backup og meta

Jangan Suka Menyimpan Dendam, Ini 5 Bahayanya Bagi Tubuh

Jangan Suka Menyimpan Dendam, Ini 5 Bahayanya Bagi Tubuh

Semua orang pernah disakiti dan menyakiti orang lain. Dan terkadang sulit rasanya untuk berdamai dengan emosi yang berkecamuk dan mencoba memaafkan mereka. Pada akhirnya, kemarahan yang selama ini terpendam membuat kita menyimpan dendam.

Tak banyak yang tahu bahwa menyimpan dendam tak hanya bikin kita kesal sendiri dan merusak hubungan dengan orang-orang sekitar, tapi juga menyebabkan gangguan emosi yang dapat berdampak terhadap kesehatan jika terjadi dalam waktu yang lama.

Apa itu dendam?

Rasa dendam merupakan suatu kondisi dimana kita menginginkan orang lain yang melakukan kesalahan terhadap diri kita menerima balasan atau konsekuensi dari kesalahannya. Dibandingkan berusaha untuk mengelola emosi lebih baik dengan cara mengungkapkan kemarahan sewajarnya dan kemudian memaafkan, menyimpan dendam membuat kita menganggap orang tersebut sebagai suatu ancaman yang menimbulkan perasaan stress atau trauma berulang meskipun kejadian yang sesungguhnya sudah lama berlalu.

Sebetulnya, dengan memaafkan bukan berarti kita melupakan kesalahan seseorang dan membiarkan kesalahan tersebut tejadi lagi. Memaafkan merupakan suatu cara untuk melatih pikiran kita untuk tidak terus-menerus meanggap diri kita sebagai korban dan merasa tertekan akibat kesalahan yang telah dilakukan terhadap diri kita.

Sedikit sedikit, lama-lama jadi bukit. Begitu kata pepatah, dan ini juga terbukti benar pada rasa dendam dalam hati. Lama-kelamaan, menyimpan dendam memengaruhi fungsi otak dan kesehatan mental keseluruhan yang akhirnya juga berdampak terhadap kesehatan fisik.

Bahaya menyimpan dendam untuk kesehatan tubuh

Berikut beberapa cara bagaimana menyimpan dendam dapat berdampak buruk bagi kesehatan:

1. Mengubah susunan hormon otak

Otak merupakan organ yang bekerja saat kita berpikir, berkomunikasi, dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain. Fungsi tersebut dipengaruhi oleh dua hormon yang saling berkaitan namun dapat bekerja berlawanan yaitu hormon kortisol dan hormon oksitosin. Hormon kortisol biasanya dilepaskan saat kita berada di bawah tekanan mental besar, seperti saat menyimpan dendam. Sebaliknya, hormon oksitosin diproduksi ketika kita memaafkan dan saat berdamai dengan diri kita maupun orang lain.

Kedua hormon tersebut diperlukan dan keseimbangan antara keduanya menciptakan stress baik (eustress) seperti saat bekerja untuk mencapai tujuan, serta mengendalikan stress buruk (distress).  Hormon kortisol dikenal sebagai hormon yang berbahaya jika diproduksi terus menerus dalam waktu yang lama, karena tidak hanya memengaruhi kerja sistem saraf pusat namun juga kerja organ lainnya. Sekresi kortisol berlebih juga menekan kadar hormon oksitosin yang justru diperlukan untuk kesehatan emosi dan sosial, seperti kemampuan untuk menjaga hubungan baik dengan pasangan atau orang lain.

2. Memicu gaya hidup tidak sehat

Menyimpan dendam ternyata berkaitan dengan berbagai penyakit kronis. Stres berat yang dirangsang oleh rasa dendam memicu seseorang untuk kurang memperhatikan kondisi kesehatannya. Suatu studi menunjukan kondisi temperamental yang diakibatkan menyimpan dendam menyebabkan seseorang lebih cenderung sering merokok dan memakan junkfood tinggi kalori, yang keduanya merupakan faktor risiko dari penyakit diabetes mellitus.

3. Meningkatkan risiko kerusakan jantung

Penumpukan emosi negatif sudah dikenal menjadi penyebab terjadinya tekanan darah tinggi pada seseorang, dan ini akan sangat berbahaya dalam waktu yang lama.

Sama halnya dengan munculnya emosi negatif, menyimpan dendam dalam beberapa waktu dapat membuat kita selalu merasa tertekan dan marah terlebih lagi mekanisme berulang tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Suatu riset yang dilakukan oleh Asosiasi Jantung Amerika sudah membuktikan bahwa menyimpan rasa marah dan dendam dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner yang didahului oleh kondisi tekanan darah tinggi dan arterosklerosis.

4. Memicu penyakit dengan rasa nyeri kronis

Ini berasal dari sebuah dugaan yang menyatakan bahwa individu yang menyimpan dendam lebih sering mengalami beberapa kondisi medis. Suatu penelitian yang dilakukan pada populasi di Amerika Serikat menunjukan bahwa seseorang yang menyimpan dendam memiliki peluang 50% lebih tinggi untuk mengalami penyakit dengan rasa nyeri seperti ulserasi lambung, sakit punggung dan sakit kepala. Peneliti juga mengambil kesimpulan bahwa menyimpan dendam berkaitan kemungkinan berakitan dengan gangguan psikosomatis.

5. Memicu penuaan dini

Mekanisme penuaan dini berkaitan dengan sekresi hormon stress berlebih yang terjadi saat Anda menyimpan dendam hingga menimbulkan rasa depresi dan frustasi. Selain gangguan emosi, tubuh merespon stress berlebih dengan cara memicu penuaan dini karena adanya perubahan kromosom DNA dalam proses regenerasi untuk pembentukan sel baru sehingga memicu penuaan biologis organ dalam tubuh yang lebih cepat. Sebaliknya dengan memaafkan, hormon stress yang dihasilkan menjadi lebih terkendali dan diminimalisir sehingga proses respon stress dapat kembali normal.

Catatan

Hello Sehat tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan. Selalu konsultasikan dengan ahli kesehatan profesional untuk mendapatkan jawaban dan penanganan masalah kesehatan Anda.

Barrie, L. 2014. 3 Reasons Holding a Grudge is Bad for Your Health. Online: http://time.com/3387574/3-reasons-holding-a-grudge-is-bad-for-your-health/ (Accessed February 6, 2017)

Holmes, L. 2015. 9 Very Good Reasons To Let Go Of That Grudge. Online: http://www.huffingtonpost.com/2015/01/15/letting-go-of-anger_n_6438072.html (Accessed February 6, 2017)

Kravetz, L D. 2016. Holding Grudges Is Bad for Our Health. Online: http://www.huffingtonpost.com/lee-daniel-kravetz/forgiveness-health_b_7155694.html (Accessed February 6, 2017)

Mitchell, E. 2014. How holding a grudge hurts your health. Online: http://www.menshealth.com/guy-wisdom/let-go-grudge (Accessed February 6, 2017)

Versi Terbaru

07/09/2023

Ditulis oleh Kemal Al Fajar

Ditinjau secara medis oleh dr. Carla Pramudita Susanto

Diperbarui oleh: dr. Carla Pramudita Susanto


Artikel Terkait

ADHD

8 Cara Praktik Mindfulness dan Manfaatnya Bagi Mental


Ditinjau secara medis oleh

dr. Carla Pramudita Susanto

General Practitioner · Klinik Laboratorium Pramita


Ditulis oleh Kemal Al Fajar · Tanggal diperbarui 07/09/2023

ad iconIklan

Apakah artikel ini membantu?

ad iconIklan
ad iconIklan