Anda mungkin lebih sering mendengar tentang intoleransi laktosa daripada intoleransi salisilat. Intoleransi salisilat memang sebuah kondisi yang jarang, tapi faktor penyebab dan gejalanya sangat umum sehingga Anda mungkin tak pernah menyadarinya. Yuk, cari tahu lebih lanjut!
Apa itu intoleransi salisilat?
Intoleransi laktosa atau sensitivitas salisilat adalah serangkaian reaksi negatif yang dimunculkan oleh tubuh setelah mengalami kontak dengan asam salisilat — baik yang dikonsumsi lewat mulut atau digunakan pada kulit.
Salisilat adalah senyawa yang umum ditemukan dalam makanan, obat-obatan dan produk lain yang dapat menyebabkan reaksi merugikan pada beberapa orang.
Apa penyebabnya?
Dilansir dari Healthline, sensitivitas salisilat disebabkan oleh kelebihan leukotrien — zat yang sering mengakibatkan peradangan terkait dengan asma, radang usus, dan rematik. Itu sebabnya orang pengidap asma dan radang usus paling rentan dengan kondisi ini.
Tubuh memproduksi leukotrien berlebih ketika enzim siklooksigenase yang bekerja memecahnya mengalami hambatan sehingga menyebabkan penumpukan.
Salisilat alami banyak ditemukan dalam beragam makanan, termasuk buah-buahan, sayuran, kopi, teh, kacang, rempah-rempah dan madu. Sementara versi sintetiknya umumnya digunakan sebagai pengawet makanan, juga ditemukan dalam obat-obatan seperti aspirin dan Pepto-Bismol serta berbagai produk perawatan tubuh.
Dibandingkan dengan makanan, obat-obatan seperti aspirin mengandung salisilat dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya mengapa intoleransi salisilat paling sering dikaitkan sebagai efek samping obat-obatan.
Gejala yang muncul saat mengalami intoleransi salisilat
Gejala yang muncul serta seberapa parah intensitasnya akan banyak tergantung pada berapa banyak kadar salisilat dalam tubuh. Umumnya, intoleransi laktosa memiliki gejala mirip reaksi alergi atau penyakit umum lain. Namun, tidak semua orang memiliki gejala yang sama.
Gejala sensitivitas salisiliat, meliputi:
- Hidung tersumbat
- Infeksi dan peradangan sinus
- Polip hidung
- Sesak napas
- Diare
- Terus buang gas
- Peradangan kolon (kolitis)
- Biduran
- Pembengkakan pada jaringan
- Demam
- Mual dan muntah, rasa tidak nyaman ada perut
Makanan, obat, dan produk apa saja yang mengandung salisilat?
Salisilat alami terkandung dalam banyak sayur dan buah-buahan serta rempah. Misalnya:
- Kismis
- Ceri
- Anggur
- Nanas
- Jeruk
- Stroberi
- Jambu biji
- Kiwi
- Apel
- Brokoli
- Mentimun
- Okra
- Sawi putih
- Lobak
- Kecambah
- Terong
- Ubi jalar
- Bayam
- Jahe
- Kayu manis
- Cengkeh
- Oregano
- Jinten
- Kunyit
- Adas
Pada buah, sayur, dan rempah-rempah, tingkat salisilat bervariasi bergantung dari kondisi kematangannya dan cara penyajiannya. Contoh, manisan buah kering mengandung salisilat yang lebih tinggi dibanding buah segar karena air buah sudah diperas.
Salisilat dalam bentuk sintetis terdapat dalam:
- Pasta gigi rasa mint
- Parfum
- Sampo atau kondisioner
- Obat kumur
- Losion kulit
- Obat aspirin dan obat antiradang (non kortikosteroid), dan beberapa obat antinyeri, seperti ibuprofen.
Zat ini juga ditambahkan pada teh, cuka, permen, madu, dan makanan kemasan, seperti selai, permen karet, keripik, kerupuk, dan perasa buah.
Bagaimana mengatasinya?
Perhatikan apa yang Anda makan-minum dan gunakan sehari-hari untuk mencegah reaksi intoleransi terhadap salisilat. Paparan salisilat dosis tinggi dalam waktu singkat bisa menyebabkan kehilangan kesadaran, dan ini biasanya ini disebabkan oleh penggunaan obat.
Sampaikan pada dokter jika Anda memiliki kondisi ini agar dokter dapat mengganti jenis obat yang Anda pakai. Pilih produk perawatan tubuh yang tidak mengandung salisilat atau asam salisilat.
Sebagai ganti menu buah yang mengandung salisilat. Anda bisa memperbanyak konsumsi sayur dan buah jenis lainnya, seperti pir, seledri, kubis, dan kacang-kacangan.
Kemudian, jangan lupa untuk mencatat setiap reaksi yang muncul dari makanan yang dikonsumsi atau produk yang digunakan. Bila memunculkan gejala, hindari konsumsi dan pemakaiannya di kemudian hari.
Kalkulator BMI
Benarkah berat badan Anda sudah ideal?
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.