Selama masa kehamilan, ada banyak faktor yang dapat menentukan kesehatan ibu dan janin. Plasenta merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi kehamilan. Plasenta berkembang bersama dengan terbentuknya janin di dalam rahim. Jika plasenta tidak dapat berkembang dengan baik atau rusak, ini berisiko menyebabkan insufisiensi plasenta.
Apa itu insufisiensi plasenta?
Insufisiensi plasenta, atau disfungsi plasenta, adalah kondisi medis yang terjadi ketika oksigen dan nutrisi tidak dapat tersalurkan dengan baik kepada janin melalui plasenta.
Plasenta merupakan organ kompleks yang berkembang di dalam rahim selama masa kehamilan. Plasenta terhubung dengan tali pusat pada janin.
Organ ini berfungsi menghubungkan ibu dan janin di dalam rahim untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi kepada janin dan membuang kotoran yang dihasilkan janin keluar rahim.
Pada insufisiensi plasenta, pembuluh darah arteri spiralis kecil pada rahim gagal berkembang menjadi pembuluh darah besar yang bertugas menyuplai darah ke plasenta.
Akibatnya, plasenta tidak bisa berfungsi dengan baik. Insufisiensi plasenta termasuk satu dari berbagai kelainan plasenta selama kehamilan.
Kondisi ini bisa memengaruhi aliran darah pada plasenta dan menyebabkan sejumlah komplikasi pada janin, di antaranya sebagia berikut.
- Intra uterine growth restriction (IUGR).
- Hipoksemia janin.
- Preeklampsia.
- Persalinan prematur.
- Gula darah rendah.
- Asidosis.
- Kadar kalsium rendah dalam darah.
- Sel darah merah berlebih dalam darah.
- Lahir mati (stillbirth).
Berdasarkan Osmosis, insufisiensi plasenta terjadi sekitar pada 10% dari semua jumlah kehamilan.
Gejala insufisiensi plasenta
Insufisiensi plasenta jarang menimbulkan gejala. Kebanyakan ibu hamil yang mengalami kondisi ini tidak merasakan apapun pada tubuhnya.
Ibu mungkin baru bisa menduga adanya gangguan kehamilan ketika menyadari perutnya tidak berkembang sebesar kehamilan sebelumnya.
Bayi di dalam rahim yang tidak terhubung plasenta juga biasanya bergerak lebih sedikit dibandingkan pada kondisi kehamilan normal.
Penyebab insufisiensi plasenta
Agar bisa berfungsi dengan baik, plasenta membutuhkan energi dan oksigen yang cukup untuk perkembangan janin dan plasenta itu sendiri.
Plasenta bisa mendapat energi dan oksigen tersebut dari aliran darah yang mengalir ke dalamnya dengan jumlah yang normal.
Insufisiensi plasenta terjadi akibat plasenta gagal berkembang atau rusak. Hal ini umumnya disebabkan oleh adanya gangguan suplai atau aliran darah pada plasenta.
Kondisi tersebut dapat dipicu oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.
- Kadar oksigen rendah dalam darah.
- Solusio plasenta.
- Diabetes.
- Anemia.
- Tekanan darah tinggi (hipertensi) dalam kehamilan, seperti preeklampsia, hipertensi kronis, eklampsia, hipertensi gestasional.
- Kehamilan pertama.
- Hamil diusia lebih dari 35 tahun.
- Pernah mengalami IUGR.
- Kebiasaan merokok saat hamil.
- Penggunaan obat pengencer darah, obat anti kejang, atau obat antineoplastik selama hamil.
- Kehamilan melebihi waktu persalinan.
Terkadang, plasenta juga mungkin berukuran terlalu kecil akibat tidak mampu berkembang cukup besar. Kondisi ini dapat terjadi pada kehamilan kembar.
Pada beberapa kasus, plasenta juga bisa mengalami kelainan bentuk atau tidak bisa menempel dengan baik pada dinding rahim.
Diagnosis insufisiensi plasenta
Untuk mendeteksi insufisiensi plasenta diperlukan pemeriksaan menyeluruh terhadap riwayat kesehatan dan fisik ibu hamil.
Belum ada pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan. Namun, jika rahim tidak berkembang sesuai dengan usia kehamilan, USG kandungan akan dilakukan.
Kondisi ini biasanya bisa diketahui melalui USG doppler untuk mengukur jumlah darah yang mengalir di dalam pembuluh darah.
Umumnya, mengukur aliran darah dalam pembuluh darah rahim pada pemindaian doppler telah terbukti bisa mendeteksi IUGR dan preeklampsia yang cukup parah.
USG doppler mungkin perlu dilakukan secara rutin, terutama pada kehamilan dengan yang berisiko tinggi, untuk mendeteksi kondisi ini sedini mungkin.
Bila diperlukan, pemindaian lainnya, seperti MRI, juga bisa dilakukan ketika hasil pemeriksaan USG sulit dipastikan.
Pada pemeriksaan MRI, kondisi plasenta bisa mudah diketahui dari sinyal yang hilang di pembuluh darah yang seharusnya dilewati aliran darah yang cukup banyak, seperti pembuluh darah pada plasenta dan rahim.
Selain itu, MRI juga bisa menghasilkan gambar jaringan halus yang cukup detail.
Dengan begitu, kelainan pada plasenta, termasuk perdarahan dan kerusakan yang bisa meningkatkan risiko insufisiensi plasenta, juga bisa terdeteksi.
Pengobatan insufisiensi plasenta
Saat ini, satu-satunya penanganan insufisiensi plasenta yang bisa dilakukan yaitu dengan segera melakukan persalinan. Usia janin sangat menentukan keberhasilan penanganan ini.
Jika usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan kerusakan fungsi plasenta tidak terlalu parah, maka dokter mungkin akan menunggu terlebih dahulu hingga tiba waktu persalinan sesuai hari perkiraan lahir (HPL).
Ini karena persalinan yang dilakukan di bawah usia kehamilan 34 minggu bisa meningkatkan risiko komplikasi pada janin.
Oleh karena itu, dokter biasanya perlu melakukan penanganan lain terlebih dahulu untuk mencegah persalinan yang terlalu cepat.
Misalnya, ketika hasil USG Doppler menunjukan tanda adanya kelainan atau kerusakan plasenta.
Pada kondisi ini, dokter mungkin akan memberikan aspirin dosis rendah dan antioksidan, seperti vitamin C dan E, yang telah terbukti bisa membantu meningkatkan fungsi plasenta.
Selain itu, heparin, yaitu obat antikoagulan yang berfungsi mencegah penggumpalan darah, juga bisa digunakan dalam menangani insufisiensi plasenta untuk merangsang pembentukan pembuluh darah baru pada plasenta
Heparin juga bisa membantu meredakan peradangan dan kematian sel (apoptosis), serta merangsang perkembangan plasenta.
Sementara jika insufisiensi plasenta yang dialami cukup parah, maka persalinan tetap akan dilakukan meski usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Persalinan mungkin akan dilakukan dengan induksi, yaitu merangsang kontraksi menggunakan obat-obatan, atau operasi caesar.
[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]