backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Efek Samping dan Kekurangan Menggunakan Kondom Wanita

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 11/05/2021

    Efek Samping dan Kekurangan Menggunakan Kondom Wanita

    Kondom wanita merupakan alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam vagina. Alat ini cukup efektif dalam mencegah kehamilan dan penyakit menular seksual, serta relatif aman bagi kebanyakan wanita. Meski demikian, kondom wanita juga memiliki sejumlah efek samping dan kekurangan. Apa saja contohnya?

    Beragam risiko menggunakan kondom wanita

    fakta seputar kondom wanita

    Kondom wanita memiliki bentuk berupa kantung karet tipis yang memanjang dengan dua cincin lentur pada kedua ujungnya.

    Jika digunakan dengan tepat, alat kontrasepsi ini dapat mencegah masuknya sperma ke dalam rahim sehingga kehamilan tidak terjadi.

    Sebaliknya, penggunaan kondom wanita yang salah atau tidak sesuai dapat menimbulkan beberapa efek samping. Berikut di antaranya:

    1. Efektivitas kondom menurun

    Secara umum, kondom wanita tidak seefektif kondom pria dalam mencegah kehamilan.

    Efektivitas kondom ini berkisar antara 79-95 persen sesuai cara pemakaian. Ini berarti dari 100 wanita yang berhubungan seks memakai kondom wanita, sebanyak 5-21 di antaranya berpeluang untuk hamil.

    Kehamilan bisa terjadi karena beberapa faktor. Misalnya, kondom robek atau keluar dari vagina, cincin kondom masuk ke dalam vagina, atau penis masuk ke celah antara vagina dan bagian luar kondom.

    Semua kondisi ini memungkinkan sperma untuk memasuki rahim sehingga terjadi kehamilan.

    2. Memicu alergi lateks

    Sumber: Healthline

    Kebanyakan kondom wanita terbuat dari lateks, dan lateks adalah bahan yang cukup sering memicu efek samping berupa alergi.

    Risiko alergi lateks akibat kondom wanita bahkan lebih tinggi, sebab lapisan lendir pada vagina mempermudah protein dalam lateks untuk memasuki tubuh.

    Dilansir dari laman Cleveland Clinic, alergi lateks ditandai dengan munculnya bercak merah, bentol, dan rasa gatal pada area organ intim.

    Reaksi alergi lateks yang parah juga dapat menyebabkan pembengkakan. Jika Anda mengalami gejala ini, hentikan pemakaian kondom dan konsultasikan dengan dokter.

    3. Menurunkan kepuasan berhubungan seksual

    berhubungan seks setelah vasektomi

    Kondom wanita umumnya tidak sepraktis kondom pria. Terkadang, kondom wanita mungkin sulit dipasang atau terselip di dalam vagina sehingga menjadi hambatan ketika berhubungan seksual bagi beberapa pasangan.

    Efek samping lain dari penggunaan kondom wanita adalah berkurangnya sensasi saat penetrasi serta munculnya suara gesekan yang mengganggu.

    Untuk mengatasinya, Anda dan pasangan dapat menggunakan pelumas agar kondom lebih licin dan fleksibel.

    4. Iritasi pada vagina

    keputihan gatal

    Kondom wanita dapat mengakibatkan iritasi bagi beberapa orang. Penyebabnya bisa berasal dari bahan lateks pada kondom, gesekan antara vagina dan kondom, serta kurangnya lubrikasi selama berhubungan seks.

    Iritasi pada vagina biasanya ditandai dengan rasa gatal yang bertambah parah setelah berhubungan seks.

    Hentikan penggunaan kondom apabila Anda mengalami gejala ini. Anda mungkin perlu mencari metode kontrasepsi dengan risiko iritasi yang lebih kecil.

    Kondom wanita memiliki berbagai keunggulan dan efek samping tersendiri.

    Meski efektif, alat ini tidak sesuai bagi Anda yang memiliki alergi dan sensitif terhadap lateks. Anda pun mungkin akan merasa tidak nyaman jika belum terbiasa menggunakannya.

    Sebagai solusinya, Anda dapat menggunakan metode alternatif seperti kondom pria, spiral, pil KB, ataupun cara lain yang sesuai dengan kondisi Anda.

    Cobalah berkonsultasi dengan dokter untuk menemukan metode kontrasepsi terbaik bagi Anda dengan risiko efek samping yang minimal.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 11/05/2021

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan