backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan
Konten

Imunosupresi, Kondisi Saat Sistem Kekebalan Tubuh Melemah

Ditinjau secara medis oleh dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa · General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 22/02/2024

Imunosupresi, Kondisi Saat Sistem Kekebalan Tubuh Melemah

Sistem kekebalan tubuh dapat melemah sehingga Anda lebih rentan terserang infeksi penyakit. Kondisi ini dalam dunia medis disebut sebagai imunosupresi. Lalu, apa penyebab dari kondisi ini? Bagaimana cara menanganinya? Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa itu imunosupresi?

Imunosupresi atau immunosuppression adalah suatu keadaan ketika sistem kekebalan tubuh melemah atau tidak berfungsi secara optimal.

Sistem kekebalan atau yang juga dikenal sebagai sistem imun manusia terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang bertugas melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh.

Apabila sistem imun tidak bekerja secara optimal, infeksi yang masuk mungkin tidak bisa dikendalikan sehingga berpotensi menjadi serius dan bahkan berakibat fatal.

Penurunan sistem kekebalan tubuh dapat terjadi secara alamiah karena penyakit atau usia lanjut maupun sengaja diinduksi menggunakan obat-obatan.

Dikutip dari situs National Cancer Institute, pemberian obat imunosupresan biasanya dibutuhkan dalam persiapan prosedur transplantasi organ atau sumsum tulang.

Perbedaan imunosupresi dan imunodefisiensi

Imunosupresi dan imunodefisiensi merujuk pada kondisi saat sistem kekebalan tubuh melemah dan tidak berfungsi optimal. Imunosupresi umumnya berlangsung sementara, sedangkan imunodefisiensi, terutama yang terjadi sejak lahir, cenderung bersifat permanen.

Tanda dan gejala imunosupresi

hepatitis autoimun

Kebanyakan orang yang mengalami imunosupresi tidak menunjukkan gejala spesifik. 

Meski begitu, orang tersebut mungkin lebih sering terserang infeksi serta mengalami infeksi dan komplikasi yang lebih parah daripada orang-orang pada umumnya.

Contohnya, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang kekebalan tubuhnya menurun sering terkena sariawan berulang dengan gejala parah, seperti luka yang lebih dalam dan lama sembuh.

Beberapa tanda dan gejala umum lain yang terkait dengan immunosuppression di antaranya:

  • kelelahan kronis,
  • demam tanpa penyebab yang jelas,
  • berkeringat pada malam hari,
  • pembengkakan kelenjar getah bening,
  • penyakit infeksi yang berulang dan tidak biasa,
  • penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan, dan
  • masalah kulit, seperti kulit kering, ruam, dan sensitif terhadap sinar matahari.

Kemungkinan masih ada tanda dan gejala lain yang terkait dengan kondisi ini. Berkonsultasilah dengan dokter bila Anda merasa khawatir dengan gejala-gejala tertentu.

Penyebab imunosupresi

Perlu dipahami bahwa immunosuppression mungkin bersifat sementara atau kronis. Berikut ini adalah beberapa penyebab umum dari penurunan kekebalan tubuh.

1. Obat-obatan

Obat kortikosteroid yang bermanfaat untuk meredakan peradangan bisa menyebabkan imunosupresi bila digunakan dalam dosis tinggi atau dalam waktu yang lama.

Di samping itu, obat kemoterapi dan obat imunosupresan yang digunakan setelah transplantasi organ dapat melemahkan sistem imun selama sementara atau secara permanen.

2. Penyakit autoimun

Autoimun merupakan kondisi saat sistem kekebalan tubuh menyerang sel dan jaringan tubuh yang sehat sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.

Pada umumnya, imunosupresi lebih mungkin terjadi pada kasus penyakit autoimun yang bersifat sistemik atau menyerang seluruh organ tubuh, seperti lupus atau rheumatoid arthritis.

3. Infeksi HIV

Human immunodeficiency virus (HIV) menargetkan limfosit T CD4, yakni sel darah putih yang bertugas untuk memberi sinyal dan mengatur respons imun tubuh.

Jumlah CD4 normal yang diukur melalui tes darah umumnya 500 atau lebih. Saat kadar sel ini menurun hingga di bawah 500, artinya seseorang dianggap mengalami imunosupresi.

4. Kanker

Penyakit kanker yang menyerang sel darah, seperti limfoma, leukemia, dan myeloma, dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh.

Radioterapi yang digunakan dalam pengobatan kanker bisa menimbulkan immunosuppression bila radiasi merusak sumsum tulang atau bagian lain dari sistem kekebalan tubuh.

5. Kelainan genetik

Imunosupresi dapat terjadi akibat kelainan genetik yang memengaruhi fungsi kekebalan tubuh.

Beberapa kelainan, seperti severe combined immunodeficiency syndrome (SCID) dan sindrom Wiskott-Aldrich, bisa menyebabkan sistem imun tidak berfungsi dengan baik.

Faktor risiko imunosupresi

Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko Anda mengalami imunosupresi adalah sebagai berikut.

  • Usia lanjut. Sistem kekebalan tubuh cenderung melemah seiring bertambahnya usia.
  • Kondisi kesehatan. Penyakit kronis atau kondisi kesehatan tertentu, seperti diabetes atau penyakit ginjal, dapat meningkatkan risiko imunosupresi.
  • Konsumsi obat. Penggunaan obat-obatan, terutama dalam jangka panjang, dapat menyebabkan penurunan fungsi kekebalan tubuh.
  • Paparan lingkungan. Paparan zat berbahaya atau lingkungan yang tidak sehat bisa memengaruhi fungsi sistem imun.
  • Malnutrisi. Kekurangan maupun kelebihan asupan gizi dapat memengaruhi kerja normal sistem kekebalan tubuh.

Komplikasi imunosupresi

Infeksi bisa berkembang dan menyebar dengan cepat pada orang-orang dengan imunosupresi.

Kondisi ini juga dapat menyebabkan sepsis, yaitu infeksi pada seluruh tubuh yang berpotensi menyebabkan kegagalan organ tubuh dan bahkan kematian.

Salah satu studi yang diterbitkan dalam jurnal Dermatologic Clinics (2019) menyebutkan bahwa imunosupresi dapat meningkatkan risiko kanker kulit tertentu.

Hal ini diduga disebabkan oleh gagalnya sistem imun dalam menghilangkan sel-sel kulit yang rusak akibat sinar matahari atau mudahnya human papillomavirus (HPV) berkembang dalam tubuh.

Diagnosis imunosupresi

gejala wanita ke dokter

Saat melakukan diagnosis, dokter terlebih dahulu akan bertanya tentang gejala yang pasien rasakan dan riwayat kesehatan yang dimilikinya.

Apabila dokter mencurigai pasien memiliki immunosuppression, berikut ini adalah beberapa tes yang dapat dilakukan.

  • Hitung darah lengkap: pemeriksaan sampel darah untuk mengetahui jenis dan jumlah komponen dalam darah, termasuk sel-sel kekebalan.
  • Tes imunologi: pemeriksaan antibodi dan protein dalam darah untuk melihat seberapa baik kinerja sistem kekebalan tubuh.
  • Biopsi jaringan: pemeriksaan sampel sel atau jaringan untuk mengevaluasi fungsi dari sistem imun, terutama pada kasus yang dicurigai sebagai kanker.

Pengobatan imunosupresi

Beberapa kasus imunosupresi dapat diobati, tetapi sebagian lainnya hanya dapat dikelola agar kondisi atau penyakit yang mendasarinya tidak bertambah parah.

Berikut ini adalah beberapa pengobatan yang umum dilakukan untuk gangguan imun tubuh ini.

  • Terapi antiretroviral (ARV) dengan sekumpulan obat antiviral yang mampu menghambat perkembangan virus HIV dalam tubuh.
  • Terapi intravenous immunoglobulin (IVIg) untuk meningkatkan antibodi, khususnya pada pengidap gangguan autoimun dan kelainan imunosupresi genetik.
  • Transplantasi sumsum tulang atau bone marrow transplant (BMT) yang bisa menangani pasien kanker darah dan kelainan imunosupresi genetik.
  • Pengubahan dosis atau penghentian obat imunosupresan pada pasien yang mengalami efek samping parah dan berbahaya.

Pemahaman yang baik tentang imunosupresi penting agar Anda dapat mengelola kondisi ini dengan efektif dan mencegah komplikasi yang serius. 

Jika Anda mengalami gejala tertentu atau memiliki kekhawatiran terhadap kondisi Anda, segera konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang sesuai.

Kesimpulan

  • Imunosupresi adalah kondisi saat sistem kekebalan tubuh melemah dan tidak berfungsi secara optimal sehingga meningkatkan risiko infeksi.
  • Penyebab kondisi ini berasal dari penggunaan obat-obatan, gangguan autoimun, infeksi HIV, kanker, atau kelainan genetik.
  • Meski jarang menimbulkan gejala spesifik, kondisi ini bisa membuat pengidapnya rentan terhadap infeksi, kelelahan kronis, dan demam tanpa penyebab yang jelas.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Ditinjau secara medis oleh

dr. Nurul Fajriah Afiatunnisa

General Practitioner · Universitas La Tansa Mashiro


Ditulis oleh Satria Aji Purwoko · Tanggal diperbarui 22/02/2024

advertisement iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

advertisement iconIklan
advertisement iconIklan