Tuberkulosis (TB) termasuk dalam daftar penyakit infeksi yang paling mematikan di Indonesia. Penyakit akibat bakteri Mycobacterium tuberculosis ini tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menimbulkan masalah pada tulang, otak, dan bagian tubuh lainnya. Terapi pencegahan tuberkulosis (TPT) dapat menjadi cara terbaik untuk mencegahnya.
Apa itu terapi pencegahan tuberkulosis (TPT)?
Terapi pencegahan tuberkulosis adalah serangkaian pengobatan dengan satu jenis atau lebih obat antituberkulosis yang diberikan untuk mencegah perkembangan penyakit TB.
Pemberian TPT sangat penting dilakukan kepada orang-orang yang telah terinfeksi oleh bakteri penyebab tuberkulosis.
Perlu diketahui, penularan TBC bisa terjadi sangat cepat melalui udara. Apakah paparan bakteri akan berkembang menjadi penyakit bergantung pada kondisi tubuh Anda.
Bila Anda sedang sehat saat terpapar bakteri TB, bakteri yang masuk dapat segera dilawan oleh sistem imun. Dengan begitu, Anda tidak akan terinfeksi dan menjadi sakit.
Namun, bila tubuh sedang sakit, bakteri bisa menjadi aktif dan berkembang biak dengan cepat. Alhasil, Anda akan mengalami gejala dan bisa menularkan penyakit ke orang lain.
Dalam beberapa kasus, bakteri TB juga bisa bersifat laten. Pada TB laten, bakteri tidak menyebabkan sakit, tetapi bisa menjadi aktif di kemudian hari dan memunculkan gejala apabila tidak diberi pengobatan.
Nah, pemberian TPT inilah yang akan mencegah perkembangan bakteri laten di dalam tubuh. Beberapa orang yang harus mendapatkan terapi pencegahan ini meliputi:
- orang-orang yang kontak erat dengan pasien TBC atau tinggal satu rumah,
- pengidap HIV/AIDS,
- anak-anak,
- pasien kanker dan diabetes,
- pasien yang sedang menjalani perawatan dialisis atau pernah menjalani transplantasi organ, serta
- warga binaan pemasyarakatan (WBP).
Obat-obatan yang digunakan dalam TPT akan bekerja untuk menghilangkan bakteri TB sebelum bakteri mulai merusak organ dan menimbulkan penyakit. TPT hanya efektif bila tidak ada bukti penyakit TB aktif.
Jenis-jenis pemberian TPT
Di Indonesia, terapi pencegahan tuberkulosis tersedia dalam 4 regimen. Berikut penjelasan lebih lanjutnya.
1. 6H
Pada regimen 6H, pasien diberikan satu macam obat isoniazid (INH) yang harus diminum setiap hari selama 6 bulan. Isoniazid merupakan antibiotik yang berfungsi untuk menangani gejala tuberkulosis paru atau di luar paru.
Pemberian TPT dengan regimen ini lebih tepat bila ditujukan pada anak berusia di bawah 2 tahun yang tinggal serumah dengan pasien TB dan orang-orang yang mengidap HIV/AIDS (ODHA).
2. 3HP
Pasien yang menjalani regimen 3HP berarti harus minum 2 macam obat INH dan rifapentin sebanyak satu kali seminggu selama tiga bulan.
Rifapentin sendiri kerap digunakan untuk mengurangi infeksi bakteri bagi penderita tuberkulosis aktif yang memiliki hasil tes mantoux positif.
3HP disarankan bagi anak-anak berusia 2–4 tahun yang tinggal bersama pasien tuberkulosis, ODHA di atas 2 tahun, dan kelompok berisiko lainnya yang berusia lebih dari 2 tahun.
3. 3HR
Pemberian TPT dengan regimen 3HR cocok untuk bayi di bawah dua tahun yang tinggal satu rumah bersama pasien tuberkulosis atau memiliki HIV/AIDS.
Pasien akan diberikan 2 macam obat INH dan rifampisin yang harus diminum setiap hari selama 3 bulan. Rifampisin berfungsi untuk mengobati beberapa penyakit akibat infeksi bakteri. Selain TBC, penyakit yang juga diatasi dengan obat ini adalah kusta.
4. 6Lfx+E
Regimen 6Lfx+E terdiri atas 2 macam obat, yaitu levofloxacin dan ethambutol. Obat diminum setiap hari selama 6 bulan.
Biasanya pemberian TBT dengan regimen ini ditujukan pada anak yang kerap melakukan kontak dekat atau tinggal serumah dengan pasien TB RO.
Selama menjalani regimen pengobatan, pasien harus benar-benar minum obat TBC sesuai saran dokter. Walaupun pasien merasa sehat, pengobatan tetap harus dilanjutkan sampai waktu yang telah ditentukan.
Usahakan minum obat pada jam yang sama setiap harinya dalam keadaan perut kosong. Anda bisa meminumnya satu jam sebelum makan atau dua jam setelah makan.
Efek samping terapi pencegahan tuberkulosis
Terkadang, pasien bisa mengalami efek samping obat TBC setelah mendapatkan terapi pencegahan tuberkulosis. Beberapa efek sampingnya meliputi:
- kehilangan nafsu makan,
- mual, muntah, dan sakit perut,
- sensasi kebas atau kesemutan di kaki,
- perubahan warna urine,
- kebingungan,
- muncul ruam kulit,
- mata kekuningan,
- kelelahan yang tidak biasa, dan
- mengantuk.
Sebenarnya, efek samping jarang terjadi. Bila Anda mengalami kondisi-kondisi di atas dan tak kunjung membaik, segera hubungi dokter agar bisa mendapatkan penanganan segera.
Bagaimana cara mendapatkan TPT?
Dilansir dari situs TB Indonesia, Anda bisa mengakses TPT dengan mengunjungi fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit yang terdekat. Nantinya, Anda akan mendapatkan obat TBC dan akses TPT gratis dengan atau tanpa BPJS.
Bila TPT tidak tersedia, mintalah rekomendasi dari pihak tenaga medis untuk mengarahkan Anda ke fasilitas layanan kesehatan lainnya.
Pastikan Anda memenuhi syarat supaya bisa menerima terapi pencegahan tuberkulosis. Adapun syaratnya adalah memiliki hasil diagnosis bukan penderita TBC dan hasil tuberkulin atau rontgen yang normal.