Jika kekerasan seksual melibatkan beberapa bentuk sentuhan anal atau penetrasi, umum bagi tubuh untuk merespon dengan menunjukkan ciri gairah, seperti ereksi dan/atau ejakulasi, atau vagina basah. Kesadaran juga tidak diperlukan untuk orgasme. Baik pria maupun wanita bisa mengalami orgasme saat tidur. Ini karena organ seksual dan titik-titik rawan rangsangan Anda tidak memiliki otak. Tubuh secara otomatis menanggapi stimulasi dengan cara yang sudah diatur sedemikian rupa dari sinyal yang dikirim kelompok ujung saraf di area yang distimulasi tersebut.
Selain terhadap stimulasi fisik, rangsangan juga bisa menanggapai rasa takut. Ciri ketakutan dan gairah secara fisik sangatlah mirip, misalnya peningkatan denyut jantung, napas cepat dan dangkal, juga peningkatan kewaspadaan. Kombinasi rasa takut, gairah, dan sentuhan fisik dapat mencampuradukkan reaksi tubuh.
Rangsangan seksual selama serangan seksual merupakan mekanisme pertahanan diri
Reaksi gairah dan orgasme selama perkosaan adalah respon refleks, sesuatu yang tidak dapat dikontrol dan sama sekali tidak berarti bahwa korban menikmatinya— ini adalah soal proteksi. Berdasarkan laporan dari dua ilmuwan, Suschinsky dan Lalumiere, dilansir dari Bust, reaksi rangsangan dari seorang wanita selama serangan seksual, misalnya vagina basah, merupakan mekanisme pertahanan diri otomatis untuk melindungi tubuh dari cedera alat kelamin yang bisa diakibatkan dari seks (baik suka-sama-suka atau paksaan), seperti nyeri dan sobek, terlepas dari tingkat antusiasme atau persetujuan dari individu tersebut.
Gairah seksual diproses dalam sistem saraf otonom — sistem refleks yang sama yang mendasari kerja detak jantung, pencernaan, dan keringat. Selama rangsangan seksual, satu wilayah dalam otak di belakang mata kiri (lateral orbitofrontal cortex), penanggung jawab nalar logis dan kontrol perilaku, menjadi tidak aktif. Akibatnya, tubuh tidak bisa membedakan mana sentuhan yang mengancam dan mana yang penuh kasih. Di tempat ini pula terletak sistem respon fight-or-flight, sebuah tanggapan fisik yang timbul ketika tubuh merasa ketakutan akan ancaman nyata bagi keselamatannya.
Dalam satu studi yang melibatkan partisipan pria dewasa, kecemasan yang timbul dari sengatan listrik menunjukkan peningkatan respon ereksi terhadap gambar-gambar seksual yang merangsang, mengakibatkan “perpindahan perangsangan”. Artinya, subyek penelitian tidak menikmati sengatan listrik yang mereka terima, tapi tubuh bereaksi terhadap ancaman rasa sakit, yang disalurkan ke gejala fisik.
Dengan kata lain, faktor mental dan fisik dan seksualitas manusia sering berjalan beriringan dan dalam persetujuan — tapi tidak selalu. Gairah dan orgasme bisa terjadi selama tindak perkosaan atau kekerasan seksual lainnya. Mungkin jauh lebih sering dari yang kita tahu. Ini bukan tanda rasa bersalah atau kesenangan. Bukan juga berarti korban menikmati atau mendapatkan kepuasan dari kekejian tersebut. Ini adalah tanda bahwa tubuh kita bereaksi natural terhadap ancaman dan bahaya, sama seperti saat bulu kuduk merinding atau jantung yang berdebar kencang saat ketakutan atau dikagetkan. Kita bereaksi, dan kemudian kita mencoba untuk pulih kembali.