backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Apakah Bayi Bermimpi Seperti Orang Dewasa Saat Tidur?

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto · General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 18/11/2022

    Apakah Bayi Bermimpi Seperti Orang Dewasa Saat Tidur?

    Tidak ada pemandangan yang lebih indah bagi orangtua selain melihat bayinya tidur dengan nyaman. Terlebih ketika si Kecil sesekali tersenyum saat tidur, rasanya ingin sekali mengetahui apa yang sedang dimimpikannya saat itu. Pernahkah Anda bertanya-tanya, apakah bayi bisa bermimpi layaknya orang dewasa? Yuk, cari tahu lewat ulasan lengkap berikut ini!

    Apakah bayi bisa bermimpi sejak dilahirkan?

    bayi tersenyum

    Anda tentu ingin tahu apakah bayi bisa bermimpi dan apa yang dimimpikan oleh para bayi dimulai sejak ia lahir.

    Namun sayangnya, hal ini belum dapat dipastikan. Ini karena proses terjadinya mimpi membutuhkan kemampuan berpikir abstrak yang berkembang.

    Menurut beberapa ahli saraf, anak-anak perlu memiliki kemampuan untuk membayangkan sesuatu terlebih dahulu sebelum bisa bermimpi.

    Sementara seorang bayi, terutama yang baru lahir, masih belum memiliki kemampuan membayangkan sesuatu.

    Terlebih, pengetahui tentang bagaimana proses otak bayi bekerja juga masih harus terus dikembangkan.

    Meski begitu, diduga bahwa bayi bisa bermimpi sama seperti orang dewasa. Ini karena bayi juga bisa mengalami beberapa fase tidur dan tingkatan kepulasan tidur.

    Tergantung dari fase dan tingkatannya, bayi bisa bergerak lebih aktif atau malah terdiam sangat tenang saat sedang tidur.

    Umumnya, bayi lebih sering terlihat sedang bermimpi dalam 2 minggu pertama kehidupan atau setelah persalinan.

    Seperti apa tahapan mimpi yang dialami bayi saat tidur?

    bayi tidur setelah vaksin

    Sama seperti orang dewasa, bayi juga mengalami fase atau tahapan tidur, yaitu REM (rapid eye movement) dan non-REM.

    Bedanya, orang dewasa bisa mencapai fase REM sekitar 20% waktu tidurnya.

    Sementara menurut American Academy of Pediatrics, pada bayi yang baru lahir, fase REM terjadi sekitar 50% dari seluruh waktu tidur. Artinya, setengah waktu tidur bayi berada dalam fase REM.

    Fase REM terjadi ketika tubuh benar-benar sudah merasa rileks berada di dalam tidur, tetapi otak tetap aktif. Di tahap inilah mimpi diketahui bisa terjadi saat tidur.

    Melansir jurnal PLoS One, fase REM bahkan sudah bisa dialami oleh janin sejak masih berada di dalam kandungan.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan, gelombang otak yang mirip dengan fase REM saat tidur dideteksi di dalam rahim saat usia 25 dan 28 minggu kehamilan.

    Pada bayi, fase REM biasanya dapat ditandai dengan kondisi berikut ini.

    • Kelopak mata yang tiba-tiba berdenyut akibat bola mata yang bergerak-gerak.
    • Tubuh yang menyentak, seperti lengan atau kaki.
    • Napas yang tidak beraturan, misalnya berhenti selama 5—10 detik dan kemudian mulai kembali dengan lebih cepat selama 10—15 detik. Pada kondisi normal, kulit bayi tidak akan berubah warna meski napas bayi berjeda. Jika warna kulit berubah, ini bisa menjadi gejala sleep apnea pada bayi.

    Tanda-tanda tersebut menandakan bahwa otak sedang melakukan pemindaian saat bayi bermimpi.

    Uniknya, mimpi bayi tidak sama seperti mimpi orang dewasa. Pasalnya, yang muncul di dalam mimpi bayi hanyalah sekumpulan gambar tanpa suara yang berhasil mereka rekam saat melekatau terjaga.

    Misalnya saja suasana di kamar, mainan, hingga wajah orangtuanya, tapi tanpa dialog alias tidak ada suara.

    Meski demikian, para ahli saraf percaya fase tidur REM memiliki fungsi yang berbeda pada bayi dari fungsinya pada orang dewasa.

    Pada bayi, fungsi fase tidur REM yaitu untuk membantu menguatkan memori bayi terhadap hal-hal di sekitarnya.

    Melalui fase REM, otak bayi juga bisa berkembang dan saling terhubung dengan lebih baik.

    Saat bayi melek atau terjaga di siang hari, si Kecil sedang berusaha menyerap segala informasi yang ada di sekitar dan membuatnya belajar banyak hal.

    Jadi, otak si Kecil justru sama sekali tidak tertidur walaupun ia sendiri sedang tidur.

    Lantas, apakah bayi bisa bermimpi buruk?

    bayi menangis tiap sore

    Kini Anda sudah tahu jika bayi juga bisa bermimpi mulai usia dua minggu, meski mimpinya hanya berisi kumpulan gambar tanpa suara.

    Lalu, bagaimana dengan mimpi buruk? Apakah bayi bisa bermimpi buruk?

    Jika Anda melihat si Kecil tiba-tiba menjerit atau gelisah di tengah malam saat tidur, sebenarnya ini bukan berarti bayi sedang mimpi buruk.

    Pasalnya, bayi belum bisa mengenali rasa takut akibat hal-hal buruk. Jadi, tak mungkin bayi merasa takut karena mimpi buruk sebab mereka saja belum mengerti seperti apa rasa takut itu.

    Bayi mungkin merasa gelisah karena tidak nyaman, entah karena suhu kamarnya terlalu dingin atau panas, bayi merasa lapar, atau posisi tubuhnya tidak enak.

    Mulai memasuki usia 2 sampai 3 tahun, anak-anak baru mulai bisa membedakan mana rasa bahagia dan mana rasa takut.

    Hal inilah yang membuat anak-anak mulai bisa merasa ketakutan dan berujung pada mimpi buruk.

    Maka dari itu, tak perlu terburu-buru panik kalau bayi tiba-tiba menangis saat tidur. Bayi umumnya akan kembali tenang, bahkan tanpa terbangun sama sekali dengan sendirinya setelah beberapa menit.

    Jadi, Anda tak perlu berusaha menghiburnya dan biarkan anak menangis di malam hari saat tidur.

    Sebab, hal ini justru akan membuatnya terbangun dan melek lebih lama di tengah malam.

    Padahal, mungkin saja bila Anda tidak menyentuh atau menggendongnya saat si Kecil tiba-tiba menangis di tengah-tengah tidurnya, ia bisa menenangkan dirinya sendiri dan kembali tertidur.

    Nah, itulah jawaban untuk Anda yang selama ini bertanya-tanya apakah bayi bisa bermimpi atau tidak. Semoga tidur si Kecil bisa selalu nyenyak ya, Bu!

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Carla Pramudita Susanto

    General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


    Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Tanggal diperbarui 18/11/2022

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan