Di samping reaksi alamiah otak terhadap berita bohong, ada alasan lain mengapa Anda gampang percaya isu-isu yang beredar. Setiap orang mungkin menganggap dirinya cukup pintar dan kritis saat menyaring informasi. Namun, secara tak sadar sebenarnya setiap orang memiliki bias konfirmasi.
Dalam ilmu kognitif dan psikologi, bias konfirmasi adalah kecenderungan untuk mencari atau menafsirkan berita yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah dimiliki seseorang. Sebagai contoh, Anda percaya anak sulung pasti lebih cerdas daripada anak bungsu. Karena sudah meyakini nilai ini, ketika bertemu dengan seorang anak sulung, Anda akan mencari bukti dan pembenaran (konfirmasi) atas keyakinan tersebut. Anda pun mengabaikan fakta dan kejadian nyata di mana anak bungsu malah lebih cerdas dan sukses daripada kakak-kakaknya.
Bias konfirmasi inilah yang mengaburkan pikiran saat menerima informasi yang beredar melalui situs berita, media sosial, atau aplikasi chatting. Misalnya berita hoax soal adanya simbol palu arit di rupiah edisi baru. Mereka yang terjebak hoax ini sebenarnya sudah punya keyakinan bahwa ada gerakan tertentu yang ingin membangkitkan komunisme di Indonesia. Maka, ketika ada isu simbol palu arit di rupiah baru yang seolah membenarkan (mengonfirmasi) keyakinan tersebut, mereka pun akan percaya begitu saja.
Cara menyaring dan menghindari berita hoax
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar