Tardive dyskinesia (TD), disebut juga diskinesia tardif atau gangguan gerak tardif, adalah gangguan saraf yang menyebabkan gerakan otot yang tidak disengaja dan berulang-ulang, terutama di wajah, bibir, lidah, leher, punggung, dan anggota tubuh.
Gejala-gejalanya dapat berupa grimacing (wajah meringis), lidah menjulur, bibir berkerut, atau gerakan anggota tubuh yang tidak terkendali.
Tardive dyskinesia biasanya terjadi sebagai efek samping penggunaan jangka panjang obat antipsikotik atau obat yang memengaruhi dopamin, yang sering digunakan untuk mengobati gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia atau gangguan bipolar.
TD bisa menjadi masalah kronis yang menetap bahkan setelah penghentian obat, meskipun kadang-kadang gejalanya dapat membaik seiring waktu.
Pengobatan untuk tardive dyskinesia sering kali melibatkan penyesuaian atau penghentian obat yang menyebabkannya, dan ada juga obat-obatan yang tersedia untuk membantu mengurangi gejalanya.
Gejala tardive dyskinesia
Gejala tardive dyskinesia (TD) terutama melibatkan gerakan otot yang tidak disengaja, berulang, dan tidak terkendali, yang umumnya terjadi pada wajah, tetapi juga bisa memengaruhi bagian tubuh lainnya.
Gerakan yang mungkin terlihat pada wajah meliputi berikut ini.
- Mengunyah atau menggerakkan rahang seperti mengunyah permen karet.
- Menjilat bibir berulang kali.
- Bibir berkerut atau tersenyum tanpa disengaja.
- Lidah menjulur keluar secara berulang-ulang.
- Lidah bergerak-gerak di dalam mulut, sering kali menyebabkan bicara tidak jelas atau sulit menelan.
- Mata berkedip-kedip dengan cepat dan tidak terkendali.
- Mata terbuka atau tertutup dengan cepat.
- Grimacing (meringis).
- Gerakan hidung seperti mengendus-endus.
Sementara itu, gerakan tiba-tiba yang mungkin dialami tubuh di antaranya sebagai berikut.
- Gerakan jari berulang seperti sedang bermain piano.
- Menggerakkan panggul ke depan dan belakang atau ke samping.
- Berjalan dengan posisi telapak kaki seperti bebek.
- Tidak mampu menahan tubuh untuk diam (akathisia).
Gejala-gejala ini dapat terjadi secara ringan dan tidak disadari hingga cukup parah.
Penyebab tardive dyskinesia
Melansir dari Cleveland Clinic, belum diketahui secara pasti penyebab dari tardive dyskinesia.
Namun, kondisi ini diduga bisa dipicu oleh penggunaan jangka panjang obat-obatan antipsikotik, terutama yang dikenal sebagai antipsikotik generasi pertama (antipsikotik tipikal) atau obat penghambat reseptor dopamin (antagonis dopamin).
Obat-obatan ini bekerja dengan memblokir reseptor dopamin di otak, yang membantu mengontrol gejala gangguan kejiwaan, seperti skizofrenia dan gangguan bipolar.
Sayangnya, pemblokiran dopamin dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan perubahan pada sistem saraf yang mengakibatkan gerakan tidak terkendali yang menjadi karakteristik tardive dyskinesia.
Berdasarkan Cleveland Clinic, beberapa contoh obat antipsikotik generasi pertama, di antaranya:
- chlorpromazine,
- fluphenazine,
- haloperidol,
- perphenazine,
- prochlorperazine,
- thioridazine, dan
- trifluoperazine.
Selain antipsikotik generasi pertama, beberapa obat lain yang juga bisa memicu tardive dyskinesia meliputi berikut ini.
- Antipsikotik generasi kedua (atipikal). Meski lebih jarang dibandingkan antipsikotik generasi pertama, obat antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone atau olanzapine, juga bisa menyebabkan TD, terutama jika digunakan dalam dosis tinggi atau untuk waktu yang lama.
- Obat-obatan antiemetik. Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi mual dan muntah, seperti metoclopramide, juga telah dikaitkan dengan tardive dyskinesia jika digunakan dalam jangka panjang.
- Obat lain yang memengaruhi dopamin. Obat-obatan lain yang memengaruhi sistem dopamin dalam otak, seperti obat antiparkinson tertentu atau antidepresan, juga dapat berkontribusi pada pengembangan tardive dyskinesia.
Selain itu, ada faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami tardive dyskinesia, seperti berikut ini.
- Penggunaan obat dalam waktu lama.
- Penghentian atau perubahan penggunaan obat secara tiba-tiba.
- Berusia 40 tahun ke atas.
- Berjenis kelamina wanita, terutama yang sudah menopause.
- Memiliki diabetes atau penyakit saraf lain yang mungkin lebih rentan.
Penting untuk diingat bahwa tidak semua orang yang menggunakan obat-obatan ini akan mengembangkan tardive dyskinesia, tetapi penting untuk memantau gejala-gejala tersebut, terutama jika menggunakan obat-obatan yang diketahui berisiko.
Diagnosis tardive dyskinesia
Gejala TD dapat mirip dengan gangguan gerakan lainnya. Untuk itu, diagnosis membutuhkan perhatian khusus terhadap riwayat penggunaan obat dan gejala yang dialami.
Dokter akan memeriksa riwayat penggunaan obat-obatan antipsikotik atau obat lain yang diketahui dapat menyebabkan TD.
Mereka juga akan meninjau lama penggunaan, dosis obat, dan waktu munculnya gejala setelah penggunaan obat.
Setelah itu, pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk mengamati adanya gerakan tidak terkendali, seperti gerakan di wajah, lidah, bibir, tangan, atau kaki.
Dokter akan menilai frekuensi, durasi, dan pola gerakan tersebut. Pemeriksaan mungkin menggunakan skala penilaian khusus untuk menilai keparahan dan frekuensi gejala TD.
Salah satu yang paling umum adalah abnormal involuntary movement scale (AIMS), yang membantu menilai gerakan abnormal pada berbagai bagian tubuh.
Dokter juga mungkin akan merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) untuk memastikan gejala sesuai dengan pemicu dan faktor risiko TD.
Jika TD dicurigai, dokter mungkin akan memantau perkembangan gejala seiring waktu, terutama jika obat penyebab dihentikan atau dosisnya diubah.
Terkadang, penghentian obat dapat memperjelas diagnosis, meskipun TD bisa bertahan atau bahkan memburuk setelah penghentian obat.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin merujuk pasien ke spesialis neurologi atau psikiatri untuk evaluasi lebih lanjut dan diagnosis yang lebih pasti.
Sayangnya, sebagian besar kasus tardive dyskinesia merupakan kondisi kronis atau jangka panjang, sehingga tidak bisa sembuh total.
Untuk itu, penanganan TD fokus pada mengurangi gejala dan mencegah perburukan lebih lanjut.
Penanganan memerlukan pendekatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan respons setiap pasien.
Umumnya, dokter mungkin akan melakukan penyesuaian obat-obatan yang sedang digunakan dengan pilihan berikut ini.
Selain melakukan penyesuaian obat yang digunakan, dokter mungkin juga akan meresepkan beberapa obat-obat untuk membantu meredakan gejala, di antaranya: