Dalam ranah hukum, penyidik sering menggunakan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan guna mengungkap kebenaran yang sesungguhnya dalam beberapa kasus. Kadang, jika seseorang melamar profesi pekerjaan tertentu, lie detector juga diperlukan saat wawancara berlangsung. Kira-kira, bagaimana cara kerja lie detector? Apakah ini efektif untuk menemukan kebenaran?
Apa itu lie detector?
Lie detector (detektor kebohongan) adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan pada manusia dengan menggunakan mesin polygraph.
Sementara itu, polygraph adalah perangkat yang mengumpulkan dan memungkinkan analisis respons fisiologis manusia melalui sensor yang secara fisik terhubung ke individu yang diperiksa oleh sistem ini.
Alat ini awalnya ditemukan pada awal tahun 1902. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, lie detector sudah memiliki banyak versi yang lebih modern dan lebih canggih.
Seperti yang Anda ketahui, alat pendeteksi kebohongan juga kerap digunakan dalam proses penyelidikan tindakan kriminal.
Bahkan, penggunaan detektor kebohongan dalam interogasi dan investigasi polisi telah dilakukan sejak tahun 1924.
Namun, hingga kini, alat pendeteksi kebohongan masih kontroversial di kalangan psikolog dan tidak selalu dapat diterima secara hukum.
Fungsi lie detector
Sesuai namanya, lie detector berfungsi untuk mendeteksi kebohongan melalui alat-alat vital Anda, seperti detak jantung, pernapasan, dan kulit.
Reaksi psikologis yang muncul ketika Anda mengucapkan sesuatu, apapun itu, tanpa disadari akan memengaruhi kerja organ tubuh.
Melalui sensor-sensor yang menempel di tubuh Anda, penyelidik bisa menemukan apakah ada perubahan abnormal pada ketiga fungsi tubuh di atas.
Hasilnya kemudian langsung tertera pada sebuah kertas grafis. Pemeriksaan melalui alat pendeteksi kebohongan umumnya berlangsung selama kurang lebih 1,5 jam.
Bagaimana cara kerja lie detector?
Ketika Anda melakukan tes dengan lie detector, terdapat sekitar 4 sampai 6 sensor yang akan dihubungkan ke tubuh.
Ada pula alat sensor digital lain yang dihubungkan ke seluruh tubuh untuk mengetahui ada tidaknya perubahan psikologis ketika seseorang berbohong atau justru berkata jujur.
Berikut adalah cara kerja lie detector untuk mendeteksi kebohongan, yakni sebagai berikut.
1. Sensor pendeteksi kebohongan
Anda diharuskan duduk di bangku khusus dalam ruangan tertentu. Lalu, sensor-sensor mesin poligraf akan ditempelkan ke tubuh Anda.
Ada 3 sensor kabel yang biasa dipakai dalam mendeteksi kebohongan, di antaranya sebagai berikut.
- Sensor pneumograph, gunanya untuk mendeteksi detak napas yang ditempel di dada dan perut. Alat ini bekerja ketika ada kontraksi di otot dan udara di dalam tubuh.
- Sensor Blood Pressure Cuff, fungsinya untuk mendeteksi adanya perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sensor kabel ini ditempelkan pada bagian lengan Anda. Cara kerjanya dideteksi lewat suara denyut jantung atau aliran darah.
- Sensor skin resistance, untuk melihat dan mendeteksi keringat yang ada di tangan. Kabel sensor ini umumnya juga ditempelkan pada jari-jari tangan, sehingga tahu seberapa banyak keringat yang keluar ketika Anda keadaan terpojok dan berbohong.
2. Pertanyaan kontrol
Selanjutnya, penguji akan memberikan beberapa pertanyaan kepada Anda mengenai suatu topik, isu atau kasus yang ingin diketahui kebenarannya.
Lalu, penguji akan membaca grafik pada lie detector untuk mengetahui apakah ada reaksi yang tidak normal atau grafik yang naik turun.
Setelah hasil grafik dibaca oleh penguji, hasil grafik tersebut akan digunakan sebagai penentu, apakah Anda berbohong atau jujur.
Apakah hasil uji lie detector itu efektif?
Keakurasian hasil lie detector umumnya akurat hingga 90%. Artinya, hal tersebut mengindikasikan jika detektor kebohongan ini sangat efektif digunakan dalam upaya pembuktian dan penyelesaian perkara.
Akan tetapi, detektor kebohongan masih menuai kontroversi di kalangan psikolog, sebab tidak ada standar kebohongan yang bisa diukur melalui alat fisik maupun nonfisik.
Hal itu diperkuat dengan pernyataan yang dikutip dari jurnal Federal Practitioner.
Menurut jurnal tersebut, hasil detektor kebohongan rentan terhadap ketidakakuratan pada subjek dengan gangguan otonom dan dapat dikacaukan oleh beberapa obat.
Ya, memang pada dasarnya tingkat akurasi tersebut tidak bergantung pada alat semata dan belum tentu berlaku untuk semua kasus.
Pasalnya, alat ini hanya memonitor dan menunjukkan reaksi perubahan psikologis ketika Anda mengucapkan sesuatu.
Penentunya justru terletak pada orang yang menggunakannya (pemeriksa/examiner). Pengalaman dan ketajaman analisis dari examiner menjadi faktor utama keberhasilan penggunaan polygraph.
Sementara itu, gelagat fisik dan tanda-tanda “aneh” yang seringnya menandakan orang sedang berbohong, seperti gagap, berkeringat, atau gerak bola mata yang tidak fokus tidak selalu menjadi ciri orang bohong.
Karakteristik ini mungkin saja menandakan Anda sedang gugup, stres, atau merasa tidak nyaman dalam suatu kondisi tertentu. Dalam hal ini, menjadi “obyek” penelitian.
Pada umumnya, tiap orang punya gaya bicara yang beragam, belum lagi memperhitungkan kelihaian orang-orang untuk menutupi kebohongan.
Mendeteksi kebohongan bukanlah tugas yang mudah, bahkan cenderung tidak bisa dilakukan dengan mata telanjang.
Kesimpulan
Meski fungsinya terlihat optimal, tapi
lie detector belum bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dikarenakan yang dideteksi hanya perubahan psikologis. Apabila yang ditanya sedang tidak fokus atau
kaget maka bisa saja dideteksi sebagai sebuah kesadaran.
[embed-health-tool-bmi]