Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional tahun 2012, konsumsi minyak goreng di Indonesia masih cukup tinggi, setidaknya pemakaian minyak goreng pada tahun 2011 sebesar 8,24 liter/kapita/tahun. Minyak goreng banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena mampu memberikan rasa gurih, tekstur yang renyah, dan warna yang menarik pada makanan, serta dapat meningkatkan nilai zat gizi. Namun tahukah Anda pemanasan minyak goreng dengan suhu tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan berbagai penyakit degeneratif lainnya?
Smoke point: batas maksimal suhu memanaskan minyak
Terdapat berbagai jenis minyak yang dapat digunakan untuk memasak makanan. Setiap minyak memiliki suhu maksimal yang berbeda-beda dalam pemakaiannya. Minyak akan rusak jika sudah mencapai smoke point. Smoke point adalah suhu pemanasan yang dapat menyebabkan pemansan tersebut menimbulkan asap dan menyebabkan minyak mengalami oksidasi kemudian merusak kualitas minyak.
Contoh minyak yang dapat digunakan untuk menggoreng, menumis, dan cara pemanasan lainnya adalah minyak almond, minyak kanola, minyak wijen, yang dapat dipanaskan dengan suhu antara 230 hingga 260 derajat celcius. Sedangkan minyak kelapa hanya bisa dipanaskan hingga api sedang yaitu sekitar 185 derajat celcius.
Untuk minyak zaitun dan minyak jagung, pemakaian yang dianjurkan hanyalah untuk menumis saja, karena minyak tersebut memiliki smoke point mencapai 130 hingga 160 derajat celcius. Seperti halnya, mentega memiliki smoke point hingga 177 derajat celcius.
Apa yang terjadi jika pemanasan minyak melebihi smoke point?
Ketika minyak dipanaskan dengan suhu tinggi, maka yang lemak yang ada di dalamnya akan teroksidasi, terpecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Ketika suhu melebihi smoke point, gliserol tersebut berubah menjadi akrolein yang merupakan komponen asap yang mengakibatkan iritasi pada mata dan tenggorokan. Sedangkan asam lemak bebas selanjutnya berubah menjadi lemak trans yang jika masuk ke dalam tubuh akan mengendap di dinding pembuluh darah. Asap yang muncul dari pemanasan minyak ini menandakan bahwa telah terjadi penurunan zat gizi yang ada di dalam minyak maupun makanan yang dimasak di dalam minyak.
Berbagai jenis vitamin rentan rusak jika dimasak dengan pemanasan bersuhu tinggi. Vitamin biasanya rusak jika dipanaskan pada suhu 70 hingga 90 derajat celcius. Vitamin E akan hilang bersamaan dengan proses oksidasi yang terjadi ketika minyak dipanaskan. Selain itu, vitamin A yang dimasak dengan suhu tinggi juga akan menghancurkan beta-karoten yang merupakan pembentuk dari vitamin A. Kadar penurunan kadar vitamin A dalam makanan dalam proses penggorengan yaitu mencapai 24%.
Hal ini juga terjadi pada makanan yang mengandung karbohidrat. Proses penggorengan makanan yang mengandung karbohidrat akan berdampak pada penurunan jumlah serat yang ada di dalam makanan tersebut, padahal makanan berserat berfungsi untuk melancarkan pencernaan dan menghindarkan dari risiko penyakit jantung, diabetes, dan kanker kolon.
Apa dampaknya bagi tubuh?
Waspadalah jika Anda sering mengonsumsi makanan yang dimasak dengan menggunakan minyak sudah teroksidasi, karena akan meningkatkan risiko terkena berbagai penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, serangan jantung mendadak, dan diabetes mellitus. Minyak yang rusak karena mengalami pemanasan dengan suhu tinggi, memiliki kadar lemak trans yang tinggi. Ketika di dalam tubuh, lemak trans akan menaikkan kadar kolesterol jahat atau low-density lipoprotein (LDL) dan menurunkan kadar kolesterol baik atau high-density lipoportein (HDL).
Kolesterol sebenarnya berfungsi sebagai alat transportasi lemak dari pembuluh darah ke sel-sel dalam tubuh, atau sebaliknya. Kolesterol baik atau HDL berfungsi mengangkut sisa-sisa lemak yang ada di pembuluh darah dan sel tubuh ke organ hati untuk dimetabolisme. Sedangkan kolesterol jahat atau LDL melakukan hal sebaliknya, LDL mengangkut lemak ke pembuluh darah, sehingga ketika kadarnya semakin meningkat di dalam tubuh, maka lemak yang dibawa ke pembuluh darah juga akan semakin banyak. Kemudian terjadi penumpukan lemak di dalam pembuluh darah dan mengakibatkan arterosklerosis, penyakit jantung koroner, serangan jantung, dan diabetes melitus.
American Heart Association membatasi pemakaian minyak dengan cara digoreng, karena akan meningkatkan lemak trans yang ada di dalamnya. Lebih baik menggunakan minyak sebatas untuk menumis saja dan menggunakan minyak yang memiliki lemak tak jenuhnya lebih banyak seperti minyak zaitun dan minyak kacang almon. Namun ingat, sebanyak apapun lemak tak jenuh yang terkandung di dalam suatu jenis minyak, tidak akan ada artinya jika proses pemanasan yang dilakukan melebihi smoke point-nya.
BACA JUGA
- 5 Jenis Minyak Goreng Terbaik untuk Kesehatan
- 6 Alasan Mengapa Anda Harus Mengurangi Gorengan
- Begini Trik Cerdik Mengakali Makanan yang Digoreng Supaya Lebih Sehat
[embed-health-tool-bmi]