ini, total sudah ada delapan kasus subvarian Omicron XBB yang tercatat di Indonesia. Lima di antaranya berasal dari DKI Jakarta, sedangkan sisanya ditemukan di Lampung, Kalimantan, dan Bali.
Dari kedelapan kasus tersebut, dua di antaranya tertular virus ini saat melakukan perjalanan ke luar negeri. Sementara itu, enam sisanya terinfeksi lewat penularan di dalam negeri.
Varian XBB sendiri merupakan virus hasil pertukaran materi genetik antara subvarian BA.2.10.1 dan BA.2.75. Gen virus ini memiliki 14 mutasi ekstra dibandingkan dengan BA.2.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), subvarian ini sudah terdeteksi di 35 negara. Singapura dan India menjadi dua dari beberapa negara yang memiliki jumlah kasus tertinggi.
Seberapa bahaya COVID-19 subvarian Omicron XBB?
XBB adalah subvarian COVID-19 Omicron dengan tingkat kematian rendah. Namun, subvarian ini tidak boleh diremehkan karena tingkat kematiannya masih berpotensi meningkat.
Selain itu, penularannya dinilai lebih cepat dari dua subvarian lain, yaitu BA.5 dan BA.2. Maka dari itu, protokol kesehatan 5M harus tetap dipatuhi hingga kasus COVID-19 benar-benar hilang.
Sama seperti subvarian Omicron lainnya, virus ini juga menyerang saluran pernapasan bagian atas. Perbedaannya terletak pada gejala tambahan, yaitu mual dan muntah.
Selain itu, kehadiran gejalanya sering kali tidak disadari karena hampir mirip dengan gejala flu biasa. Kondisi tersebutlah yang kemudian membuat penularan virus ini semakin cepat.
Terlebih, subvarian ini juga memiliki kemampuan untuk mengelabui antibodi. Sifat tersebut bisa membuatnya berpotensi tidak terdeteksi tes antigen.
Orang yang sudah pernah terkena COVID-19 masih berpeluang untuk terinfeksi virus ini. Begitu pula Anda yang telah mengikuti vaksinasi COVID-19, risiko terinfeksi masih tetap ada.
Pengobatan COVID-19 subvarian Omicron XBB
Ketika merasakan gejala COVID-19 subvarian Omicron XBB, Anda tidak perlu panik. Segeralah memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Jika Anda positif terinfeksi dan boleh melakukan perawatan di rumah, segeralah lakukan isolasi mandiri. Selama proses isolasi, pastikan Anda mengikuti langkah-langkah berikut.
- Beristirahat dengan cukup.
- Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
- Minum obat sesuai rekomendasi dokter.
Apabila kondisi Anda tidak kunjung membaik, kembali periksakan diri ke dokter. Hal serupa juga berlaku jika Anda merasakan gejala tambahan.
Setelah membaik, lakukan tes ulang untuk memeriksa apakah masih ada virus aktif dalam tubuh Anda. Jika sudah negatif, Anda bisa kembali beraktivitas sesuai persetujuan dokter.
Seputar COVID-19 subvarian Omicron XBB
- Gejalanya sulit dikenali karena mirip dengan flu biasa.
- Memiliki gejala tambahan, yaitu mual dan muntah.
- Tingkat kematian rendah, tetapi penularannya tinggi (melebihi subvarian Omicron lain).
- Mungkin bisa lolos tes antigen karena dapat mengelabui antibodi.
- Bisa menginfeksi orang yang pernah terkena COVID-19 atau telah divaksin.
- Total ada delapan kasus di Indonesia hingga Oktober 2022, yang tersebar di DKI Jakarta, Lampung, Kalimantan, dan Bali.
- Singapura dan India merupakan dua dari beberapa negara dengan kasus penularan tertinggi menurut data WHO.