Sering disebut dengan ‘gila’, penyakit skizofrenia sebetulnya adalah gangguan mental kronis yang membuat penderitanya sulit membedakan mana kenyataan dan mana sebatas khayalan semata. Hal inilah yang membuat mereka sering berhalusinasi dan mendengar suara-suara tak berwujud sehingga pada akhirnya dicap sebagai “orang gila”. Semua orang bisa mengalami gangguan mental yang satu ini, termasuk juga anak-anak. Namun, ada sejumlah faktor risiko skizofrenia yang perlu Anda ketahui. Apa saja?
Faktor risiko skizofrenia yang paling umum
Berikut ini sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko skizofrenia, di antaranya:
1. Genetik
Sejauh ini, faktor risiko skizofrenia yang paling utama adalah genetik alias riwayat keluarga. Namun sebetulnya, tidak ada satu gen pun yang terbukti menyebabkan skizofrenia secara langsung. Para ilmuwan menduga bahwa hal ini lebih mungkin disebabkan oleh mutasi gen tertentu.
Karena itulah, seseorang dapat mengalami skizofrenia meskipun tidak ada satupun anggota keluarga yang pernah atau sedang mengidap skizofrenia. Begitu pun sebaliknya, Anda bisa saja tidak mengalami skizofrenia meskipun ayah atau ibu Anda pernah mengidapnya. Lebih jelasnya begini.
- Jika saudara kandung Anda mengidap skizofrenia, maka kemungkinan Anda mendapatkan gen bawaan dari mereka sebesar 10 persen. Ini berlaku juga bila kakak atau adik Anda ini saudara kembar non-identik.
- Jika salah satu orangtua Anda, entah itu ayah atau ibu, memiliki riwayat skizofrenia, maka Anda berisiko mengalami hal yang sama sebesar 13 persen. Lebih parahnya lagi, hal ini juga bisa terjadi meskipun mereka hanya sebatas orangtua angkat yang mengadopsi Anda sejak kecil.
- Jika kedua orangtua Anda mengidap skizofrenia, maka risiko skizofrenia ini bisa meningkat hingga 36 persen dalam diri Anda.
- Jika Anda memiliki saudara kembar identik yang mengidap skizofrenia, peluangnya bisa mencapai 50 persen Anda terkena gangguan mental tersebut.
2. Stres
Meski tidak secara langsung meningkatkan risiko skizofrenia, orang yang mengalami stres berkepanjangan dapat mengalami gangguan mental akut. Hal ini umumnya terjadi pada orang-orang yang mengalami trauma masa kecil, sehingga efek halusinasinya akan terbawa sampai ia dewasa dan mengganggu kesehatan mentalnya.
Kebanyakan pengidap skizofrenia mengalami trauma karena kehidupan masa kecilnya penuh dengan kekerasan alias abusive. Mereka sering kali tidak mendapatkan dukungan untuk keluar dari masalahnya sehingga lama-lama menjadi stres dan penuh tekanan. Akibatnya, risiko skizofrenia cenderung sulit dihindari.
Walau begitu, tidak sedikit pula pengidap skizofrenia yang berasal dari kehidupan rumah tangga yang harmonis dan penuh dukungan. Jadi, tidak tepat rasanya untuk mengatakan bahwa kondisi rumah yang penuh kekerasan sudah pasti meningkatkan faktor risiko skizofrenia.
Yang perlu diingat, semakin tinggi tingkat stres seseorang, maka semakin tinggi pula risiko seseorang mengalami gangguan mental, tak terkecuali skizofrenia.
3. Komplikasi kehamilan atau melahirkan
Dikutip dari Verywell, wanita hamil yang mengalami kekurangan zat gizi (malnutrisi) saat trimester pertama cenderung berisiko tinggi “menularkan” skizofrenia pada anaknya.
Terlebih bila wanita hamil tersebut terkena paparan zat toksik atau virus yang menyerang otak bayi. Jika perkembangan otak anak terganggu, maka hal ini berisiko meningkatkan peluang terjadinya skizofrenia pada anak.
4. Perbedaan struktur otak
Sebuah penelitian menemukan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki struktur otak yang berbeda sejak lahir. Dilansir dari National Institute of Mental Health (NIMH), para ahli mengungkapkan bahwa ada ketidakseimbangan antara kadar dopamin dan glutamat, dua senyawa kimia atau neurotransmitter, pada otak penderita skizofrenia.
Selain terbawa sejak lahir, perkembangan otak yang terjadi selama masa pubertas juga dapat memicu gejala psikotik yang mengarah pada skizofrenia. Apalagi bila salah satu keluarga Anda memiliki riwayat skizofrenia, maka Anda semakin berisiko tinggi mengalami gangguan mental yang sama.