backup og meta

Hypersex

Hypersex

Sebagian dari Anda mungkin pernah mendengar istilah hypersex atau hiperseksualitas. Seseorang dengan kondisi ini memiliki dorongan seksual yang sangat kuat dan terobsesi pada hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas seksual.

Namun, alih-alih memperoleh kepuasan seksual, kondisi ini justru berbahaya bagi orang-orang yang memilikinya. Mengapa demikian?

Apa itu hiperseksualitas (hypersex)?

Hiperseksualitas atau hypersex adalah gangguan yang membuat seseorang mengalami kecanduan terhadap aktivitas seksual.

Kondisi yang secara medis dikenal sebagai hypersexual addiction atau compulsive sexual behaviour ini adalah satu dari beberapa jenis gangguan seksual.

Melansir dari American Addiction Centers, hiperseksualitas termasuk ke dalam gangguan adiksi (kecanduan). Ini tidak sama dengan orang yang memiliki hasrat seksual tinggi.

Seseorang dengan kondisi ini bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melakukan aktivitas seksual, seperti berhubungan intim, membayangkan fantasi seksual, masturbasi, atau menonton film porno.

Agar bisa terus memenuhi obsesinya, ia juga bisa tak tanggung-tanggung mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan pelayanan seksual dengan berbagai cara.

Seseorang yang hiperseks bisa saja mencoba jasa prostitusi, forum dewasa di internet, dan berbagai platform dewasa berbayar lainnya.

Bahkan, kecanduan terhadap aktivitas intim ini bisa membuat mereka mengorbankan pekerjaan, keluarga, ataupun hubungan sosialnya.

Oleh karena itu, kondisi ini bisa merusak hubungan dan membuat pengidapnya tidak dapat menjalani hidup dengan normal.

Mereka berbeda dengan orang yang mempunyai libido tinggi yang masih dapat mengendalikan diri dengan melakukan hal lain untuk memenuhi kebutuhan intimnya.

Apa ciri-ciri hypersex?

masturbasi turunkan berat badan

Seseorang dengan hiperseksualitas umumnya menunjukkan tanda-tanda seperti berikut ini.

  • Tidak mampu membatasi diri dalam memenuhi dorongan seksual, seperti terus-menerus berhubungan intim, mengonsumsi pornografi, dan masturbasi berlebihan.
  • Tidak kunjung mendapatkan kepuasan seksual meskipun telah melakukan aktivitas seksual dalam waktu lama.
  • Terus-menerus menghindari interaksi sosial agar bisa melakukan aktivitas intim.
  • Merasa bersalah dan membenci diri sendiri karena terobsesi dengan aktivitas intim, tetapi tetap tidak dapat berhenti melakukannya.
  • Sempat berusaha untuk lepas dari obsesinya, tetapi kerap gagal dan kambuh dalam prosesnya.

Melakukan aktivitas intim terlalu sering juga dapat menyebabkan seorang hiperseksual mengalami tekanan dalam lingkungan sosial, depresi, dan gangguan kecemasan.

Apa penyebab hiperseksualitas?

Hiperseksualitas dapat dialami pada pria maupun wanita meskipun kondisi ini lebih sering dialami oleh pria.

Gangguan hiperseksual juga bisa menyerang siapa saja tanpa memandang orientasi seksual (heteroseksual, homoseksual, atau biseksual).

Berdasarkan studi terdahulu dalam Journal of Sex Research (201), panduan diagnosis resmi untuk gangguan mental (DSM-5) tidak mengelompokan hypersex ke dalam parafilia atau penyimpangan seksual.

Hiperseksualitas justru lebih berkaitan dengan gangguan mental berikut ini.

  • Gangguan obsesif-kompulsif (OCD), terutama dalam hubungan intim.
  • Trauma atau pengalaman buruk dalam hubungan intim, seperti kekerasan dan pelecehan.
  • Salah satu gejala dari gangguan bipolar.
  • Gangguan kecemasan dan depresi.
  • Kondisi medis yang memengaruhi kerja otak dan saraf, seperti epilepsi dan demensia.

Dorongan seksual yang muncul tidak berkaitan dengan pengaruh dari zat-zat penyebab kecanduan, seperti alkohol, narkotika, dan obat-obatan lainnya.

Namun, efek dari hypersex atau hiperseksualitas bisa menyebabkan pengidapnya terjebak dalam penyalahgunaan obat-obatan dan kecanduan alkohol.

Bagaimana cara mengatasi hypersex?

konseling psikologi

Hiperseksual atau hypersex adalah gangguan yang membutuhkan pengananan medis dari profesional seperti psikolog atau psikiater yang berpengalaman dengan terapi seks.

Gangguan ini bisa disembuhkan dengan berbagai metode pengobatan yang melibatkan konseling, terapi psikologis, dan konsumsi obat-obatan.

Cara mengatasi masalah hypersex pun bisa berbeda-beda, tergantung dari faktor yang memengaruhinya. Berikut adalah beberapa metode pengobatan yang bisa dilakukan.

1. Psikoterapi

Psikoterapi adalah pengobatan yang sangat penting dalam mengatasi berbagai gangguan kecanduan, termasuk hiperseksualitas.

Salah satu metode psikoterapi yang bisa dilakukan dalam pengobatan hiperseksualitas adalah terapi perilaku kognitif (CBT).

Terapi ini bertujuan untuk mengidentifikasi konflik internal, mengubah pola pikir negatif, dan meningkatkan kesadaran diri pasien.

Dengan begitu, terapis dapat mengetahui hubungan antara masalah interpersonal dan kecanduan yang dialami pengidap hiperseksualitas.

2. Terapi kelompok

Terapi kelompok melibatkan sesi reguler dengan sejumlah kecil pasien lainnya. Sesi ini dipimpin oleh seorang terapis seks.

Jenis terapi ini sangat bermanfaat karena masing-masing anggota kelompok dapat saling mendukung dan belajar dari pengalaman masing-masing.

Mengikuti terapi ini dapat membantu Anda mengatasi berbagai rintangan untuk sembuh dari kecanduan, seperti rasa bersalah, penolakan terhadap diri sendiri, dan kesulitan untuk berhenti. 

3. Terapi keluarga dan pasangan

Perilaku adiktif seperti hypersex dapat berdampak negatif pada hubungan dengan keluarga dan kerabat.

Terapi dengan keluarga atau pasangan dapat memberikan Anda kesempatan untuk mengatasi emosi, perilaku problematik, dan konflik yang belum terselesaikan.

Apalagi jika salah satu faktor penyebab kecanduan berhubungan dengan keluarga, metode terapi ini bisa sangat membantu. 

Anda juga bisa memperoleh dukungan yang lebih kuat dari orang-orang terdekat sehingga Anda bisa lebih termotivasi untuk sembuh melalui terapi ini.

4. Obat-obatan

Selain psikoterapi, psikiater juga akan meresepkan obat-obatan yang dapat membantu proses penyembuhan gangguan kecanduan.

Beberapa obat dapat membantu mengurangi perilaku kompulsif (dorongan berlebihan) dan pikiran obsesif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas intim.

Obat ini biasanya menargetkan kerja hormon tertentu yang terkait dengan hiperseksualitas, seperti androgen, dopamin, dan norepinefrin. 

Selain itu, obat-obatan berikut ini membantu mengurangi gejala yang berkaitan depresi atau kecemasan akibat gangguan hiperseksual.

  • Antidepresan dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), seperti Paxil, Prozac, dan Zoloft.
  • Antiandrogen yang menargetkan efek androgen (hormon seksual) pada laki-laki dan mengurangi dorongan seksual.
  • LHRH (luteinizing hormone-releasing hormone) untuk menurunkan produksi testosteron dan membantu mengontrol pikiran obsesif yang berkaitan dengan kecanduan seksual.
  • Penstabil suasana hati untuk mencegah episode manik pada individu dengan gangguan bipolar serta membantu mengurangi dorongan seksual yang intens.
  • Naltrexone, yaitu obat kecanduan yang bekerja dengan cara menargetkan pusat kesenangan di otak yang berhubungan dengan beberapa jenis perilaku adiktif.

Hiperseksualitas dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi kesehatan, psikologis, dan hubungan sosial. Meski begitu, gangguan kecanduan ini bisa diatasi dengan pengobatan medis yang tepat.

Kesimpulan

  • Hiperseksualitas atau hypersex adalah gangguan yang membuat seseorang mengalami kecanduan terhadap aktivitas seksual.
  • Ciri utamanya yaitu ketidakmampuan untuk membatasi diri dalam memenuhi dorongan seksual, seperti terus-menerus berhubungan intim, mengonsumsi pornografi, dan masturbasi berlebihan.
  • Kondisi ini dapat diatasi dengan psikoterapi, terapi kelompok, terapi keluarga dan pasangan, serta pemberian obat-obatan.

[embed-health-tool-ovulation]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Rosenberg, K. P. (Ed.). (2014). Behavioral addictions: Criteria, evidence, and treatment. Academic Press. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-407724-9.00009-4

Kaplan, M. S., & Krueger, R. B. (2010). Diagnosis, assessment, and treatment of hypersexuality. Journal of sex research, 47(2-3), 181-198. https://doi.org/10.1080/00224491003592863

Verholleman, A., Victorri-Vigneau, C., Laforgue, E., Derkinderen, P., Verstuyft, C., & Grall-Bronnec, M. (2020). Naltrexone Use in Treating Hypersexuality Induced by Dopamine Replacement Therapy: Impact of OPRM1 A/G Polymorphism on Its Effectiveness. International journal of molecular sciences, 21(8), 3002. https://doi.org/10.3390/ijms21083002

Muller, R.T. (2014). Sex Addiction: A Response to Trauma?. Retrieved 4 February 2021, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/talking-about-trauma/201404/sex-addiction-response-trauma

American Addiction Centers. (2019). Sex Addiction Treatment. American Addiction Centers. Retrieved 20 December 2024, from https://americanaddictioncenters.org/sex-addiction

Versi Terbaru

22/12/2024

Ditulis oleh Fidhia Kemala

Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

Diperbarui oleh: Diah Ayu Lestari


Artikel Terkait

Masih Masturbasi Setelah Menikah, Apakah Normal?

4 Cara Mengendalikan Nafsu Seks yang Berlebihan


Ditinjau secara medis oleh

dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.

General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)


Ditulis oleh Fidhia Kemala · Tanggal diperbarui 4 hari lalu

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan