Anak usia 5 tahun sering tantrum dan cemas
Anak sulung saya (laki laki) usia 5 tahun. Sudah 1 bulan masuk TK A. Seminggu pertama kesulitan bergabung dg kawan dan guru ditandai Dg marah , minta pulang. Marah dg tidak mau masuk bergabung di sebuah ruaangan aula. Takut dan cemas. Memasukin minggu kedua s.d sekarang. Sudah bisa bermain dg guru dan teman. Namun ketika keinginannya tdk sesuai, maka langsung tantrum dan menendang objek terdekat . Dan teriak. Berlangsung sekitar 20-30 menit. Namun jika teralihkan oleh hal lain yg disukai, seperti bermain, langsung kembali bahagia. Saya perlu skrining ke dokter anak atau psikolog ya?
Halo Ingrid Siwy, terima kasih untuk pertanyaannya.
Perilaku tersebut merupakan hal yang wajar terjadi pada anak. Perkembangan emosi anak biasanya belum stabil sehingga mudah tantrum. Namun, tidak bisa dipungkiri apabila anak menangis secara berlebihan sampai merusak barang disekitarnya dapat membuat orang tua kebingungan dan merasa kesal menghadapi perilaku anak tersebut. Perlu diketahui bahwa, dengan memarahi, memukul, memaki atau melabeli anak “cengeng/ nakal” hanya akan memperburuk kondisi anak. Anda hanya perlu tetap tenang dan jangan terbawa emosi dalam menghadapinya.
Anak menangis sebagai respon yang ditunjukkan bahwa anak sedang merasa tidak nyaman, merasa lapar, kecewa, sakit, lelah, butuh perhatian, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan cara anak berkomunikasi karena belum mampu mengelola dan mengenali emosinya dengan baik. Pada situasi lain, anak menangis yang terkadang disertai dengan menyakiti diri sendiri merupakan cara anak untuk mendapatkan hal yang diinginkan. Anak akan mengasosiasikan dan mengkondisikan sesuatu berdasarkan pengalaman yang didapatkannya, sehingga anak akan mengulang perilaku serupa di kemudian hari agar orang dewasa di sekitarnya memenuhi keinginan anak. Selain itu, perlu disadari pula bahwa beberapa anak memang membutuhkan waktu beradaptasi saat berada di lignkungan baru baginya.
Anda dapat membantu anak mengenali pemicu kemarahannya, sehingga dapat perlahan mengelola emosinya sendiri. Anda dapat mengurangi intensitas memberikan dengan mudah yang menjadi keinginan anak, agar anak perlahan mengerti bahwa untuk mendapatkan sesuatu membutuhkan proses. Luangkan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan anak, seperti bermain peran atau membacakan dongeng sambil mengajari anak cara mengenali dan mengelola emosinya, serta cara mengungkapkan keinginan tanpa harus tantrum. Berikan pelukan hangat setelah anak berhenti menangis, kemudian menatap matanya sambil berbicara dengan intonasi lembut, misal “kamu merasa sedih/ marah ya? Tenang ada mama di sini bersama kamu”. Setelah anak berhenti menangis, anda dapat memberikan apresiasi, seperti pujian agar anak mengulang perilaku baiknya di kemudian hari.
Jangan ragu untuk memeriksakan anak anda ke psikolog anak jika keluhan berlanjut atau bertambah parah.