backup og meta

Anak Sering BAB tapi Bukan Diare, Ketahui Penyebabnya

Bahayakah?PenyebabCara mengatasi

Banyak orangtua khawatir ketika anak mereka buang air besar (BAB) lebih sering dari biasanya, karena hal ini sering dikaitkan dengan diare atau gangguan pencernaan. Namun, tidak semua kasus BAB yang sering berarti anak mengalami diare. Untuk itu, pahami penyebab anak sering BAB tapi bukan diare di bawah ini.

Bahayakah anak sering BAB tapi bukan diare?

Jawabannya tidak selalu. Frekuensi normal BAB pada anak dapat berbeda-beda, dan peningkatan frekuensi BAB tapi bukan diare tidak selalu menandakan masalah kesehatan yang serius. 

Sering BAB tanpa diare pada anak bisa terjadi secara normal, terutama jika tidak disertai gejala lain yang mengkhawatirkan.

Penyebab kenapa anak BAB sedikit tapi sering bisa berupa bagian dari pola normal perkembangan pencernaan anak.

Selain itu, perhatikan bentuk dan tekstur feses. Konsistensi tinja atau feses yang normal pada anak biasanya berbentuk seperti sosis atau ular dan lembut.

Selama anak sering buang air besar tapi tidak mencret, hal tersebut umumnya tidak menjadi masalah meskipun frekuensi BAB meningkat. 

[embed-health-tool-vaccination-tool]

Penyebab anak sering BAB tapi bukan diare

ambeien pada anak

Kenapa anak sering BAB bisa dipicu oleh berbagai faktor, yang meliputi berikut ini.

1. Refleks gastrocolic

Kondisi ini merupakan respons alami tubuh setelah makan yang merangsang pergerakan usus.

Studi dalam Journal of Child Health Care terhadap anak-anak berusia 18—27 bulan menunjukkan bahwa 75% dari mereka mengalami BAB dalam satu jam setelah makan.

Bahkan, 72% di antara anak-anak tersebut BAB dalam 30 menit pertama.

2. Makan terlalu banyak serat

Frekuensi BAB yang tinggi tapi dengan konsistensi feses normal dapat disebabkan oleh asupan serat yang tinggi.

Meskipun serat penting untuk kesehatan pencernaan, jumlah yang berlebihan dapat meningkatkan frekuensi BAB.

3. Sindrom iritasi usus (IBS)

Anak dengan sindrom iritasi usus dapat mengalami perubahan pola BAB, termasuk menjadi sering BAB tapi bukan diare.

Gejala lain mungkin termasuk nyeri perut, kembung, dan perasaan tidak tuntas setelah BAB.​

4. Diare fungsional

Diare fungsional termasuk salah satu gangguan pencernaan pada anak yang mungkin saja terjadi akibat organ pencernaan anak belum matang.

Kondisi ini ditandai dengan tinja yang longgar tanpa adanya infeksi atau penyebab organik lainnya.

Meskipun feses mungkin lebih lunak, hal tersebut tidak selalu dianggap sebagai diare dan sering kali tidak memengaruhi pertumbuhan anak.

Cara mengatasi anak sering BAB tapi bukan diare

balita buang air besar

Dalam mengatasi anak yang sering buang air besar tanpa diare, perlu disesuaikan dengan masing-masing faktor pemicu. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan.

1. Mengatur pola makan

Kebutuhan serat anak yang normal bervariasi tergantung usia.

Pada anak di atas usia 2 tahun, asupan serat minimal yang direkomendasikan adalah “usia + 5 g” per hari.

2. Meningkatkan aktivitas fisik

Aktivitas fisik yang cukup dapat membantu mengatur pergerakan usus dan mengurangi frekuensi BAB yang tidak normal.

Mendorong anak untuk aktif bermain dan berolahraga secara teratur dapat memberikan manfaat bagi kesehatan pencernaan mereka.

3. Menerapkan kebiasaan BAB yang baik

Mengajarkan anak untuk memiliki rutinitas toilet yang teratur dan posisi duduk yang benar saat BAB dapat membantu mengatur frekuensi BAB.

Misalnya, menggunakan bangku kecil untuk menopang kaki saat duduk di toilet dapat membantu posisi jongkok yang memfasilitasi BAB.

4. Memantau dan mencatat pola BAB

Agar lebih tepat, buat catatan harian tentang frekuensi, konsistensi, dan waktu BAB anak. Hal ini dapat membantu mengidentifikasi pola dan faktor kenapa anak sering BAB.

Informasi ini akan sangat berguna saat berkonsultasi dengan tenaga medis. 

Jika frekuensi BAB anak tetap tinggi tanpa alasan yang jelas atau disertai gejala lain seperti nyeri perut, penurunan berat badan, atau perubahan konsistensi tinja, penting untuk berkonsultasi kepada dokter anak.

Pemeriksaan medis dapat membantu mengidentifikasi kondisi seperti diare pada anak, sindrom iritasi usus, atau gangguan pencernaan lainnya.

Kesimpulan

  • Sering buang air besar (BAB) pada anak tanpa disertai diare umumnya tidak berbahaya dan dapat terjadi secara normal, terutama jika konsistensi tinja tetap normal, anak tumbuh dengan baik, dan tidak ada gejala penyerta seperti nyeri perut, demam, atau penurunan berat badan.
  • Hal ini bisa disebabkan oleh pola makan tinggi serat, aktivitas refleks gastrokolik yang aktif, atau kondisi seperti diare fungsional yang tidak memengaruhi kesehatan secara keseluruhan.
  • Namun, jika frekuensi BAB disertai perubahan perilaku atau gejala lain yang mengkhawatirkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan medis lebih lanjut.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Munasinghe, S., Manathunga, S., Hathagoda, W., Kuruppu, C., Ranasinghe, P., Devanarayana, N. M., Baaleman, D. F., Benninga, M. A., & Rajindrajith, S. (2025). How do we define normal bowel frequency from newborn to teens?: A Bayesian meta-analysis. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition80(4), 569–579. https://doi.org/10.1002/jpn3.12432

Van Aggelpoel, T., De Wachter, S., Neels, H., & Vermandel, A. (2020). Observing postprandial bowel movements in diaper-dependent toddlers. Journal of child health care : for professionals working with children in the hospital and community24(4), 629–636. https://doi.org/10.1177/1367493519882846

Irritable Bowel Syndrome in Children. (2024). Retrieved 24 April 2025, from https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/irritable-bowel-syndrome-ibs/irritable-bowel-syndrome-in-children

Yamada, M., Sekine, M., & Tatsuse, T. (2017). Lifestyle and bowel movements in school children: Results from the Toyama Birth Cohort Study. Pediatrics international : official journal of the Japan Pediatric Society59(5), 604–613. https://doi.org/10.1111/ped.13206

Corazziari, E., Staiano, A., Miele, E., Greco, L., & Italian Society of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (2005). Bowel frequency and defecatory patterns in children: a prospective nationwide survey. Clinical gastroenterology and hepatology : the official clinical practice journal of the American Gastroenterological Association3(11), 1101–1106. https://doi.org/10.1016/s1542-3565(05)00848-7

Rao, C. D., Maiya, P. P., & Babu, M. A. (2015). Non-diarrhoeal increased frequency of bowel movements (IFoBM-ND): enterovirus association with the symptoms in children. BMJ open gastroenterology1(1), e000011. https://doi.org/10.1136/bmjgast-2014-000011

Rajindrajith, S., Hathagoda, W., & Devanarayana, N. M. (2024). Functional Diarrhea in Children. Indian journal of pediatrics91(6), 584–589. https://doi.org/10.1007/s12098-023-04730-6

Devanarayana, N. M., & Rajindrajith, S. (2018). Irritable bowel syndrome in children: Current knowledge, challenges and opportunities. World journal of gastroenterology24(21), 2211–2235. https://doi.org/10.3748/wjg.v24.i21.2211

Viegelmann, G. C., Dorji, J., Guo, X., & Lim, H. Y. (2021). Approach to diarrhoeal disorders in children. Singapore medical journal62(12), 623–629. https://doi.org/10.11622/smedj.2021234

Versi Terbaru

28/04/2025

Ditulis oleh Reikha Pratiwi

Ditinjau secara medis oleh dr. Aisya Fikritama, Sp.A

Diperbarui oleh: Ihda Fadila


Artikel Terkait

8 Tips Ampuh agar BAB Anak Lancar dan Tidak Keras

10 Makanan Penyebab Sembelit pada Bayi


Ditinjau oleh dr. Aisya Fikritama, Sp.A · Kesehatan anak · RS UNS Solo · Ditulis oleh Reikha Pratiwi · Diperbarui 28/04/2025

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan