Sampai saat ini, orientasi seksual sesama lelaki atau gay masih menjadi salah satu faktor risiko HIV. Meski awalnya lebih banyak terjadi di negara maju, angka HIV pada gay juga ikut berkembang di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Namun, mengapa gay bisa lebih berisiko untuk terkena HIV? Adakah faktor lain yang menyebabkan hal ini? Temukan jawabannya melalui informasi berikut.
Kenapa gay lebih berisiko kena HIV?
Human immunodeficiency virus (HIV) menyebar melalui berbagai cara, salah satu yang utama adalah melalui hubungan seksual.
Karena itulah infeksi HIV bisa terjadi pada pasangan heteroseksual (beda jenis) maupun komunitas LGBT, termasuk gay.
Secara garis besar, risiko penularan HIV pada komunitas gay memang lebih tinggi dibandingkan pasangan heteroseksual. Namun, berikut adalah beberapa alasannya.
1. Faktor biologis
Risiko paparan HIV bisa meningkat hingga 10 kali lipat pada pasangan yang melakukan hubungan intim melalui anal dibandingkan vaginal.
Menurut laman Yale School of Medicine, peningkatan risiko tersebut terjadi karena lapisan pelindung atau sel epitel pada rektum jauh lebih tipis dibandingkan Miss V.
Bahkan, perbandingan tebal lapisan sel epitel pada rektum dan vagina adalah sekitar 1 banding 25. Akibatnya, rektum lebih mudah terpapar berbagai jenis infeksi.
Selain itu, jaringan rektum memiliki lebih banyak sel imun yang disebut CD4. Ini adalah sel kekebalan yang menjadi target infeksi HIV.
Gay yang berperan sebagai bottom (posisi di bawah) juga dinilai lebih berisiko terpapar HIV dibandingkan top (atas) karena cairan darah pada dubur cenderung punya konsentrasi virus yang tinggi.
2. Faktor seksual
Terlepas dari orientasi seksualnya, risiko penularan HIV bisa meningkat apabila Anda sering bergonta-ganti partner dalam berhubungan intim.
Anda tidak dapat memastikan status HIV pasangan seksual Anda tanpa melakukan pemeriksaan. Belum lagi, gejala HIV tahap awal sering kali tidak spesifik.
Alhasil, Anda mungkin baru menyadari beberapa tahun setelahnya dan tidak ingat dari siapa infeksi itu mungkin berasal.
Risiko HIV juga dapat meningkat pada pasangan gay yang tidak menggunakan kondom saat bercinta. Padahal, memakai kondom adalah cara paling mudah untuk meminimalkan risiko infeksi saat berhubungan ranjang.
3. Faktor sosioekonomi
Di samping orientasi seksual, faktor kondisi sosioekonomi berikut bisa meningkatkan risiko gay untuk terpapar HIV.
- Tinggal di daerah dengan akses layanan kesehatan terbatas.
- Angka pendapatan rendah atau menganggur.
- Menggunakan obat-obatan terlarang, khususnya yang melalui alat suntik (IDU).
- Tingkat pendidikan rendah sehingga pengetahuan tentang gay dan HIV terbatas.
4. Stigma masyarakat
Beberapa individu atau pasangan gay mungkin menyadari bahwa mereka berisiko lebih tinggi untuk terpapar HIV.
Sayangnya, stigma negatif di masyarakat tentang komunitas ini sering kali membuat seorang gay enggan memeriksakan diri secara berkala ke rumah sakit.
Padahal, deteksi dini adalah langkah utama untuk mencegah penularan HIV dan memaksimalkan perawatan pada individu dengan HIV positif.
Hasil tes positif juga seakan menjadi beban tersendiri bagi individu terkait, sebab ia mungkin perlu mengungkapkan bagaimana dan sejak kapan dirinya terpapar.
Karena minimnya dukungan dan stigma yang begitu melekat, beberapa dari mereka mungkin justru melakukan penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan untuk meminimalkan stres akan hasil diagnosis.
Oleh karena itu, komunitas LGBT pun berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang setara dengan individu heteroseksual.
Dengan perawatan yang tepat, orang dengan HIV (ODHIV) bisa memiliki kualitas hidup yang setara dengan orang yang sehat.
Anda bisa berperan aktif untuk mencegah penularan HIV dengan mempraktikkan prinsip seks yang sehat, seperti menggunakan alat kontrasepsi, hanya berhubungan intim dengan satu pasangan, serta melakukan skrining HIV secara rutin.
Kesimpulan
- Individu gay lebih rentan terpapar HIV karena hubungan intim yang dilakukan secara anal, kecenderungan beberapa individu untuk memiliki lebih dari satu pasangan, serta tidak menggunakan kondom saat melakukan aktivitas seksual.
- Di samping itu, stigma negatif masyarakat tentang gay membuat komunitas ini enggan atau bahkan ketakutan untuk mengakses fasilitas kesehatan.
- Untuk menekan risiko HIV, komunitas homoseksual tetap harus menerapkan hubungan intim yang sehat, seperti setia pada satu pasangan, melakukan skrining HIV secara rutin, dan meminimalkan aktivitas seksual secara anal.
[embed-health-tool-ovulation]