Mengenali tanda bahaya pada persalinan merupakan salah satu hal yang penting bagi ibu hamil. Pasalnya, meski kesehatan ibu dan janin sudah cukup baik selama masa kehamilan, risiko komplikasi saat melahirkan tetaplah ada.
Tanda dan gejala bahaya pada persalinan
Beberapa risiko bahaya yang mungkin terjadi selama proses persalinan memang bisa terlihat melalui pemeriksaan kehamilan rutin. Namun, ada pula yang baru terlihat saat proses melahirkan dimulai.
Oleh karena itu, penting untuk membuat persiapan melahirkan yang baik, terutama dengan rutin periksa ke dokter dan mempertimbangkan kembali ketika ingin melahirkan di rumah.
Berikut ini adalah beberapa tanda bahaya pada persalinan yang mungkin membuat ibu hamil memerlukan penanganan tambahan.
1. Perdarahan berlebih
Pada kondisi normal, persalinan melalui vagina biasanya membuat wanita kehilangan 500 ml darah. Sementara itu, darah yang keluar pada persalinan caesar bisa mencapai 1.000 ml.
Perdarahan berlebih biasanya terjadi jika kontraksi rahim yang diperlukan untuk melepaskan plasenta terlalu lemah.
Dalam kondisi ini, pembuluh darah yang rusak saat plasenta terlepas tidak mendapat tekanan yang cukup kuat sehingga darah terus mengalir.
Wanita yang melahirkan dengan perdarahan berlebih perlu segera mendapat transfusi darah. Jika tidak, kondisi ini bisa menyebabkan syok atau bahkan kematian.
2. Plasenta tertahan
Idealnya, plasenta akan keluar dengan sendirinya dalam waktu 30 menit setelah bayi dikeluarkan.
Maka, plasenta yang tidak terlihat selama waktu tersebut juga termasuk dalam tanda bahaya persalinan. Kondisi ini dikenal dengan retensio plasenta atau plasenta tertahan.
Kontraksi rahim yang tidak cukup kuat atau kelainan pada plasenta membuat ibu hamil berisiko mengalami retensio plasenta saat melahirkan.
Untuk menanggulangi tanda bahaya seperti ini pada persalinan, dokter bisa mengeluarkan plasenta secara manual menggunakan tangan atau memberi obat perangsang kontraksi. Pembedahan merupakan metode terakhir dari retensio plasenta.
3. Persalinan berlangsung terlalu lama
Proses persalinan dimulai ketika ibu hamil mengalami pembukaan sampai bayi berhasil dikeluarkan.
Pembukaan sendiri dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap 1 untuk pembukaan 0–4 dan tahap 2 untuk pembukaan 4–10.
Normalnya, waktu yang dibutuhkan dari tahap pembukaan 2 sampai bayi keluar adalah 12–24 jam untuk persalinan pertama dan 8–10 jam pada persalinan berikutnya.
Jika persalinan berlangsung lebih lama, ini bisa disebut dengan prolonged labor. Selain menguras tenaga ibu, kondisi ini juga meningkatkan risiko perdarahan postpartum.
Penggunaan alat bantu seperti forceps bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi persalinan yang berlangsung terlalu lama.
4. Posisi janin sungsang atau melintang
Mendekati waktu melahirkan, kepala janin seharusnya berada di bawah untuk bersiap keluar lewat vagina.
Artinya, jika posisi janin justru terbalik atau bahkan melintang, kecil kemungkinan persalinan normal bisa dilakukan.
Melansir dari laman Cleveland Clinic, ibu hamil dengan posisi sungsang atau melintang memang sebaiknya melakukan persalinan melalui operasi caesar.
Selain kedua posisi tersebut, janin yang terlilit tali pusar juga merupakan tanda bahaya dalam persalinan sehingga sebaiknya dikeluarkan melalui operasi caesar.
Memaksakan janin sungsang untuk lahir secara normal (melalui vagina) justru meningkatkan risiko kepalanya terjepit atau terlilit tali pusar.
5. Rahim robek
Uterine rupture atau rahim robek merupakan salah satu tanda bahaya pada persalinan.
Dalam kondisi ini, janin berisiko mengalami kekurangan oksigen. Sementara itu, ibu hamil berisiko mengalami perdarahan hebat.
Jika rahim ibu tampak robek selama proses persalinan, dokter akan melakukan operasi untuk mengeluarkan janin.
Sementara itu, jika robekan rahim membuat ibu kehilangan banyak darah, dokter mungkin juga melakukan histerektomi atau pengangkatan rahim.
Tahukah Anda?
Uterine rupture lebih banyak terjadi pada ibu hamil dengan riwayat operasi caesar. Robekan ini bisa berasal dari bekas luka pada rahim dari operasi caesar sebelumnya.
6. Tekanan darah tinggi
Jika Anda memiliki hipertensi ringan atau sedang selama hamil, dokter akan melakukan pemantauan tekanan darah selama proses melahirkan.
Persalinan normal tetap bisa dilakukan selama tekanan darah Anda masih berada dalam batas aman.
Namun, jika tekanan darah Anda terus meningkat selama proses persalinan, dokter bisa menggunakan alat bantu melahirkan seperti forceps atau ventouse untuk mengeluarkan janin.
Setelah itu, ibu dan bayi biasanya juga disarankan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin selama dua minggu.
Jika tidak segera diatasi, tekanan darah tinggi selama proses melahirkan bisa meningkatkan risiko masalah kesehatan lainnya di masa mendatang.
Beberapa tanda bahaya persalinan mungkin memang sudah ada sejak masa kehamilan. Namun, kondisi tersebut sering kali tidak disadari karena bersifat ringan.
Oleh karena itu, penting untuk tidak meremehkan gejala apa pun yang Anda rasakan selama kehamilan dan segera pergi ke dokter untuk mengatasinya.
[embed-health-tool-due-date]