Gangguan kesadaran merupakan salah satu tanda peringatan penting dalam dunia medis karena dapat menunjukkan adanya masalah serius pada otak atau tubuh secara keseluruhan. Salah satu bentuk gangguan kesadaran yang perlu dikenali adalah stupor. Meskipun tidak separah koma, kondisi ini juga perlu diwaspadai. Memang, apa yang dimaksud dengan stupor? Apa perbedaan antara stupor dan koma? Ketahui selengkapnya di bawah ini.
Apa itu stupor?
Stupor adalah kondisi penurunan kesadaran ketika seseorang tampak seperti “setengah sadar” atau sangat sulit dibangunkan.
Orang dalam tingkat kesadaran stupor tidak merespons saat diajak bicara atau diberi cahaya, dan hanya bisa bereaksi jika disentuh dengan keras atau diberi rangsangan nyeri, seperti cubitan kuat.
Keadaannya lebih parah dari sekadar mengantuk berat, tapi belum sampai koma.
Pada stupor, seseorang berada dalam keadaan sangat mengantuk atau hampir tidak sadar, tetapi masih dapat dibangunkan sementara.
Mereka mungkin tampak tertidur dengan mata terbuka, tetapi tidak merespons suara atau interaksi verbal ringan.
Sementara koma adalah kondisi yang lebih dalam, di mana pasien tidak bisa dibangunkan sama sekali.
Penderita koma biasanya tertidur dengan mata tertutup dan tidak menunjukkan aktivitas spontan maupun reaksi terhadap rangsangan.
Pada pasien dengan stupor akibat katatonia (salah satu gangguan psikomotorik) sering juga terjadi posisi stupor. Apa itu posisi stupor?
Ini merupakan keadaan di mana tubuh berada dalam posisi tertentu yang tidak biasa dan tetap diam tanpa bergerak.
Misalnya, jika tubuh pasien dipindahkan atau diangkat tangannya oleh dokter, tangannya bisa tetap berada di posisi itu seolah-olah “mengunci” dan tidak kembali ke posisi semula.
Stupor bisa terjadi karena gangguan serius pada otak, seperti cedera kepala, stroke, infeksi berat, atau keracunan.
Oleh karena itu, penting bagi Anda memahami arti stupor, dan segera mencari bantuan medis jika kondisi ini terjadi pada orang di sekitar Anda.
Gejala stupor
Pada keadaan stupor, ada beberapa gejala yang bisa dikenali dari respons tubuh, di antaranya sebagai berikut.
- Respons hanya terhadap rangsangan fisik kuat, seperti cubitan, tekanan dada (sternal rub), atau rangsangan nyeri yang kuat.
- Tidak ada respons terhadap rangsangan ringan, seperti suara, cahaya, atau interaksi verbal biasa.
- Tubuh tampak kaku (rigid) dan tidak bergerak kecuali saat dirangsang dengan kuat. Jika merespons, reaksinya pun sedikit dan cepat menghilang.
- Napas sangat cepat, lamban, dalam, dangkal, atau tidak teratur.
- Tekanan darah bisa meningkat atau menurun tergantung penyebabnya.
- Tubuh menjadi sangat limbung (flaccid).
- Pupil sangat melebar atau mengecil, terkadang juga tidak berkontraksi saat terkena cahaya.
- Bisu atau tidak merespons verbal, bahkan saat disentuh atau diberikan rangsangan.
Penyebab stupor
Stupor biasanya disebabkan oleh kondisi medis berat yang memengaruhi otak secara menyeluruh atau sistem saraf pusat. Beberapa penyebab utama yang diketahui meliputi berikut ini.
- Toksin dan overdosis: Ini termasuk alkohol, karbon monoksida, sedatif (misalnya barbiturat, benzodiazepin), opioid, obat psikotropika, atau obat terlarang.
- Gangguan metabolik. Misalnya hipoglikemia atau hiperglikemia, gagal hati atau ginjal, gangguan elektrolit (natrium, magnesium), perubahan suhu tubuh ekstrem (hipotermia atau hipertermia), serta ketidakseimbangan asam-basa.
- Lesi struktural otak. Stroke (iskemik atau hemoragik), tumor otak, abses, perdarahan, edema yang meningkatkan tekanan intrakranial, bahkan herniasi otak.
- Infeksi berat. Misalnya meningitis, ensefalitis, sepsis, SARS, bahkan infeksi saluran kemih pada orang tua.
- Cedera kepala dan gangguan pernapasan. Trauma kepala, henti jantung atau napas (hipoksia berat), asfiksia, gegar otak.
- Kejang berat atau berulang. Ini termasuk status epileptikus sehingga mengganggu fungsi otak.
- Penyakit sistem saraf lainnya. Misalnya ensefalopati hepatik, Wernicke encephalopathy (karena defisiensi tiamin), atau status pascakrisis kejang.
Semua kondisi ini bisa menyebabkan penurunan kesadaran yang drastis, sehingga hanya rangsangan fisik kuat yang bisa membangunkan pasien.
Diagnosis stupor
Diagnosis perlu dilakukan dengan memeriksa seberapa sadar seseorang terhadap sekitarnya.
Dokter akan mencoba berbicara, menyentuh, atau memberikan cubitan untuk melihat apakah pasien bereaksi.
Jika pasien menunjukkan gejala stupor, pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan untuk mengecek fungsi otak dan saraf, termasuk tes mata, otot, dan refleks.
Tes darah juga penting untuk mencari apakah ada infeksi, keracunan, atau gangguan gula darah dan garam tubuh.
Dokter bisa menggunakan alat bantu seperti CT scan atau MRI untuk melihat apakah ada masalah pada otak, seperti stroke atau tumor.
Semua pemeriksaan ini membantu dokter memastikan penyebab kondisi dan memberikan penanganan yang sesuai secepat mungkin.
Pengobatan stupor
Pengobatan stupor harus dimulai dengan menangani kondisi tubuh yang paling penting terlebih dahulu.
Di antaranya, menjaga agar pasien bisa bernapas dengan baik, jantung berdetak normal, serta memastikan kadar gula darah dan cairan tubuh seimbang.
Setelah itu, dokter akan mencari tahu penyebab stupor dan memberikan obat yang sesuai.
Berdasarkan jurnal Annals of cardiac anaesthesia, obat yang paling sering digunakan adalah benzodiazepin seperti lorazepam, karena bisa membantu pasien yang mengalami stupor akibat gangguan saraf atau kondisi kejiwaan seperti katatonia.
Jika penyebabnya adalah kejang atau gangguan psikis berat, maka dokter mungkin akan memberikan obat tambahan, seperti antikejang atau antipsikotik.
Pada beberapa kasus yang tidak membaik dengan obat, dokter bisa menggunakan terapi kejut listrik (ECT).
Untuk jenis stupor tertentu, seperti yang disebabkan oleh stres psikologis berat (dissociative stupor), pengobatannya bisa menggunakan kombinasi obat penenang dan antidepresan.
Semua pengobatan ini disesuaikan dengan penyebab dan kondisi masing-masing pasien agar hasilnya optimal.
Kesimpulan
- Stupor adalah kondisi gangguan kesadaran berat di mana seseorang tampak setengah sadar dan hanya merespons rangsangan fisik yang kuat.
- Orang dalam keadaan ini tidak bisa diajak bicara atau berinteraksi seperti biasa, dan sering kali tampak diam, tidak bergerak, serta tidak bereaksi terhadap lingkungan.
- Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai masalah serius seperti cedera otak, gangguan metabolik, infeksi, atau gangguan kejiwaan, dan membutuhkan penanganan medis segera untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
[embed-health-tool-bmi]