Berita soal pedofilia selalu diwarnai dengan tindakan kekerasan seksual pada anak. Sebetulnya tidak semua pelaku pedofilia melakukan tindakan kekerasan seksual fisik pada anak dan itu beda. Tindakan tersebut bisa muncul saat fantasi semakin kuat dan menimbulkan tindakan kriminal.
Kasus pedofilia dan tindakan kekerasan seksual pada bocah
Kasus kekerasan seksual pada anak terus terjadi. Belum lama, Bareskrim mengungkap kasus penculikan anak yang dilakukan oleh pria 48 tahun berinisial JP.
Salah satu korbannya adalah bocah berusia 12 tahun yang telah diculiknya sejak berusia 8 tahun. Selama 4 tahun diculik, korban dipaksa mengemis dan menerima kekerasan seksual dari pelaku.
“Motif dari kejahatan adalah menggunakan anak untuk dieksploitasi secara ekonomi dengan diajak mengemis dan mengamen serta dieksploitasi secara seksual,” ucap Kombes Ahmad Ramadhan, Kabag. Penum Divisi Humas Polri.
Ahmad mengungkapkan bahwa pelaku adalah seorang pedofil (seseorang yang memiliki perilaku pedofilia).
Kasus kekerasan seksual pada anak sering melibatkan kata pedofilia atau pedofil. Walau sebetulnya tidak semua kejahatan seksual pada anak dilakukan karena pelaku memiliki gangguan pedofilia dan dua hal tersebut itu beda.
Penting untuk mengetahui faktor utama seseorang melakukan tindak kekerasan seksual pada anak untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.
Asosiasi Psikiater Amerika (APA) mengatakan, istilah pedofilia yang seringkali salah didefinisikan sebagai tindak kekerasan seksual pada anak. Ini adalah topik yang sering diperdebatkan.
Beda pedofilia dan kekerasan seksual pada anak
Dalam buku manual diagnosis kesehatan mental, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, pedofilia digolongkan ke dalam kategori parafilia. Kategori tersebut adalah gangguan mental yang melibatkan ketertarikan seksual terhadap objek atau aktivitas seksual yang tidak umum.
Orang yang mengidap pedofilia memiliki perilaku atau fantasi seksual kuat serta berulang pada anak-anak, umumnya anak usia 13 tahun ke bawah.
Pedofilia adalah penyakit dan bukan sebuah tindak kejahatan. Pedofilia dan kekerasan seksual pada bocah adalah dua hal yang beda.
Kekerasan seksual yang dilakukan orang dewasa pada anak-anak adalah kejahatan dan kecacatan moral serius. Tidak semua pelaku kejahatan seksual pada anak mengidap pedofilia, kejahatan tersebut bisa jadi karena banyak faktor lain.
Faktor tersebut antara lain adalah pengaruh narkotika, minuman keras, atau termotivasi dengan keinginan untuk menguasai atau mengontrol orang lain.
Gangguan pedofilia bisa mendorong pengidapnya melakukan kekerasan seksual pada anak jika ia tidak bisa mengendalikan fantasinya. Walau begitu, tidak berarti semua orang dengan pedofilia mewujudkan fantasinya pada anak-anak.
James Cantor psikolog klinis di Pusat Seksualitas Toronto, Kanada mengatakan bahwa penting untuk mengetahui beda kedua istilah ini dan tidak mendefinisikan pedofilia sebagai tindakan kekerasan seksual pada anak.
Menurutnya, pelabelan ini tidak adil bagi orang dengan pedofilia yang tidak pernah melakukan kejahatan. Kelompok orang dengan pedofilia yang menekan fantasinya dan tidak pernah melakukan kejahatan itu memang ada.
“Itu kelompok yang perlu kita pelajari. Orang yang kita inginkan menjadi klien, seseorang yang sadar akan desakan fantasinya dan mau belajar untuk mengelolanya,” kata Cantor.
Mendefinisikan pedofilia sebagai tindakan kejahatan seksual pada anak bisa membuat orang dengan perilaku pedofilia tidak mau mencari pertolongan profesional.
Menurut Cantor, mereka takut mendapat stigma buruk dari masyarakat, kehilangan pekerjaan, kehilangan keluarga, dan takut dilaporkan.
Padahal dengan bantuan profesional, orang dengan pedofilia bisa ditolong untuk keluar atau menekan fantasinya serta mencari objek yang lebih sehat. Dengan tertanganinya pasien pedofilia, kemungkinan berkurangnya kasus kejahatan seksual pada anak yang dilakukan oleh mereka akan semakin berkurang.