backup og meta

Mengenal Sleep Inertia yang Bikin Uring-uringan Saat Bangun Tidur

Mengenal Sleep Inertia yang Bikin Uring-uringan Saat Bangun Tidur

Saat bangun tidur, pernahkah Anda merasa dalam keadaan tak berdaya atau malah bangun dengan perasaan jengkel. Bisa jadi Anda telah mengalami sleep inertia. Apa itu? Mari simak penjelasan berikut.

Apa itu sleep inertia?

sleep inertia
Sumber: Waido

Sleep inertia adalah istilah yang mengacu pada keadaan transisi antara tidur dan bangun. Ini ditandai dengan pusing yang Anda rasakan saat Anda tak lagi tidur tapi belum benar-benar terbangun. Pada saat itu, tubuh belum bisa sepenuhnya bekerja, kewaspadaan masih rendah, dan ada keinginan untuk tidur lagi.

Biasanya, sleep inertia berlangsung sekitar 5-30 menit. Pada orang yang kurang tidur, fenomena ini bisa berlangsung selama beberapa jam. Kebanyakan sleep inertia terjadi setelah seseorang melakukan tidur pendek.

Meski merupakan hal biasa, sleep inertia tentu dapat menimbulkan rasa tak nyaman apalagi bila sudah sering terjadi.

Mengapa sleep inertia bisa terjadi?

Sebenarnya, belum ditemukan apa penyebab pasti yang membuat kondisi ini bisa terjadi. Namun, ada beberapa faktor yang memungkinkan kemunculannya.

Salah satu faktornya adalah tahapan tidur yang telah terjadi sebelum Anda terbangun. Perlu diketahui, ada empat tahap tidur yang dilewati manusia. Tiga tahap pertama adalah fase NREM (non-rapid eye movement), dan satu tahap selanjutnya adalah fase REM (rapid eye movement).

Tahap pertama yaitu tidur ringan, saat tubuh dan pikiran berada di antara realita dan alam bawah sadar. Memasuki tahap tidur kedua, denyut jantung dan pernapasan akan melambat dan Anda menjadi semakin jatuh ke dalam tidur Anda.

Baru kemudian, Anda tidur nyenyak pada tahap tidur ketiga. Lalu, fase terakhir adalah fase REM di mana Anda akan mendapatkan mimpi.

Selama tahap ketiga, otak akan menghasilkan gelombang delta yang lebih tinggi dibanding tahap sebelumnya. Gelombang delta ini membuat Anda menjadi tidak responsive pada keadaan sekitar. Jika Anda tiba-tiba terbangun pada tahap ini, besar kemungkinannya Anda akan mengalami sleep inertia.

Selain itu, sleep inertia juga bisa disebabkan oleh pengaktifan yang lebih lambat pada beberapa bagian otak setelah bangun tidur seperti korteks prefrontal (PFC) yang berfungsi sebagai pengambil keputusan dan pengendalian motorik tubuh.

Bagian PFC pada otak bisa membutuhkan waktu 30 menit lebih lama untuk mengejar ketertinggalan dengan bagian tubuh yang lain.

Apakah fenomena ini berbahaya?

cara agar tidak mengantuk saat bekerja

Kebanyakan sleep inertia yang terjadi tidak menimbulkan bahaya, karena fenomena ini sebenarnya adalah proses tubuh untuk beralih dari keadaan terlelap menjadi terjaga.

Hanya saja, kondisi ini bikin kurang fokus sehingga bila langsung dipaksakan untuk melakukan sesuatu setelahnya, besar kemungkinan Anda jadi tak hati-hati. Ini juga bisa menimbulkan masalah kecil seperti menabrak benda di sekeliling saat berjalan.

Bukan berarti sleep inertia tidak menimbulkan risiko sama sekali. Terutama jika Anda memiliki pekerjaan selalu membutuhkan pengambilan keputusan penting pada saat yang genting seperti tenaga kesehatan, pilot, dan pekerjaan di ranah hukum.

Anda juga sebaiknya tidak mengemudi setelah mengalami sleep inertia untuk menghindari risiko mengalami hal-hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan.

Lantas, bagaimana cara mencegah sleep inertia?

Memasang alarm pengingat aturan minum obat TBC

Untungnya, ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya kondisi ini.

Menjaga jadwal dan kebutuhan tidur tetap terpenuhi dengan baik adalah cara paling utama. Kebanyakan sleep inertia terjadi setelah Anda bangun dari tidur pendek. Tidur malam yang lebih teratur akan mengurangi kemungkinan Anda untuk tidur di tengah hari.

Selain itu, sebaiknya biarkan tubuh Anda untuk bangun dengan sendirinya. Terbangun dengan paksa seperti karena alarm atau suara lainnya akan membuat Anda mengantuk, sebab pada saat itu kadar melatonin yang mendorong Anda untuk tidur masih tinggi.

Namun, tentu ada sebagian dari Anda yang membutuhkan alarm bangun tidur terutama jika Anda harus bangun lebih awal untuk pergi bekerja atau ke sekolah. Maka dari itu, cobalah tidur sesuai dengan lama waktu yang dibutuhkan.

Misalnya, kebutuhan tidur per hari Anda adalah 7-8 jam. Anda akan tidur pada pukul 10 malam, aturlah alarm pada jam 5 atau 6 pagi. Usahakan untuk selalu mengatur alarm pada jam yang sama untuk membuat tubuh lebih terbiasa bangun pada waktu tersebut.

Setelah terbangun, sebaiknya tidak langsung melakukan aktivitas. Gunakan 15-30 menit terlebih dahulu untuk membiarkan tubuh Anda aktif secara perlahan.

Jika menggunakan alarm, hindari tombol tunda (snooze) untuk waktu bangun. Jika terus melakukannya, hal ini akan mendorong otak Anda menangkap sinyal untuk tertidur lagi setelahnya.

Selanjutnya, Anda bisa langsung mencuci muka dengan air dingin. Meski belum terbukti secara ilmiah, mencuci muka dengan air dingin dipercaya efektif untuk mengurangi rasa kantuk. Kurangi konsumsi kafein sebelum tidur dan pindahkan saat Anda bangun dengan porsi secukupnya.

[embed-health-tool-heart-rate]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Dolan, E. (2018). ‘Sleep inertia’ from short naps linked to reduced connectivity between brain networks. Retrieved 4 June 2020, from https://www.psypost.org/2018/10/sleep-inertia-from-short-naps-linked-to-reduced-connectivity-between-brain-networks-52345

Sleep Inertia: What It Is and How To Fight It. Retrieved 4 June 2020, from https://www.sleepadvisor.org/sleep-inertia/

Versi Terbaru

18/12/2020

Ditulis oleh Winona Katyusha

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro

Diperbarui oleh: Fidhia Kemala


Artikel Terkait

Kapan Waktu yang Tepat untuk Bangun Pagi?

Susah Tidur Malam Tak Selalu Gejala Insomnia, Apa Sebabnya?


Ditinjau secara medis oleh

dr. Patricia Lukas Goentoro

General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Winona Katyusha · Tanggal diperbarui 18/12/2020

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan