backup og meta
Kategori
Cek Kondisi

1

Tanya Dokter
Simpan

7 Langkah Bijak Menghadapi Anak yang Fobia Sosial

Ditinjau secara medis oleh dr. Yusra Firdaus


Ditulis oleh dr. Ayuwidia Ekaputri · Tanggal diperbarui 03/06/2021

    7 Langkah Bijak Menghadapi Anak yang Fobia Sosial

    Jika anak tak memiliki teman dan sulit bergaul, Anda mesti memerhatikannya dengan jeli. Mungkin saja, tanpa disadari si kecil mengalami ketakutan untuk menjalin hubungan dengan dunia luar alias fobia sosial. Anak yang fobia sosial biasanya muncul pada anak yang pernah alami kekerasan sebelumnya, sehingga ia masih mengalami trauma.

    Tak mudah memang menghadapi anak yang fobisa sosial, tapi sebagai orangtua Anda tetap harus membantunya untuk keluar dari ketakutannya tersebut. Lantas, langkah seperti apa yang harus dilakukan orangtua?

    Tanda fobia sosial pada anak

    Perlu dipahami bahwa fobia sosial berbeda dengan pemalu. Pemalu tidak menyebabkan anak mengalami masalah ketika berinteraksi sosial. Anak-anak yang pemalu, memiliki teman dan lingkungan sosial yang menyenangkan baginya.

    Biasanya, anak yang pemalu hanya perlu waktu lebih lama untuk beradaptasi, tapi tetap bisa membangun interaksi sosial yang baik. Berbeda dengan fobia sosial, anak memiliki ketakutan dalam berinteraksi sosial atau menjadi pusat perhatian.

    Anak yang fobia sosial, layaknya gangguan fobia lainnya, memiliki ketakutan berlebihan dalam menghadapi situasi-situasi sosial terutama ketika ia menjadi pusat perhatian.

    Beberapa tanda bahwa anak mengalami fobia sosial di antaranya:

    • Menarik diri dari pergaulan
    • Kesulitan menghadapi pertemuan dengan teman lain atau masuk ke dalam kelompok
    • Pada anak-anak seringkali kecemasan terhadap situasi sosial ini ditunjukkan dengan sikap tantrum atau mengamuk, menangis, membeku, atau tidak sanggup berbicara
    • Memiliki jumlah teman yang sangat terbatas
    • Menghindari situasi sosial, terutama yang menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian seperti berbicara di depan kelas, menjawab telepon, menjawab pertanyaan di kelas
    • Terkadang memiliki gejala fisik ketika dihadapkan pada situasi sosial seperti mual, nyeri perut, pipi memerah, menangis, keringat dingin, dan gemetar

    Cara ortu hadapi anak yang fobia sosial

    Anak-anak dengan fobia sosial dapat mengalami stress yang cukup berat dan sering kali memberikan dampak negatif terhadap akademis, hubungan sosial, dan kepercayaan dirinya. Selain mengandalkan ahli seperti psikolog untuk mengatasi masalah ini, Anda juga bisa membantunya keluar dari fobia sosial yang dialaminya, seperti:

    1. Berikan ia penjelasan

    Biasanya anak tahu situasi-situasi apa yang menyebabkan ia merasa sangat cemas dan takut. Namun, ia tidak paham mengapa ia merasa sangat cemas.

    Nah, orangtua perlu memberitahukan anak bahwa ia bisa menceritakan kecemasannya tersebut pada Anda. Berikan pengertian juga bahwa merasa cemas itu wajar dan setiap orang pernah mengalaminya.

    Jelaskan padanya bahwa yang perlu dilakukan adalah menghadapi kecemasan itu perlahan dan bersama-sama. Katakan Anda akan selalu mendampinginya.

    2. Jangan sebut anak pemalu atau penakut

    Anak yang fobia sosial justru akan merasa semakin tertekan jika mendapat label yang negatif. Selain itu, lama-kelamaan ia akan mempercayai label yang diterimanya sehingga dia tidak akan berusaha untuk menghilangkan ketakutannya.

    Jika ada orang yang melabelinya sebagai pemalu atau penakut, katakan bahwa sebenarnya ia mudah bergaul jika sudah kenal dengan baik dengan orang tersebut. Hal ini dapat membangun kepercayaan dirinya di depan orang lain.

    3. Ajarkan cara menenangkan diri

    Anak-anak perlu mengetahui beragai upaya yang dapat dilakukan jika ia mulai merasa cemas. Agak sulit jika anak langsung dipaksa untuk beradaptasi dengan situasi sosial. Hal pertama yang bisa dilakukan adalah belajar untuk menenangkan diri ketika kecemasan itu muncul.

    Menarik napas dalam adalah cara terbaik untuk menenangkan detak jantung yang cepat, nafas yang pendek dan cepat, dan pusing. Ajarkan anak untuk bernapas seperti meniup balon. Tarik napas dalam 4 hitungan, tahan dalam 4 hitungan, lepaskan dalam 4 hitungan.

    Sering kali anak yang fobia sosial juga mengalami ketegangan otot saat berada di keramaian. Ajarkan anak untuk merelaksasikan otot ketika dia cemas. Caranya dengan membentuk kepalan tangan sekuat tenaga selama 5 detik, kemudian pelan-pelan melepaskan. Lakukan hal serupa dengan mengencangkan otot lengan, bahu, dan kaki.

    4. Tanamkan pikiran positif

    Anak dengan fobia sosial sering berpikir berlebihan dan berpikir bahwa ia akan ditertawakan, dicemooh, dan dihina oleh orang lain. Maka itu, Anda mesti menanamkan berbagai pikiran positif.

    Contohnya, jika ia takut teman-teman akan menertawakannya ketika berbicara di depan kelas, tanyakan kenapa ia berpikiran seperti itu. Jelaskan bahwa mereka tidak bermaksud mencemooh, tapi bisa saja mereka senang dan menyukai apa yang dibicarakannya di depan kelas

    5. Ajak anak belajar untuk bergaul

    Perkenalkan cara-cara untuk bergaul kepada anak dengan cara bermain peran. Contohnya bagaimana menyapa, bagaimana ikut bergabung atapun keluar dari kelompok, memulai pembicaraan, mendengarkan dan bagaimana merespon cerita teman lain, dan bertanya. Ajak anak untuk mempraktikkannya dimulai dari keluarga seperti sepupu sebayanya.

    6. Hindari memaksa anak

    Jika anda menemani anak di sekolah atau situasi sosial lainnya, hindari mendorong dan memaksa anak untuk berbicara dengan orang lain. Gunakan cara yang lebih baik misalnya dengan mengajaknya berdiskusi apakah ia mau terlibat dalam pembicaraan temannya. Jika anak setuju, yakinkan ia bisa dengan menerapkan teknik bergaul yang sudah diajarkan.

    7. Bicara dengan guru sekolah

    Sebaiknya, guru di sekolah tahu situasi yang dialami oleh anak Anda. Diskusikan hal-hal yang dapat dilakukan bersama untuk menolong anak menghadapi fobia sosial. Dengan cara seperti ini, anak mendapat dukungan dari lingkungan di luar keluarga.

    Menghadapi anak yang mengalami fobia sosial kadang melelahkan. Jika Anda merasa butuh bantuan, anda dapat berkonsultasi ke psikolog, psikiater, atau pun dokter anak mengenai situasi ini.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Yusra Firdaus


    Ditulis oleh dr. Ayuwidia Ekaputri · Tanggal diperbarui 03/06/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan