backup og meta

Apakah Transplantasi Kepala Mungkin Dilakukan Secara Medis?

Apakah Transplantasi Kepala Mungkin Dilakukan Secara Medis?

Anda mungkin sudah tidak asing lagi dengan prosedur transplantasi organ. Ya, tranplantasi organ adalah operasi untuk memindahkan organ yang sehat ke orang lain yang organnya bermasalah atau rusak. Prosedur ini juga dikenal dengan istilah cangkok. Biasanya, organ yang paling sering dicangkok adalah ginjal, pankreas, liver, jantung, paru-paru dan usus halus. Namun, bagaimana dengan transplantasi kepala? Bisakah prosedur tersebut dilakukan untuk menyelamatkan hidup orang yang mengalami cedera kepala berat? Cari tahu jawabannya dalam artikel ini.

Transplantasi kepala pernah dilakukan pada hewan

Pada tahun 1970, seorang pelopor transplantasi kepala Robert White melakukan transplantasi kepala monyet lumpuh ke tubuh monyet lain yang sehat. Setelah prosedur operasi dilakukan, monyet tersebut mampu mengerakkan bola matanya, mendengar, mengecap, dan membaui. Sayangnya, monyet tersebut hanya bisa bertahan hidup selama sembilan hari karena sistem imun dari tubuh donornya menolak ada di kepala “baru”.

Seorang ahli saraf mengklaim dirinya berhasil melakukan transplantasi kepala manusia

Dr. Sergio Canavero, seorang ahli bedah saraf asal Italia mengklaim bahwa ia dan timnya sukses melakukan transplantasi kepala manusia pertama di dunia. Menggunakan dua mayat manusia, operasi transplantasi itu dilakukan selama 18 jam di Harbin Medical University di China.

Prosedur ini dilakukan dengan cara menukar kepala dari satu mayat untuk kemudian dipasangkan ke mayat lain. Tim dokter mengklaim berhasil menghubungkan kembali saraf tulang belakang serta pembuluh darah di tulang belakang dan leher.

Sayangnya, banyak ahli meragukan kesuksesan operasi tersebut

Banyak ahli telah menyatakan sikap penolakan tentang klaim doker asal Italia yang katanya sukses melakukan transplantasi kepala tersebut. Para ahli di bidang medis mengatakan bahwa transplantasi kepala adalah hal yang tak masuk akal, baik itu dari segi ilmu pengetahuan maupun etika.

Salah satunya adalah Arthur Caplan, seorang profesor bioetika di New York University. Dilansir dari Live Science, Arthur mengatakan tidak percaya bahwa transplantasi kepala mungkin terjadi.

Pasalnya, jika sistem imun dalam tubuh mengenali bagian tubuh yang bukan berasal dari tubuh Anda, maka sistem imun akan menyerangnya. Hal ini tentu berisiko mematikan organ yang dicangkok. Meskipun ada pengobatan yang bisa menekan kerja sistem imun, tubuh “baru” dari pendonor sangat mungkin akan tetap menolak organ-organ asing.

Pertimbangan lain mengapa tranplantasi kepala tingkat keberhasilannya rendah

Selain yang sudah disebutkan di atas, perbedaan biokimia antara kepala dan tubuh donor juga bisa jadi salah satu masalah besar yang harus dihadapi selanjutnya. Hal ini tentu tidak semudah mengganti bohlam lampu dengan yang baru.

Jika Anda memindahkan kepala dan otak ke tubuh baru, maka perlu memasukkannya ke lingkungan kimia baru dengan sistem saraf yang baru. Nah, berbagai permasalahan ini justru akan meningkatkan risiko kematian kepada orang yang menerima donor karena kemungkinan terjadinya penolakan dalam tubuh serta infeksi.  

Tidak hanya itu, transplantasi kepala juga mengharuskan ahli bedah untuk menyambungkan sangat banyak saraf dan pembuluh darah, serta tulang belakang dan sumsum tulang belakang dari kepala yang hidup ke tubuh donor. Nah, jika Canavero benar-benar telah menemukan terobosan dalam menyambung kembali saraf tulang belakang, mengapa tidak melakukannya lebih dulu pada orang yang memiliki cedera saraf tulang belakang sebelum melakukan transplantasi kepala?

Para peneliti sudah menghabiskan beberapa dekade untuk meneliti segala aspek mengenai cedera tulang belakang. Sayangnya, sampai saat ini masih sangat sedikit sekali pilihan untuk mengobati pasien dengan jenis cedera tersebut. Lantaran peneliti belum menemukan cara menyambungkan kembali tulang belakang manusia, maka akan sangat sulit sekali melakukan penyambungan dua tulang belakang dari dua orang berbeda.

Terlepas dari kontroversi yang ada, masih dibutuhkan studi yang lebih mendalam dengan cakupan yang lebih luas pula jika memang transplantasi kepala mungkin untuk dilakukan. Pasalnya, prosedur rintisan tersebut bisa memberikan harapan baru bagi banyak orang mengalami kelumpuhan atau kecacatan di kemudian hari.

[embed-health-tool-bmi]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Why Human Head Transplants Will Never Work? – https://www.livescience.com/60987-human-head-transplants-will-never-work.html diakses pada 22 Januari 2018

No, There Has Not Been Human “Head Transplant” and There May Never Be – https://www.theguardian.com/science/brain-flapping/2017/nov/17/no-there-hasnt-been-a-human-head-transplant-and-may-never-be-sergio-canavero diakses pada 22 Januari 2018

Sugeon Claims He’s Done The First Human Head Trasnplant, But There Are Hug Red Flags – https://www.sciencealert.com/claims-surgeon-completed-first-human-corpse-head-transplant?perpetual=yes&limitstart=1 diakses pada 22 Januari 2018

Versi Terbaru

06/07/2021

Ditulis oleh Risky Candra Swari

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri

Diperbarui oleh: Ririn Sjafriani


Artikel Terkait

Infeksi Sistem Saraf Pusat

Hemiparesis


Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Risky Candra Swari · Tanggal diperbarui 06/07/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan