backup og meta

10 Cara Menghilangkan Trauma pada Anak setelah Dimarahi

10 Cara Menghilangkan Trauma pada Anak setelah Dimarahi

Mengasuh anak memang terkadang menguras emosi. Bahkan, beberapa orangtua kerap kelepasan melampiaskan amarahnya kepada anak. Meski dilakukan tanpa niat buruk, orangtua perlu tetap menerapkan cara menghilangkan trauma pada anak setelah dimarahi. 

Menerapkan hal tersebut dapat mendukung perkembangan emosional dan mental anak. Lantas, bagaimana caranya? Simak cara menghilangkan trauma pada anak setelah dimarahi berikut ini. 

Apa dampak anak yang sering dimarahi? 

penyebab anak tidak percaya diri

Sebagian besar orangtua menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, terkadang akan ada masanya anak berperilaku tidak baik dan Anda akan meresponsnya dengan perasaan marah. 

Meskipun marah adalah respons emosional yang wajar, dampak dari anak yang sering dimarahi secara berlebihan dapat meninggalkan trauma berkepanjangan. 

Trauma ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan emosional anak, tetapi juga perkembangan dan hubungan sosialnya. 

Berikut ini adalah beberapa dampak umum yang dapat terjadi pada anak sering dimarahi. 

1. Rasa cemas dan takut 

Rasa cemas dan takut adalah dua dampak emosional yang sering muncul pada anak setelah mereka mengalami trauma akibat dimarahi. 

Nantinya anak mungkin akan merasa khawatir bila mereka akan melakukan kesalahan lagi dan nantinya akan dimarahi lagi.

Alhasil, hal ini akan menimbulkan perasaan tidak aman bagi anak yang dapat memicu kecemasan berlebih. 

2. Kurang percaya diri 

Anak yang sering dimarahi biasanya akan punya mental kurang percaya diri.

Hal ini karena dimarahi berlebihan dapat membuat anak merasa tidak berharga, tidak mampu, tindak pantas, hingga dapat merusak harga dirinya.

Ketika anak terus-menerus mendapatkan efek negatif, seperti dimarahi atau dikritik, mereka mungkin akan meragukan kemampuan dan nilai dirinya. Akhirnya, anak pun menjadi kurang percaya diri dan takut mengambil risiko. 

3. Perilaku yang buruk 

Beberapa orangtua mungkin berpikir bahwa memarahi anak adalah solusi yang tepat untuk memperbaiki perilaku anak yang buruk dan mencegah anak mengulanginya kembali. 

Namun, memarahinya justru dapat menimbulkan lebih banyak masalah dan memperburuk perilaku anak.

Bahkan, dalam kebanyakan kasus, anak-anak yang sering dimarahi tidak mengubah perilaku buruknya, tetapi malah bereaksi lebih parah dari sebelumnya. 

4. Gangguan belajar 

Dampak dari anak yang sering dimarahi selanjutnya adalah anak mengalami gangguan belajar.

Ketika anak merasa tidak aman atau terancam secara emosional, mereka mungkin akan kesulitan dalam mengatur perilaku dan fokusnya. 

Hal ini tentu akan berdampak pada konsentrasinya saat belajar di sekolah. Bahkan, pada sebagian anak mungkin bisa kehilangan motivasi untuk belajar. 

Cara menghilangkan trauma pada anak setelah dimarahi

cara menghilangkan trauma pada anak

Perlu diingat, setelah mengalami trauma, efek emosional yang terjadi pada anak dapat bertahan lama. 

Bahkan, melansir Kids Health, pada sebagian anak, trauma dapat menyebabkan gangguan stres pascatrauma (PTSD)

Namun, sebenarnya anak-anak bisa pulih dari trauma, termasuk yang disebabkan oleh sering dimarahi.

Untuk mengembalikan mental anak yang sering dimarahi, berikut ini adalah tips atau cara yang bisa orangtua lakukan. 

1. Mendengarkan dengan penuh perhatian 

Salah satu cara memperbaiki mental anak yang sering dimarahi, yaitu mendengarkan anak dengan penuh perhatian. 

Berikan anak waktu dan ruang untuk mengekspresikan perasaan mereka tanpa interupsi. Hindari memberikan solusi atau nasihat sebelum mereka selesai berbicara. 

2. Jangan malu untuk meminta maaf 

Meminta maaf juga menjadi cara penting dalam mengembalikan mental anak yang sering dimarahi. 

Bila Anda merasa bahwa telah memarahi atau membentak anak secara berlebihan dan melukai perasaannya hingga menyebabkan trauma, jangan ragu untuk meminta maaf kepadanya. 

3. Berikan pertanyaan terbuka 

Mengajukan pertanyaan terbuka adalah cara efektif untuk mendorong anak lebih banyak bercerita tentang perasaan mereka. Sebaiknya, hindari pertanyaan yang bersifat menuduh atau bahkan mengintimidasi. 

Misalnya Anda bisa mengajukkan pertanyaan, seperti “Bagaimana perasaanmu setelah kejadian tersebut?” “Apakah ada yang membuatmu merasa tertekan atau cemas?” “Bagaimana perasaanmu terhadap orang yang marah?”. 

4.Validasi perasaan mereka 

Cara menghilangkan trauma pada anak setelah dimarahi yang selanjutnya adalah berusaha untuk memvalidasi perasaan anak.

Validasi ini mengacu pada pengakuan dan pemahaman terhadap perasaan anak, tanpa menghakimi atau mencoba untuk mengubah perasaan tersebut. 

Selain menggunakan kata-kata empati, Anda juga bisa memakai bahasa tubuh yang mendukung, seperti kontak mata, senyum, atau mendekatkan diri secara fisik. 

5. Membangun rasa aman 

Membangun rasa aman pada anak merupakan aspek kunci dalam membantu mereka pulih dari trauma akibat sering dimarahi. 

Ketika anak merasa aman, mereka akan lebih mampu mengatasi perasaan cemas, takut, atau tidak aman yang mungkin muncul sebagai hasil dari pengalaman traumatis tersebut.

6. Membangun kembali kepercayaan 

Cara mengembalikan mental anak yang sering dimarahi lainnya adalah berusaha membangun kembali kepercayaan anak. 

Pasalnya, kepercayaan adalah fondasi dari hubungan yang sehat dan stabil. Namun, memulihkan kepercayaan anak membutuhkan waktu, kesabaran, dan konsistensi.

Oleh karena itu, jika Anda melakukan kesalahan atau melanggar kepercayaan anak, akui kesalahan tersebut dengan jujur dan bertanggung jawab.

7. Perbaiki kualitas komunikasi dengan anak

Memperbaiki kualitas komunikasi dengan anak merupakan langkah penting dalam membangun kembali hubungan yang sehat setelah mereka mengalami trauma akibat sering dimarahi.

Komunikasi yang baik membantu memperkuat hubungan, meningkatkan pemahaman antara orangtua dan anak, dan memberikan kesempatan bagi anak untuk mengungkapkan perasaan mereka dengan aman. 

8. Pahami karakter anak 

Memahami karakter anak juga dapat menjadi cara memperbaiki mental anak yang sering dimarahi.

Hal ini karena dengan memahami karakternya, Anda dapat menentukan pola asuh yang tepat agar ia dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik. 

9. Sediakan waktu untuk anak 

Menyediakan waktu untuk anak adalah langkah penting dalam memperbaiki kesejahteraan mental mereka, terutama setelah mereka mengalami trauma akibat sering dimarahi.

Memberikan perhatian dan waktu yang khusus kepada anak akan membantu mereka merasa dihargai, dicintai, dan didukung. 

Anda bisa menetapkan waktu khusus pada hari-hari tertentu bersama anak. Jadwalkan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna yang Anda bisa lakukan bersama.

10. Ingatkan anak bahwa Anda menyayanginya 

Terkadang, anak yang sering dimarahi akan memiliki perasaan bahwa orangtuanya tidak menyayanginya.

Oleh karena itu, untuk membantu mengembalikan mental anak yang sering dimarahi ini, Anda bisa mengungkapkan bahwa sebenarnya Anda menyayanginya. 

Jelaskan kepadanya bahwa amarah yang Anda keluarkan itu tujuannya baik, bukan ingin membuatnya merasa tersakiti dan sedih. Bila perlu Anda bisa juga untuk memeluknya sebagai rasa ungkapan kasih sayang.  

Kesimpulan

Mengatasi trauma pada anak setelah mereka dimarahi membutuhkan pendekatan yang penuh perhatian dan terencana. Dengan memberikan ruang untuk ekspresi emosi, membangun kembali kepercayaan, memahami akar masalah, dan menunjukkan rasa kasih sayang, Anda dapat membantu anak-anak mengatasi dampak negatif dari pengalaman tersebut. Ingatlah bahwa setiap anak adalah individu yang unik, jadi penting untuk menyesuaikan pendekatan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing anak.

[embed-health-tool-vaccination-tool]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Bell, K. M., & Higgins, L. (2015). The Impact of Childhood Emotional Abuse and Experiential Avoidance on Maladaptive Problem Solving and Intimate Partner Violence. Retrieved 23 February 2024, from https://www.mdpi.com/2076-328X/5/2/154 

Mackenbach, J. D., Ringoot, A. P., van der Ende, J., Verhulst, F. C., Jaddoe, V. W., Hofman, A., … Tiemeier, H. W. (2014). PLoS ONE, 9(8). Retrieved 23 February 2024, from https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0104793 

The Problem with Yelling. (n.d.). Retrieved 23 February 2024, from https://www.nami.org/Blogs/NAMI-Blog/February-2018/The-Problem-with-Yelling 

Zimmerman, R. (2013). Study: Yelling At Kids Comparable To Physical Punishment. Retrieved 23 February 2024, from https://www.wbur.org/news/2013/09/05/yelling-at-kids-comparable-physical-punishment-study 

Controlling your anger as a parent. (n.d.). Retrieved 23 February 2024, from https://www.pregnancybirthbaby.org.au/controlling-your-anger-as-a-parent 

Versi Terbaru

27/02/2024

Ditulis oleh Putri Ica Widia Sari

Ditinjau secara medis oleh dr. Aisya Fikritama, Sp.A

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

10 Cara Menyikapi Masa Pubertas Remaja yang Bisa Ortu Lakukan

Metode Time Out, Mendisiplinkan Anak Tanpa Perlu Marah-Marah


Ditinjau secara medis oleh

dr. Aisya Fikritama, Sp.A

Kesehatan anak · RS UNS Solo


Ditulis oleh Putri Ica Widia Sari · Tanggal diperbarui 27/02/2024

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan