Baca semua artikel berita seputar coronavirus (COVID-19) di sini.
Hingga saat ini, masih belum ada formula obat atau vaksin COVID-19 di Indonesia. Namun begitu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang menggarap obat herbal COVID-19 dari dua tanaman yakni daun ketepeng (Cassia alata) dan benalu (Dendrophthoe sp.).
Dua kandidat obat herbal coronavirus yang sedang diuji coba LIPI tersebut menjadi harapan Indonesia dalam menghadapi pandemi COVID-19.
Proses awal penelitian obat herbal COVID-19
Dalam upaya melawan COVID-19, pemerintah Indonesia membentuk konsorsium (perkumpulan) berisi ilmuwan dari beberapa lembaga penelitian dan universitas. Dalam konsorsium ini, Pusat Penelitian Kimia LIPI ditunjuk untuk mengembangkan obat herbal COVID-19.
Bekerjasama dengan Departemen Mikrobiologi FKUI dan Kyoto University, LIPI kemudian mengembangkan obat antivirus COVID-19 dari daun ketepeng badak dan benalu.
Ketepeng adalah tanaman herbal yang terdaftar dalam formularium ramuan obat tradisional Indonesia di Kementerian Kesehatan.
Daun ketepeng telah diteliti dan terbukti memiliki beberapa khasiat salah satunya sebagai anti-parasit (cacing kremi) dan obat kulit. Benalu pernah dilakukan pengujian pada hewan sebagai obat anti-kanker.
Daun ketepeng juga terbukti aktif menghambat pertumbuhan virus dengue penyebab demam berdarah. Pengujian daun ketepeng terhadap virus dengue telah melewati uji praklinis pada tikus mencit dan berhasil menurunkan jumlah virus, meningkatkan jumlah trombosit, serta memperbaiki kadar komponen sistem imunitas.
1,314,634
1,121,411
35,518
Penelitian tersebut dilakukan oleh Marissa Angelina, peneliti bidang farmasi kimia, Pusat Penelitian LIPI, yang saat ini sedang mengembangkan obat herbal COVID-19.
Marissa mengatakan kedua tumbuhan herbal Indonesia ini berpotensi dikembangkan menjadi obat herbal infeksi coronavirus.
“Daun ketepeng dan benalu memiliki senyawa yang diprediksi berperan aktif sebagai antivirus,” jelas Marissa.
LIPI mulai meneliti khasiat dua bahan herbal ini terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 sejak awal Maret 2020.
“Kami melakukan pengujian simulasi in silico dengan protein yang terdapat pada virus SARS-CoV-2,” tutur Marissa.
In silico adalah riset studi penemuan obat menggunakan pemodelan komputer dengan program khusus. Dengan pemodelan tersebut, peneliti melakukan percobaan interaksi antara kandidat obat dengan genetika virus.
Dari simulasi tersebut, peneliti melihat senyawa dalam tanaman herbal daun ketapang dan benalu aktif menghambat pertumbuhan virus penyebab COVID-19.
“Secara pengujian in silico dan pengujian toksisitas keamanan, kita sudah mengerjakan. Namun, untuk pengujian aktivitas SARS-CoV-2 pada hewan belum bisa kita kerjakan karena kultur virusnya belum tersedia,” terang Marissa.
Harapan melanjutkan uji klinis obat herbal COVID-19 ke manusia
Formulasi kandidat obat herbal COVID-19 yang sedang dikembangkan ini selanjutnya harus melalui tahapan uji praklinis. Pada fase ini, peneliti biasanya akan melihat efek obat pada hewan. Hanya saja, pengujian tahap ini belum bisa dilakukan karena kultur virus belum tersedia.
Selain itu, Marissa berharap kandidat obat herbal COVID-19 ini bisa langsung melakukan uji klinis ke manusia tanpa praklinis ke hewan. Hal itu mengingat kondisi pandemi ini sangat membutuhkan obat yang mampu membantu petugas medis melawan COVID-19.
“Kita berharap bisa langsung melakukan uji klinis karena obat ini sudah aman. Kandungan kimianya sudah kita ketahui dan kita juga telah melakukan isolasi kandungan senyawa kimia tersebut,” kata Marissa.
Akselerasi pengujian ke tahap uji klinis butuh izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan. Berita artikel coronavirus tentang obat herbal COVID-19 ini tentu saja menjadi angin segar untuk penyelesaian pandemi di Indonesia.
Bantu dokter dan tenaga medis lain mendapatkan alat pelindung diri (APD) dan ventilator untuk melawan COVID-19 dengan berdonasi melalui tautan berikut.
Hello Health Group dan Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, maupun pengobatan. Silakan cek laman kebijakan editorial kami untuk informasi lebih detail.