Berbagai mutasi dan varian virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 terus bertambah. Setelah varian Lambda, semua orang kembali dibuat waspada dengan munculnya varian baru, yakni varian Mu. Agar terhindar dari penularan, maupun lebih cepat tanggap dengan penyakit ini, mari simak ulasan lengkap mengenai COVID-19 varian Mu yang mulai terdeteksi di negara yang berdekatan dengan Indonesia, yakni Jepang dan Korea Selatan.
Apa itu varian Mu Covid-19?
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperbarui informasi mengenai varian terbaru dari virus SARS-CoV-2, yakni varian Mu atau dikenal juga dengan sebutan strain B.1.621. Varian ini pertama kali teridentifikasi di Kolumbia pada bulan Januari lalu. Informasi ini baru disebarkan pada khalayak pada Selalu, 30 Agustus 2021.
Varian Mu menjadi salah satu hasil mutasi dari virus penyebab COVID-19 yang menempati urutan kelima pada kategori varian yang perlu diperhatikan (variants of interest).
Dr Paúl Cárdenas, spesialis penyakit menular, kepada BBC Science Focus menjelaskan bahwa mutasi varian ini mirip dengan Beta, Iota, Delta, Alpha, dan Gamma, serta Eta. Mutasi varian ini sama seperti varian lain, yakni pada spike protein-nya.
Spike protein adalah bagian permukaan virus yang berbentuk seperti paku-paku menancap dan sangat antigenik. Bagian ini seolah berfungsi sebagai pintu masuk virus ke dalam tubuh manusia.
Varian COVID-19 yang dikelompokkan WHO ke dalam kategori variants of interest harus memenuhi sejumlah syarat seperti:
- Diketahui mengalami perubahan genetik yang membedakan dengan varian lainnya, yang kemungkinan juga cara penularannya, tingkat keparahan gejalanya, dan pengaruhnya pada kekebalan tubuh juga berbeda.
- Menyebabkan terbentuknya transmisi pada kelompok-kelompok tertentu dan mungkin memberikan dampak pada kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Bagaimana persebaran varian Mu COVID-19?
Berdasarkan pelacakan COVID yang dilakukan oleh GISAID (Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data), varian Mu pertama kali ditemukan di Kolombia. Pada negara tersebut, varian ini menyebabkan 852 kasus.
Per 1 September 2021, varian ini telah terdeteksi setidaknya pada 40 lebih negara, seperti:
- Inggris,
- Jepang,
- Korea Selatan,
- Meksiko,
- Ekuador,
- Florida, dan
- beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa varian ini belum terdeteksi di Indonesia. Dari hasil genome sequencing, 90% kasus di Indonesia disebabkan oleh varian Delta, sementara varian lainya adalah varian Beta dan varian Alpha, dikutip dari detikhealth (3/9/2021).
Walaupun sudah terdeteksi di 40 negara, prevalensinya hanya sekitar 0,1 % di seluruh dunia. Penelitian mengenai varian ini masih di tahap awal sehingga terlalu dini untuk dipastikan apakah lebih menular atau lebih berbahaya daripada varian lainnya.