backup og meta

Ibu Hamil Punya Anemia, Apakah Perlu Segera Terima Transfusi Darah?

Ibu Hamil Punya Anemia, Apakah Perlu Segera Terima Transfusi Darah?

Anemia adalah salah satu masalah kesehatan yang sering dialami oleh ibu hamil. Meski cukup umum, anemia tidak boleh disepelekan. Anemia pada ibu hamil trimester pertama dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat badan bayi rendah saat lahir (BBLR), hingga skor APGAR rendah.

Lantas, apakah memiliki anemia saat hamil lantas membuat Anda pasti perlu mendapatkan donor darah agar tidak menimbulkan risiko-risiko di atas?

Ibu hamil rentan kekurangan zat besi

Anemia pada ibu hamil cenderung diakibatkan oleh masalah kekurangan zat besi dari asupan makanan. Anemia ini disebut dengan anemia defisiensi zat besi.

Padahal, kebutuhan zat besi justru akan meningkat secara bertahap semasa kehamilan. Mulanya Anda hanya akan membutuhkan tambahan 0,8 mg zat besi per hari pada trimester pertama, hingga 7,5 mg per hari pada trimester ketiga.

Namun, zat besi dari makanan saja tidak akan mampu untuk memenuhi kebutuhan Anda semasa hamil. Itu kenapa ibu hamil membutuhkan suplemen zat besi tambahan.

Sepanjang masa kehamilan, ibu memerlukan tambahan asupan zat besi untuk memastikan proses tumbuh kembang janin berjalan baik, serta memelihara kondisi plasenta tetap optimal. Mencukupi asupan zat besi dari makanan maupun obat penambah darah juga sekaligus untuk menghindari risiko kehilangan banyak darah selama persalinan nanti.

Tanda dan gejala anemia pada ibu hamil

Beda dengan anemia biasa, anemia pada ibu hamil cenderung ikut dipengaruhi oleh perubahan hormon tubuh yang memengaruhi proses produksi sel-sel darah.

Wanita hamil umumnya mengalami peningkatan volume plasma darah hingga sekitar 50% pada akhir trimester kedua, sementara sel darah merah hanya bertambah sekitar 25-30 persen. Hal ini akan menyebabkan penurunan kadar hemoglobin (Hb). Anemia itu sendiri terjadi ketika jumlah hemoglobin dalam darah berkurang drastis.

Perubahan lain terkait produksi darah yang juga ditemukan pada hampir 10% ibu hamil yang sehat adalah penurunan kadar trombosit (platelet) yang di bawah normal — jadi sekitar 150.000-400.000 /uL. Kondisi ini disebut dengan trombositopenia.

Hal ini penting diketahui untuk mencegah risiko mendapat transfusi darah yang tidak diperlukan akibat salah mengartikan hasil pemeriksaan tes darah saat hamil.

Ibu hamil perlu cek kadar Hb rutin

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, anemia pada ibu hamil didefinisikan sesuai dengan usia kehamilannya, yakni kadar Hb 11 gr/dL atau Hct <33% pada trimester pertama dan ketiga, dan kadar Hb <10,5 g/dL atau Hct < 32% pada trimester kedua.

Sementara menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara umum seorang ibu hamil dikatakan memiliki anemia apabila kadar hemoglobin (Hb)-nya kurang dari 11 g/dL atau hematokrit (Hct) kurang dari 33 persen.

Mengingat risiko komplikasi anemia pada ibu dan bayi, itu kenapa Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menganjurkan setiap ibu hamil mengikuti tes darah rutin (termasuk untuk periksa kadar Hb). Idealnya satu kali pada saat pemeriksaan antenatal pertama dan sekali lagi pada trimester ketiga.

Jadi, kapan ibu hamil perlu transfusi darah?

Anemia dikatakan masuk stadium berat dan perlu dibawa ke UGD ketika kadar Hb kurang dari 7 g/dL. Namun, keputusan untuk mendapatkan transfusi bagi ibu hamil tetap membutuhkan pertimbangan matang dengan memerhatikan kebutuhan, serta risiko dan manfaatnya.

Apabila dokter kandungan menilai anemia membuat kehamilan Anda berisiko tinggi untuk mengalami hemoglobinopati atau kehilangan darah banyak pada saat melahirkan (baik lewat normal atau caesar), dokter mungkin memutuskan untuk segera mencari donor darah yang sesuai untuk Anda.

Ibu hamil dengan kadar Hb sekitar 6-10 g/dL juga direkomendasikan mendapatkan transfusi darah segera apabila memiliki riwayat perdarahan postpartum atau gangguan hematologis sebelumnya.

Transfusi dibutuhkan apabila anemia menyebabkan kadar Hb ibu hamil turun drastis hingga di bawah 6 g/dL dan Anda akan melahirkan kurang dari 4 minggu.

Target transfusi pada ibu hamil secara umum adalah:

  • Hb > 8 g/dL
  • Trombosit > 75.000 /uL
  • Prothrombin time (PT) < 1,5x kontrol
  • Activated Prothrombin Time (APTT) < 1,5x kontrol
  • Fibrinogen > 1,0 g/l

Namun yang harus diingat, keputusan dokter untuk melakukan transfusi darah tidak semata-mata hanya dengan melihat kadar Hb Anda saja. Jika menurut dokter kehamilan Anda stabil alias tidak berisiko meski kadar Hb kurang dari 7 g/dL, Anda tidak memerlukan transfusi darah.

Selain itu, transfusi darah juga tidak bisa dipandang sebagai solusi untuk menghilangkan penyebab mendasar dari anemia pada ibu hamil ataupun memperbaiki efek samping lainnya yang disebabkan oleh defisiensi besi.

Tips mencegah anemia pada ibu hamil

CDC merekomendasikan semua ibu hamil untuk mengonsumsi suplemen besi sebanyak 30 mg per hari semenjak cek kandungan pertama kali.

Sementara itu, WHO serta Kemenkes RI merekomendasikan suplemen besi sebanyak 60 mg untuk seluruh ibu hamil segera setelah gejala mual dan muntah (morning sickness) berkurang.

Jangan lupa asupan folat sejak sebelum hamil, ya!

Meski kebanyakan kasus anemia pada ibu hamil disebabkan oleh defisiensi besi, beberapa ibu hamil juga rentan mengalami anemia akibat defisiensi asam folat.

Asam folat adalah sumber gizi yang sangat penting untuk wanita hamil. Saat ini, suplementasi asam folat diwajibkan untuk seluruh ibu hamil karena fungsinya yang membantu proses sintesis DNA janin selama dalam kandungan serta untuk regenerasi jaringan tubuh ibu.

WHO dan Kemenkes RI merekomendasikan suplementasi asam folat sebanyak 400 mcg/hari. Mulai sesegera mungkin sejak sebelum merencanakan kehamilan, dan terus lanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan.

[embed-health-tool-pregnancy-weight-gain]

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

1. JPAC – Transfusion Guidelines [Internet]. Transfusionguidelines.org. 2018 [cited 2 October 2018]. Available from: https://www.transfusionguidelines.org/transfusion-handbook/9-effective-transfusion-in-obstetric-practice/9-4-major-obstetric-haemorrhage

2. Achebe M, Gafter-Gvili A. How I treat anemia in pregnancy: iron, cobalamin, and folate. 2018.

3. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 1st ed. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013.

4. Jadon A, Bagai R. Blood transfusion practices in obstetric anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia. 2014;58(5):629.

Versi Terbaru

16/08/2021

Ditulis oleh Gladys Mangkuliguna

Ditinjau secara medis oleh dr. Tania Savitri

Diperbarui oleh: Satria Aji Purwoko


Artikel Terkait

Jantung Berdebar Kencang Saat Hamil, Apakah Berbahaya?

3 Penyebab Transfusi Darah Perlu Dilakukan Saat Hamil


Ditinjau secara medis oleh

dr. Tania Savitri

General Practitioner · Integrated Therapeutic


Ditulis oleh Gladys Mangkuliguna · Tanggal diperbarui 16/08/2021

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan