backup og meta
Kategori
Cek Kondisi
Tanya Dokter
Simpan

Apakah Penyakit Saraf Terjepit Akan Mengurangi Gairah Seksual Penderitanya?

Ditinjau secara medis oleh dr. Patricia Lukas Goentoro · General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 27/03/2020

    Apakah Penyakit Saraf Terjepit Akan Mengurangi Gairah Seksual Penderitanya?

    Saraf-saraf yang terdapat pada tulang belakang mengatur beragam fungsi tubuh, termasuk sistem reproduksi. Apabila terdapat saraf tulang belakang yang terjepit, fungsi organ reproduksi serta gairah seksual tentu akan terkena pengaruhnya. Lantas, apakah pengaruh tersebut juga membuat fungsi dan gairah seksual menurun?

    Benarkah saraf terjepit menurunkan gairah seksual?

    Saraf-saraf pada tulang belakang terbagi menjadi saraf serviks, toraks, lumbar, sakral, dan tulang ekor. Semua saraf tersebut tidak luput dari risiko terjepit, tapi penyakit ini paling sering menyerang saraf lumbar 5 (L5) dan sakral 1 (S1) pada pinggang bawah.

    Seluruh saraf L5-S1 mengendalikan fungsi anggota gerak bawah, sistem perkemihan, serta organ reproduksi. Fungsi otot-otot yang berperan dalam ketiga sistem tersebut dapat melemah, bahkan mengalami penurunan refleks apabila saraf L5-S1 terjepit.

    obat saraf kejepit

    Salah satu dampak yang kerap dikhawatirkan dari saraf terjepit adalah menurunnya gairah seksual alias libido. Banyak penelitian telah membahas hal ini, dan saraf terjepit memang terbukti bisa menurunkan gairah seksual dan menyebabkan impotensi.

    Pada penelitian yang dilansir dari jurnal Spine terhadap pria berusia 50 tahun, sebanyak 34 persen penderita saraf terjepit mengalami impotensi. Kendati telah menjalani operasi perbaikan saraf tulang belakang, sebagian besar responden ternyata masih mengalami kondisi yang sama.

    Hal serupa ditemukan dari penelitian dalam Journal of Neurosurgery. Penurunan gairah seksual terjadi pada 55 persen pria dan 84 persen wanita yang menderita saraf terjepit. Selain itu, sebanyak 18 persen pria penderita saraf terjepit juga mengalami impotensi.

    Bagaimana saraf terjepit menurunkan gairah seksual?

    mengatasi impotensi

    Fungsi seksual pria bergantung pada serangkaian proses yang terdiri dari rangsangan pada organ intim, ereksi, orgasme, hingga ejakulasi. Seluruh proses ini dikendalikan oleh sistem saraf dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi, yakni testosteron.

    Agar penis bisa mengalami ereksi, saraf pada otak, sakrum, toraks, dan lumbar harus mengirimkan sinyal menuju penis. Sinyal ini merilekskan otot corpora cavernosa dalam penis sehingga penis menjadi lebih berongga. Darah pun mengalir mengisi rongga tersebut sehingga penis membesar dan mengalami ereksi.

    Seiring bertambahnya rangsangan seksual, semakin banyak pula sinyal yang dikirimkan sistem saraf menuju penis. Pada titik tertentu, sinyal-sinyal tersebut akan membuat Anda mencapai puncak gairah dan memicu respons refleks yang disebut ejakulasi.

    Jika saraf yang berperan dalam ereksi terjepit, gairah seksual beserta kemampuan ereksi dan ejakulasi juga bisa terkena dampaknya. Hal ini terjadi karena sinyal yang seharusnya dikirim menuju penis terhambat atau tidak ditanggapi oleh otot-otot penis.

    Mengatasi masalah seksual akibat saraf terjepit

    efek operasi ganti kelamin

    Menangani gangguan fungsi seksual akibat saraf terjepit memang terbilang sulit. Namun, bukan berarti tidak mungkin.

    Meskipun tidak selalu efektif, operasi saraf tulang belakang tetap berpotensi memulihkan berbagai fungsi tubuh yang dikendalikan saraf L5-S1.

    Ada pula metode lain yang cukup menjanjikan selain operasi, yakni konsumsi sildenafil (obat kuat) dan terapi penyeimbang hormon. Namun, pastikan Anda berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi produk yang dapat memengaruhi fungsi seksual.

    Apa pun cara yang Anda pilih, hal pertama yang perlu dilakukan adalah mencari tahu penyebabnya. Penurunan gairah seksual yang Anda alami bisa saja disebabkan oleh saraf terjepit. Namun, ada faktor lain seperti usia, stres, dan ketidakseimbangan hormon yang patut dipertimbangkan.

    Catatan

    Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

    Ditinjau secara medis oleh

    dr. Patricia Lukas Goentoro

    General Practitioner · Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI)


    Ditulis oleh Diah Ayu Lestari · Tanggal diperbarui 27/03/2020

    advertisement iconIklan

    Apakah artikel ini membantu?

    advertisement iconIklan
    advertisement iconIklan