Setiap orang pasti memiliki caranya masing-masing untuk menghilangkan kesedihan setelah putus cinta. Namun, tidak sedikit pula yang masih terus mencari tahu segala hal tentang mantan atau singkatnya, melakukan stalking.
Ditinjau secara medis oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H. · General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Setiap orang pasti memiliki caranya masing-masing untuk menghilangkan kesedihan setelah putus cinta. Namun, tidak sedikit pula yang masih terus mencari tahu segala hal tentang mantan atau singkatnya, melakukan stalking.
Tanpa disadari, melakukan stalking pada seseorang justru bisa membuat Anda “terjebak” bersama orang tersebut. Oleh karena itu, sudah sebaiknya hal ini dikurangi supaya Anda bisa cepat move on.
Stalking adalah perilaku menguntit atau mengikuti setiap gerak-gerik seseorang secara diam-diam atau tanpa izin.
Meski istilah ini lebih umum dilakukan seseorang untuk memantau kehidupan mantannya, sebenarnya stalking bisa dilakukan oleh siapa saja.
Saat ini, stalking tidak hanya bisa terjadi secara langsung, tetapi juga melalui media sosial. Ini artinya, stalking menjadi lebih mudah dilakukan dengan risiko ketahuan yang makin kecil.
Berikut ini adalah beberapa contoh dari stalking.
Perlu diingat bahwa stalking bukanlah suatu hal yang pantas dilakukan. Pasalnya, kelakuan stalker (seseorang yang melakukan stalking) bisa sangat mengganggu korban.
Melansir dari laman Action Against Stalking, berikut adalah berbagai dampak buruk stalking pada korban.
Untuk menyalurkan berbagai emosi negatif tersebut, korban penguntitan bisa saja melakukan perilaku yang merugikan diri sendiri, seperti merokok, minum alkohol, dan menyalahgunakan obat-obatan.
Selain pada korban, stalking juga bisa membawa dampak buruk pada pelaku. Jika Anda sedang berusaha melupakan mantan, stalking justru bisa membuat Anda semakin susah move on.
Stalking atau memata-matai mantan berkaitan dengan lambatnya tingkat pemulihan emosional dan perkembangan kepribadian seseorang setelah putus cinta.
Selain itu, pelaku stalking juga kerap dikaitkan dengan kecenderungan obsesi. Inilah alasan mengapa korban stalking tidak selalu mantan pacar, tetapi juga orang yang bahkan tidak dikenal secara langsung.
Ketika perilakunya sudah menimbulkan obsesi, pelaku stalking perlu mendapatkan penanganan khusus dari psikolog atau psikiater.
Jika Anda merasa menjadi korban stalking, berikut adalah beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mencoba menghentikan pelakunya.
Beberapa pelaku stalking sering kali tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya sudah membuat orang lain tidak nyaman.
Oleh karena itu, jika Anda merasa menjadi korban, cobalah untuk langsung menyampaikan rasa tidak nyaman Anda kepadanya.
Jika Anda merasa khawatir melakukannya sendirian, mintalah bantuan orang terdekat untuk menemani.
Ketika Anda menerima pesan beruntun atau panggilan tanpa henti, pastikan untuk menyimpan bukti-bukti tersebut. Dengan begitu, Anda bisa menggunakannya untuk melapor ke pihak berwajib.
Meski sampai saat ini Indonesia belum memiliki aturan khusus untuk menghukum stalker, pihak berwajib bisa menghukum pelaku dengan tuduhan pengancaman dari bukti yang Anda kumpulkan.
Saat menyadari keberadaan penguntit, cobalah untuk meningkatkan keamanan pribadi.
Sebagai contoh, Anda bisa mengubah rute perjalanan ke tempat kerja, mengubah akses akun media sosial menjadi privat, dan rutin mengganti kode sandi ponsel maupun media sosial.
Jika memungkinkan, mintalah pengamanan dari orang di sekitar ketika Anda beraktvitas di luar rumah.
Ketika menjadi korban stalking, pastikan bahwa orang terdekat Anda mengetahuinya. Dengan begitu, Anda bisa mendapatkan perlindungan dan dukungan emosional.
Keberadaan orang di sekitar yang mengetahui hal tersebut juga bisa membantu Anda untuk mencari perlindungan dari pihak berwajib.
Sementara itu, jika Anda merasa bahwa tindakan Anda pada mantan atau orang tertentu selama ini ternyata termasuk stalking, mulailah untuk menghentikannya.
Jika Anda tidak bisa mengendalikan keinginan untuk menguntit seseorang, cobalah meminta bantuan ahli seperti psikolog atau psikiater.
Catatan
Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.
Ditinjau secara medis oleh
dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
General Practitioner · Medicine Sans Frontières (MSF)
Tanya Dokter
Punya pertanyaan kesehatan?
Silakan login atau daftar untuk bertanya pada para dokter/pakar kami mengenai masalah Anda.
Ayo daftar atau Masuk untuk ikut berkomentar