Sejauh ini, pemerintah terus mengupayakan program vaksinasi agar tersebar secara merata untuk menurunkan laju kasus COVID-19 di Indonesia. Tak hanya itu, Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) juga telah mencanangkan program vaksin booster COVID-19 bagi tenaga kesehatan. Apa bedanya vaksin booster dengan vaksin biasa? Apakah masyarakat umum juga memerlukan dosis booster tersebut?
Apa itu vaksin booster COVID-19?
Vaksin booster COVID-19 adalah dosis vaksinasi ketiga yang bertujuan untuk memperkuat dosis vaksinasi yang telah diberikan sebelumnya.
Tak hanya untuk COVID-19, pemberian booster ini banyak diberikan dalam vaksinasi beberapa jenis penyakit, seperti flu dan tetanus.
Dalam beberapa tipe vaksinasi, pemberian dosis kecil dalam beberapa kali dinilai lebih efektif dibanding dengan memberikan dosis besar dalam satu waktu. Pendekatan ini diharapkan dapat memperkuat sistem imun tubuh secara berkelanjutan.
Meski kebanyakan vaksin booster memiliki kandungan yang sama dengan dosis vaksin sebelumnya, ada juga yang dimodifikasi sedemikian rupa untuk meningkatkan kinerjanya.
Tergantung pada apa jenis vaksinnya, sebagian orang mungkin perlu mendapatkan booster beberapa minggu, bulan, atau tahun setelah pertama kali mendapatkan vaksinasi.
Cara kerja vaksin booster COVID-19
Ali Ellebedy, seorang ahli imunologi dari Washington University, memaparkan cara kerja vaksin booster dalam memperkuat dosis vaksin sebelumnya.
Ketika seseorang menerima vaksinasi dosis pertama, sistem imun tubuh akan menghasilkan sejumlah antibodi yang lambat laun akan menurun kadarnya.
Namun, penurunan tersebut akan tetap meninggalkan “memori” pada sel-sel yang menghasilkan antibodi, yaitu khususnya pada sel B.
Jika vaksin booster disuntikkan, sel-sel tersebut akan berlipat ganda dan kembali meningkatkan kadar antibodi di dalam tubuh.
Seiring berjalannya waktu, jumlah antibodi mungkin akan menurun lagi, namun “memori” pada sel-sel B akan semakin besar dibanding sebelumnya.
Memori inilah yang membantu agar sistem imun tubuh dapat bereaksi dan melawan virus COVID-19 secara lebih cepat dan kuat.
Selain itu, vaksin booster juga berperan dalam proses afinitas maturasi, yaitu proses di mana sel B yang sudah terkena vaksin tadi akan berpindah ke kelenjar getah bening.
Di dalam kelenjar getah bening, sel-sel tersebut akan bermutasi dan menghasilkan antibodi yang jauh lebih kuat untuk melawan virus.
Beberapa studi terhadap jenis vaksinasi COVID-19 tertentu telah mendukung teori tersebut. Vaksin yang diuji coba sebagai booster adalah Moderna, Pfizer, AstraZeneca, serta Sinovac.
Keempatnya menunjukkan adanya sedikit kenaikan jumlah antibodi penetral infeksi dalam tubuh jika disuntikkan beberapa bulan setelah dosis kedua.
Efek samping vaksin booster COVID-19 menurut studi
Sebuah studi terbaru dari CDC mengungkapkan apa saja efek samping yang timbul dari vaksin booster COVID-19. Secara garis besar, efek yang muncul tidak berbeda jauh dengan efek samping dari vaksin dosis kedua.
Studi tersebut meneliti data dari 22.191 penerima vaksin booster. Dari seluruh penerima, sekitar 32% melaporkan adanya efek samping, dan 28% di antaranya tidak mampu menjalani aktivitas dengan normal di hari vaksinasi.
Berikut adalah sederet efek samping dari vaksin booster yang dirangkum oleh CDC.
- Nyeri di area suntikan dirasakan 71%
- Kelelahan sekitar 56%
- Sakit kepala sekitar 43,4%
- Sekitar 2% membutuhkan perawatan medis
- Sebanyak 13 orang dirawat di rumah sakit
Secara keseluruhan, dosis ketiga atau vaksin booster dinilai aman. Sebagian besar orang mengalami efek samping yang masih bisa ditoleransi.
Perlukah kita mendapat vaksin booster COVID-19?
Beberapa negara yang telah melaksanakan program vaksinasi COVID-19 ke sebagian besar penduduknya mulai mempertimbangkan pemberian vaksin booster ini. Namun, para ahli masih memperdebatkan perlu atau tidaknya memberikan booster pada masyarakat yang sudah mendapat 2 dosis vaksinasi.
Penurunan antibodi vaksin seiring berjalannya waktu setelah tubuh menerima dosis kedua sangatlah wajar. Hal ini juga berlaku dalam vaksinasi COVID-19. Akan tetapi, yang para ahli belum sepakati adalah mengenai pengaruh turunnya antibodi setelah vaksin terhadap perlindungan diri dari infeksi COVID-19.
Untuk memastikan apakah vaksin masih efektif melindungi tubuh, diperlukan indikator yang lebih pasti mengenai batas turunnya kadar antibodi atau penanda imun tubuh lainnya.
Dengan mengetahui indikator tersebut, para ahli dapat menentukan perlu atau tidaknya kita mendapatkan booster vaksinasi saat ini.
Ada pula beberapa ahli yang berpendapat bahwa pemberian vaksin booster akan lebih bermanfaat untuk orang-orang dengan kondisi medis tertentu, seperti penerima transplantasi organ atau penderita penyakit autoimun.
Namun, hal ini tentunya masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk tahu apakah dosis ketiga vaksinasi aman untuk kelompok berisiko tersebut.
Menurut WHO, ketimbang memberikan vaksin booster, fokus utama yang perlu diperhatikan adalah memastikan vaksinasi tersebar merata ke seluruh lapisan masyarakat, khususnya yang sama sekali belum divaksin.