Di tengah kenaikan kasus cacar monyet (monkeypox), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan akan bahaya penularannya, terutama bagi kalangan pria gay dan biseksual. Namun, ini memicu stigma kalau cacar monyet dan LGBT saling berkaitan. Benarkah demikian?
Cacar monyet tidak berkaitan dengan LGBT
Cacar monyet atau monkeypox adalah akibat infeksi virus yang memiliki gejala mirip penyakit cacar. Penyakit ini termasuk penyakit zoonosis yang artinya dapat menular dari hewan ke manusia.
Meski menjadi penyakit endemik di kawasan Afrika Tengah dan Barat, monkeypox kini telah terjadi di banyak negara yang sebelumnya tidak pernah memiliki kasusnya.
Pada Mei 2022 lalu, WHO mengeluarkan peringatan bagi komunitas gay, biseksual, maupun kategori lainnya yang berhubungan seks dengan laki-laki terkait merebaknya kasus cacar monyet.
Ini karena beberapa kasus cacar monyet telah teridentifikasi melalui klinik kesehatan seksual pada komunitas tersebut.
Lalu, benarkah cacar monyet menyebar lebih cepat pada komunitas LGBT? Jawabannya, tidak.
Dalam rilis yang sama, WHO juga menjelaskan bahwa risiko cacar monyet tidak terbatas pada komunitas LGBT, baik pada pria gay maupun biseksual.
Siapa pun yang melakukan kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi virus monkeypox tentu berisiko untuk tertular penyakit ini.
Salah satu jalur penularan utama cacar monyet memang melalui kegiatan seksual. Virus bisa menular melalui kontak fisik yang sangat dekat dari orang yang telah terinfeksi cacar monyet sebelumnya.
Akan tetapi, Mateo Prochazka, ahli epidemiologi dari UK Health Security Agency (UKHSA), seperti dikutip dari BBC, menjelaskan bahwa monkeypox bukanlah infeksi menular seksual.
Ringkasan
Cara penularan virus monkeypox
Virus monkeypox berasal dari genus Orthopoxvirus sehingga masih berhubungan erat dengan virus penyebab cacar (smallpox) dan cacar sapi.
Sebagian besar penularan cacar monyet pada manusia berasal dari hewan. Virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan hewan, kontak langsung dengan cairan atau lesi kulit hewan, atau kontak tidak langsung dengan permukaan benda yang terkontaminasi virus.
Kasus penularan monkeypox antarmanusia terbilang jarang. Anda tidak akan langsung tertular penyakit infeksi virus ini dengan kontak sekilas saja.
Umumnya, dibutuhkan kontak kulit ke kulit yang sangat dekat, sepert saat berhubungan seks, berciuman, maupun berpelukan dengan seseorang yang terinfeksi sebelumnya.
Adapun, beberapa faktor risiko cacar monyet yang perlu Anda perhatikan, seperti:
- melakukan kontak langsung tanpa melakai alat pelindung diri (APD) dengan hewan liar, terutama yang terinfeksi virus penyakit ini,
- mengonsumsi daging dan bagian tubuh dari hewan liar tanpa dimasak hingga matang,
- melakukan kontak erat dengan siapa pun yang memiliki gejala cacar monyet,
- merawat orang yang terdiagnosis cacar monyet, dan
- melakukan penelitian terhadap virus monkeypox di laboratorium.
Apakah kasusnya sudah ada di Indonesia?
Menurut Kementerian Kesehatan RI, kasus cacar monyet belum ditemukan di Indonesia hingga saat ini. Meski begitu, bukan berarti Anda tidak perlu mewaspadai penyakit infeksi yang satu ini.
Berikut beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mencegah penularan cacar monyet.
- Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, seperti cuci tangan dengan air dan sabun.
- Menghindari kontak langsung dengan tikus, primata, dan hewan liar, termasuk tidak mengonsumsi dagingnya.
- Menghindari kontak fisik dengan orang yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi, termasuk tempat tidur dan pakaian yang sudah dipakai pengidapnya.
- Mengikuti imunisasi dengan vaksin cacar yang dapat memberikan perlindungan terhadap virus monkeypox.
- Selalu mengenakan masker, sarung tangan, dan baju pelindung saat menangani orang atau hewan yang sakit.
Segera periksakan diri Anda ke fasilitas kesehatan bila mengalami gejala cacar monyet, seperti demam tinggi, ruam dan lenting pada kulit, serta pembengkakan kelenjar getah bening.
Bila Anda baru kembali dari wilayah yang terjangkit monkeypox, informasikan kepada petugas kesehatan mengenai riwayat perjalanan yang Anda lakukan.
Sekembalinya ke rumah, sebaiknya Anda segera melakukan isolasi mandiri di rumah sebagai langkah pencegahan agar virus tidak menyebar ke orang terdekat.